32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Duh! Hamida dan 2 Adiknya 4 Tahun Tinggal di Kuburan

Foto: Fakhrul Rozi/Sumut Pos Hamidah bersama dua adiknya, Sundari dan Sarmila, di depan gubuk tempat tinggal mereka di tanah wakaf kuburan Jalan Ileng Lingkungan 1 Kelurahan  Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
Foto: Fakhrul Rozi/Sumut Pos
Hamidah bersama dua adiknya, Sundari dan Sarmila, di depan gubuk tempat tinggal mereka di tanah wakaf kuburan Jalan Ileng Lingkungan 1 Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.

 

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Siti Aisyah kini sudah bisa tersenyum. Keinginan bocah 8 tahun ini untuk mengecap bangku sekolah sudah terwujud. Ayahnya telah dirawat di rumah sakit, dan mereka pun akan mendapatkan rumah. Lalu bagaimana nasib ‘Aisyah-Aisyah’ lain? Apakah sudah habis? Ternyata tidak. Di Jl. Ileng Lingkungan 1, Gang Mushola, Kel. Rengas Pulau, Kec. Medan Marelan, ada tiga anak yatim piatu yang bertahun-tahun tinggal di kuburan.

Hamida, gadis remaja berusia 19 tahun, sangat tegar dan semangat merawat kedua adiknya, Sarmila (12) dan Sundari (13). Sejak ditinggal mati kedua orangtua, ketiganya terpaksa numpang tinggal di sebuah gubuk sekitar tanah wakaf kuburan. Kondisi ini tak membuatnya patah arang, dengan sabar, ikhlas dan bersyukur ia membiayai kedua adiknya meski hanya bekerja sebagai tukang setrika pakaian.

Setiap harinya, perempuan yang biasa disapa Ida ini tak banyak berharap. Bisa memberi makan kedua adiknya saja, sudah menjadi berkah yang tak terkira bagi Ida. Sebuah gubuk reot berada diantara batu-batu nisan merupakan tempat tinggal mereka bertahun-tahun.

“Sejak ayah meninggal 4 tahun lalu, kami menumpang di tanah wakaf kuburan ini. Sedang mamak (ibu-red) juga sudah lebih dulu pergi meninggalkan kami,” lirih Ida saat disambangi kru koran ini di gubuknya yang kalau hujan pasti kebanjiran itu, Minggu (6/4) siang.

Rasa takut dan kawatir tak lagi ada dibenaknya, dalam pikiran remaja yang hanya tamatan SD ini hanya satu, bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan sehari-hari demi keberlangsungan hidup adik-adiknya. Siang itu, Ida sempat diam dan tertunduk lesu, seolah ia tidak kuasa bercerita tentang perjuangan hidup yang harus dijalaninya.

“Terkadang saya cari upahan menggosok (setrika) pakaian di rumah warga, sehari kadang dapat uang Rp20 ribu. Itulah digunakan buat biaya kebutuhan makan kami tiap hari,” katanya.

Yang membuat Hamida menyesal adalah, saat ini ia tak mampu lagi membiayai sekolah kedua adiknya. Ida, hanya bisa menyekolahkan mereka sampai di bangku kelas dua SD. Remaja perempuan ini terpaksa tidak meneruskan sekolah, Sarmila dan Sundari karena ketidakmampuan membayar buku pelajaran. Selain mencari upah setrikaan, Ida bersama kedua adik perempuannya terdakang bertahan hidup dengan berharap belas kasihan dari masyarakat yang iba melihat keadaan mereka. Begitu pun, dia tak mau disebut mengemis, tapi berjuang untuk bertahan hidup.

“Hasil dari upah menggosok pakaian paling hanya bisa buat makan, itupun bila ada kerjaannya. Kalau tidak, paling hanya mengharap warga datang memberi bantuan uang dan makanan,” sebutnya.

Ia menuturkan sejak berusia 9 tahun, ibunya Suparni sudah meninggalkan mereka. Sang ibu meninggal pada 10 tahun silam karena mengalami pendarahan saat melahirkan adiknya. Meski memiliki keluarga, tapi keterbatasan ekonomi juga membuat sanak familinya tak mampu merawat serta membiayai ke tiga anak yatim piatu ini.

“Mamak meninggal sewaktu aku masih umur 9 tahun, nggak lama setelah itu ayah pun mulai mengalami sakit-sakitan, dan akhirnya ia menyusul mamak,” kenang Ida.

Kesabaran dan keteguhan Ida menjadi kunci baginya dalam merawat adik-adiknya. Di gubuk berukuran 3 x 4 meter berdinding kayu yang berada di areal batu nisan itu, ia membesarkan kedua adiknya. Di gubuk berlantai tanah dan hanya beralaskan spanduk serta terpal plastik warna biru itulah ketiga kakak beradik ini tidur.

“Seperti inilah keadaan kami, kalau hujan turun kami terpaksa menghindari tetesan air dari atas atap yang bocor. Tapi ini semua mesti kami jalani,” ungkapnya.

Ida, mengaku keinginannya untuk menyekolahkan kedua adiknya tetap ada. Hanya saja remaja ini tidak tau harus mencari uang kemana buat biaya sekolah adiknya. Sedangkan, bantuan untuk siswa miskin tak pula diperolahnya, itu dikarenakan mereka tidak mempunyai Kartu Keluarga (KK). “Dulu memang ada, tapi setelah ayah meninggal dunia, KK nya hilang. Mungkin karena itu kami tak dapat bantuan biaya sekolah dari pemerintah, sedangkan mau mengurusnya aku nggak tau,” ujar Ida.

 

BERCITA-CITA JADI DOKTER

Sarmila, adik kandung Ida saat ditanyai mengaku masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya. Bocah 12 tahun ini bercita-cita menjadi seorang guru. “Cita-cita awak ingin jadi guru bang,” ucap Sarmila.  Sedangkan, Sundari kakak Sarmila mempunyai cita-cita sebagai seorang dokter. Hanya saja bocah berusia 13 tahun ini sepertinya merasa tidak yakin bisa mewujudkan keinginan itu. “Kalau awak mau jadi dokter bang, biar bisa ngobati orang sakit. Tapi apa mungkin orang miskin seperti kami ini bang bisa jadi dokter,” cetusanya sembari menyandarkan kepalanya dibahu Ida. kakaknya. (rul/smg/deo)

Foto: Fakhrul Rozi/Sumut Pos Hamidah bersama dua adiknya, Sundari dan Sarmila, di depan gubuk tempat tinggal mereka di tanah wakaf kuburan Jalan Ileng Lingkungan 1 Kelurahan  Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.
Foto: Fakhrul Rozi/Sumut Pos
Hamidah bersama dua adiknya, Sundari dan Sarmila, di depan gubuk tempat tinggal mereka di tanah wakaf kuburan Jalan Ileng Lingkungan 1 Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan.

 

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Siti Aisyah kini sudah bisa tersenyum. Keinginan bocah 8 tahun ini untuk mengecap bangku sekolah sudah terwujud. Ayahnya telah dirawat di rumah sakit, dan mereka pun akan mendapatkan rumah. Lalu bagaimana nasib ‘Aisyah-Aisyah’ lain? Apakah sudah habis? Ternyata tidak. Di Jl. Ileng Lingkungan 1, Gang Mushola, Kel. Rengas Pulau, Kec. Medan Marelan, ada tiga anak yatim piatu yang bertahun-tahun tinggal di kuburan.

Hamida, gadis remaja berusia 19 tahun, sangat tegar dan semangat merawat kedua adiknya, Sarmila (12) dan Sundari (13). Sejak ditinggal mati kedua orangtua, ketiganya terpaksa numpang tinggal di sebuah gubuk sekitar tanah wakaf kuburan. Kondisi ini tak membuatnya patah arang, dengan sabar, ikhlas dan bersyukur ia membiayai kedua adiknya meski hanya bekerja sebagai tukang setrika pakaian.

Setiap harinya, perempuan yang biasa disapa Ida ini tak banyak berharap. Bisa memberi makan kedua adiknya saja, sudah menjadi berkah yang tak terkira bagi Ida. Sebuah gubuk reot berada diantara batu-batu nisan merupakan tempat tinggal mereka bertahun-tahun.

“Sejak ayah meninggal 4 tahun lalu, kami menumpang di tanah wakaf kuburan ini. Sedang mamak (ibu-red) juga sudah lebih dulu pergi meninggalkan kami,” lirih Ida saat disambangi kru koran ini di gubuknya yang kalau hujan pasti kebanjiran itu, Minggu (6/4) siang.

Rasa takut dan kawatir tak lagi ada dibenaknya, dalam pikiran remaja yang hanya tamatan SD ini hanya satu, bagaimana merawat dan memenuhi kebutuhan sehari-hari demi keberlangsungan hidup adik-adiknya. Siang itu, Ida sempat diam dan tertunduk lesu, seolah ia tidak kuasa bercerita tentang perjuangan hidup yang harus dijalaninya.

“Terkadang saya cari upahan menggosok (setrika) pakaian di rumah warga, sehari kadang dapat uang Rp20 ribu. Itulah digunakan buat biaya kebutuhan makan kami tiap hari,” katanya.

Yang membuat Hamida menyesal adalah, saat ini ia tak mampu lagi membiayai sekolah kedua adiknya. Ida, hanya bisa menyekolahkan mereka sampai di bangku kelas dua SD. Remaja perempuan ini terpaksa tidak meneruskan sekolah, Sarmila dan Sundari karena ketidakmampuan membayar buku pelajaran. Selain mencari upah setrikaan, Ida bersama kedua adik perempuannya terdakang bertahan hidup dengan berharap belas kasihan dari masyarakat yang iba melihat keadaan mereka. Begitu pun, dia tak mau disebut mengemis, tapi berjuang untuk bertahan hidup.

“Hasil dari upah menggosok pakaian paling hanya bisa buat makan, itupun bila ada kerjaannya. Kalau tidak, paling hanya mengharap warga datang memberi bantuan uang dan makanan,” sebutnya.

Ia menuturkan sejak berusia 9 tahun, ibunya Suparni sudah meninggalkan mereka. Sang ibu meninggal pada 10 tahun silam karena mengalami pendarahan saat melahirkan adiknya. Meski memiliki keluarga, tapi keterbatasan ekonomi juga membuat sanak familinya tak mampu merawat serta membiayai ke tiga anak yatim piatu ini.

“Mamak meninggal sewaktu aku masih umur 9 tahun, nggak lama setelah itu ayah pun mulai mengalami sakit-sakitan, dan akhirnya ia menyusul mamak,” kenang Ida.

Kesabaran dan keteguhan Ida menjadi kunci baginya dalam merawat adik-adiknya. Di gubuk berukuran 3 x 4 meter berdinding kayu yang berada di areal batu nisan itu, ia membesarkan kedua adiknya. Di gubuk berlantai tanah dan hanya beralaskan spanduk serta terpal plastik warna biru itulah ketiga kakak beradik ini tidur.

“Seperti inilah keadaan kami, kalau hujan turun kami terpaksa menghindari tetesan air dari atas atap yang bocor. Tapi ini semua mesti kami jalani,” ungkapnya.

Ida, mengaku keinginannya untuk menyekolahkan kedua adiknya tetap ada. Hanya saja remaja ini tidak tau harus mencari uang kemana buat biaya sekolah adiknya. Sedangkan, bantuan untuk siswa miskin tak pula diperolahnya, itu dikarenakan mereka tidak mempunyai Kartu Keluarga (KK). “Dulu memang ada, tapi setelah ayah meninggal dunia, KK nya hilang. Mungkin karena itu kami tak dapat bantuan biaya sekolah dari pemerintah, sedangkan mau mengurusnya aku nggak tau,” ujar Ida.

 

BERCITA-CITA JADI DOKTER

Sarmila, adik kandung Ida saat ditanyai mengaku masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya. Bocah 12 tahun ini bercita-cita menjadi seorang guru. “Cita-cita awak ingin jadi guru bang,” ucap Sarmila.  Sedangkan, Sundari kakak Sarmila mempunyai cita-cita sebagai seorang dokter. Hanya saja bocah berusia 13 tahun ini sepertinya merasa tidak yakin bisa mewujudkan keinginan itu. “Kalau awak mau jadi dokter bang, biar bisa ngobati orang sakit. Tapi apa mungkin orang miskin seperti kami ini bang bisa jadi dokter,” cetusanya sembari menyandarkan kepalanya dibahu Ida. kakaknya. (rul/smg/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/