26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Menolak UU No 11 Omnibus Law, 9-10 November FSPMI Sumut Akan Gelar Demo Lagi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Elemen buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut) untuk ke sekian kalinya akan melakukan aksi turun ke jalan dengan tuntutan agar Presiden RI Mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Aksi demo tersebut akan digelar pada 9 dan 10 November 2020.

Willy Agus Utomo
Willy Agus Utomo

Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan, dalam aksi itu, FSPMI juga menuntut Gubsu merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) agar naik minimal delapan persen untuk tahun 2021 mendatang. “Kami secara tegas menolak UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Ciptaker, tidak hanya merugikan kaum buruh akan tetapi banyak hak buruh yang dikebiri dalam UU ini,” tegasnya didampingi Sekretaris FSPMI Sumut Tony Rickson Silalahi dan Direktur LBH FSPMI Sumut Rohdalahi Subhi Purba SH MH kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (5/11).

Menurutnya, UU Omnibus Law telah dikaji dan pihaknya menyimpulkan, bahwa hampir keseluruhan pasal di UU Cipta Kerja tersebut banyak merugikan kaum buruh Indonesia. Di antaranya, Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

Dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

Ia menilai, penggunaan frasa ‘dapat’ dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.

“Oleh karena itu, FSPMI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak boleh dhilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah,” ujarnya.

Selain itu, kata Willy, UU Nomor 11 Tahun 2020 juga menghilangkan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), outsourcing (biro jasa) bisa di segala lini sektor utama dan seumur hidup.

“Masih banyak pasal lainnya yang merugikan kaum buruh, maka kami akan terus berjuang agar UU ini di Cabut kembali kan UU Ketenagakerjaan NO 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris FSPMI Sumut, Tony Rickson Silalahi mengatakan, pihaknya telah melayangkan pemberitahuan aksi unjuk rasa damai yang akan di laksanakan selama dua hari yakni pada 9-10 November 2020 ke Polda Sumatera Utara. Tujuan Aksi nantinya di pusatkan di Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Sumut, “Massa Aksi 500 orang perwakilan buruh FSPMI dari Kota Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Labuhanbatu dan Padanglawas” ucapnya.

Dalam aksi nanti, kata Tony, FSPMI Sumut mengusung beberapa poin tuntutan baik secara nasional dan daerah yakni, agar Presiden mencabut UU No 11 Tahun 2020 dengan mengeluarkan Perppu, agar Gubernur Sumut merevisi UMP Sumut dan menaikan UMK dan UMSK kabupaten/ kota di Sumut Sebesar 8 persen, agar gubernur melalui Disnaker Sumut menyelesaikan kasus-kasus perburuhan di Sumut, dan agar DPRD Sumut memanggil perusahaan yang berkasus dengan buruh untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan.

“Tuntutan terakhir, kami meminta Kapolres Padang Lawas menghentikan kasus dugaan Kriminalisasi yang dialami oleh Ketua FSPMI Kabupaten Padang Lawas atas nama Maulana Syafii,” pungkasnya. (mag-1/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Elemen buruh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (DPW FSPMI Sumut) untuk ke sekian kalinya akan melakukan aksi turun ke jalan dengan tuntutan agar Presiden RI Mencabut UU Nomor 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Aksi demo tersebut akan digelar pada 9 dan 10 November 2020.

Willy Agus Utomo
Willy Agus Utomo

Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan, dalam aksi itu, FSPMI juga menuntut Gubsu merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) agar naik minimal delapan persen untuk tahun 2021 mendatang. “Kami secara tegas menolak UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Ciptaker, tidak hanya merugikan kaum buruh akan tetapi banyak hak buruh yang dikebiri dalam UU ini,” tegasnya didampingi Sekretaris FSPMI Sumut Tony Rickson Silalahi dan Direktur LBH FSPMI Sumut Rohdalahi Subhi Purba SH MH kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (5/11).

Menurutnya, UU Omnibus Law telah dikaji dan pihaknya menyimpulkan, bahwa hampir keseluruhan pasal di UU Cipta Kerja tersebut banyak merugikan kaum buruh Indonesia. Di antaranya, Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

Dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

Ia menilai, penggunaan frasa ‘dapat’ dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.

“Oleh karena itu, FSPMI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak boleh dhilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah,” ujarnya.

Selain itu, kata Willy, UU Nomor 11 Tahun 2020 juga menghilangkan batas waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), outsourcing (biro jasa) bisa di segala lini sektor utama dan seumur hidup.

“Masih banyak pasal lainnya yang merugikan kaum buruh, maka kami akan terus berjuang agar UU ini di Cabut kembali kan UU Ketenagakerjaan NO 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris FSPMI Sumut, Tony Rickson Silalahi mengatakan, pihaknya telah melayangkan pemberitahuan aksi unjuk rasa damai yang akan di laksanakan selama dua hari yakni pada 9-10 November 2020 ke Polda Sumatera Utara. Tujuan Aksi nantinya di pusatkan di Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Sumut, “Massa Aksi 500 orang perwakilan buruh FSPMI dari Kota Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Labuhanbatu dan Padanglawas” ucapnya.

Dalam aksi nanti, kata Tony, FSPMI Sumut mengusung beberapa poin tuntutan baik secara nasional dan daerah yakni, agar Presiden mencabut UU No 11 Tahun 2020 dengan mengeluarkan Perppu, agar Gubernur Sumut merevisi UMP Sumut dan menaikan UMK dan UMSK kabupaten/ kota di Sumut Sebesar 8 persen, agar gubernur melalui Disnaker Sumut menyelesaikan kasus-kasus perburuhan di Sumut, dan agar DPRD Sumut memanggil perusahaan yang berkasus dengan buruh untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan.

“Tuntutan terakhir, kami meminta Kapolres Padang Lawas menghentikan kasus dugaan Kriminalisasi yang dialami oleh Ketua FSPMI Kabupaten Padang Lawas atas nama Maulana Syafii,” pungkasnya. (mag-1/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/