LIPI: TAK SEMBARANGAN MENYADAP
Sementara itu, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Laksana Tri Handoko menuturkan kasus penyadapan yang sedang ramai diperbincangankan itu jangan sampai membuat masyarakat was-was. Apalagi takut privasi mereka tidak ada lagi karena disadap.
”Penyadapan itu butuh upaya yang cukup berat. Tidak mungkin sembarangan orang disadap. Perlu upaya teknis dan tentu biaya,” ujar dia kemarin.
Dia mencontohkan penyadapan yang selama ini dilakukan penegak hukum seperti KPK juga berkoordinasi dengan operator seluler. Ada sebuah piranti khusus yang dipasangkan untuk mengetahui pembicaraan orang yang diselediki. Itupun tidak semua orang dengan sembarangan disadap. ”Kalau tidak ada butuhnya kan tidak mungkin disadap. Hampir tidak mungkin dilakukan pada orang biasa,” tambah mantan Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI.
Meskipun begitu, Handoko mengungkapkan bahwa untuk membuktikan adanya penyadapan ilegal tidak cukup mudah. Apalagi tidak memiliki bukti permulaan dugaan penyadapan. ”Tahu kalau disadap kadang baru saat dibuka di pengadilan,” jelas dia.
Sedangkan untuk menangkal penyadapan, menurut Handoko, sudah ada beberapa peralatan yang dilengkapi pula dengan enkripsi. Dia mencontohkan dalam aplikasi seperti Whatsapp pun juga sudah dilengkapi dengan metode enkripsi.
Isu penyadapan itu mulai bergulir dalam sepekan terakhir. Pemicunya pernyataan dari kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengungkapkan isi percakapaan antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin. Yakni, tentang permintaan untuk bertemu di kantor PBNU dan permintaan untuk membuat fatwa.
SBY lantas menduga bahwa dirinya menjadi korban penyadapan. Bahkan, dia meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan manakala dugaan penyadapan itu dilakukan oleh institusi negara yang punya kemampuan menyadap. Antara lain, BIN, Polisi, KPK, dan Badan Intilejen Strategis (Bais) TNI. Tapi, instansi itu mengkonformasi kalau mereka tidak menyadap SBY. (fat/idr/jun/jpg/ril)