Kenaikan harga rokok yang diputuskan Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, berlaku mulai tahun ini. Kenaikan harga ini mendapat dukungan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan. Alasannya, kenaikan harga rokok membawa dampak positif dari sisi kesehatan.
“Kita mendukung kenaikan harga rokok yang dinilai dari aspek kesehatan. Karena merokok sudah jelas merusak kesehatan. Kalau bisa, harganya dibuat lebih mahal lagi.
sehingga orang tidak mampu membeli rokok dan berhenti mengonsumsi rokok,” ungkap Kepala Dinkes Kota Medan, Edwin Effendy, Senin (6/1).
Menurut Edwin, dengan naiknya harga rokok, masyarakat diharapkan berpikir untuk membelanjakan uangnya membeli rokok. “Kita harapkan orang berhitung membeli rokok, dan semakin sadar akan tidak adanya dampak positif dari merokok,” ucapnya.
Ia menjelaskan, mengonsumsi rokok bukan hanya merugikan si perokok saja, namun juga mereka yang tidak merokok alias perokok pasif. “Dari aspek kesehatan, sudah jelas rokok sangat merugikan karena meracuni atau merusak kesehatan perokok. Di samping itu, mereka yang berada di dekat orang yang merokok juga terkena dampaknya karena menghirup asap rokok. Bahkan kemungkinan dampaknya lebih berbahaya bagi kesehatan,” sebut Edwin.
Ditanya tentang alternatif rokok elektronik atau vape sebagai alternatif pengganti rokok, Edwin menuturkan, umumnya juga dianggap berbahaya bagi kesehatan. “Vape juga membahayakan karena menghirup zat kimia dan masuk ke dalam tubuh,” tegasnya.
Menurut Edwin, pihaknya terus berupaya menerapkan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Peraturan tersebut bertujuan untuk mengatur para perokok agar tertib dalam mengonsumsi rokok. “Perda itu mengatur tempat perokok, bukan membatasi. Perda ini juga diharapkan bisa menekan jumlah perokok agar sadar dan peduli terhadap kesehatan,” tandasnya.
Sementara, Rio, salah seorang pedagang rokok eceran mengaku, kenaikan harga rokok saat ini belum terlalu berpengaruh terhadap usahanya. Sebab kenaikan harga tidak begitu signifikan. “Naiknya paling hanya Rp 2.000 hingga Rp 5.000. Belum terlalu tinggi,” ujar pemuda yang sehari-hari berjualan di sekitar Jalan Agus Salim, Medan.
Disebutkan dia, untuk sebungkus harga rokok Marlboro saat ini dibeli di grosir dengan harga Rp27.000, naik dari Rp25.000. Kemudian, Surya Pro Merah dari Rp14.500 menjadi Rp16.500 per bungkus, Surya dari Rp15.000 menjadi Rp16.500 ribu, Magnum Blue Rp14.600 menjadi Rp17.200, Evolution dari Rp25.000 menjadi Rp27.000.
Selanjutnya, Lucky Strike dari Rp17.500 menjadi Rp19.000, dan Djie Sam Soe Refill dari Rp19.000 menjadi Rp21.000. “Untuk rokok Sampoerna dan Dunhill masih normal harga belinya, belum naik,” tukasnya.
Seperti diketahui, DJBC Kementerian Keuangan memutuskan untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen. Keputusan tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020. (ris)