Advokasi Lewat Pendekatan Agama dan Sosial
Mayoritas pernikahan anak berujung pada kehidupan buruk. Namun, ada beberapa kasus pelakunya berkembang menjadi orang yang sukses. Salah satunya adalah Nihayatul Wafiroh, anggota DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Meski menjadi orang sukses sekarang, perempuan asal Bangkalan itu menegaskan bahwa pernikahan usia anak bukanlah pilihan yang tepat. Karena itu, dia sangat aktif melakukan kampanye untuk mencegah hal itu.
”Saat kuliah, anak saya sudah 15 bulan,” kata Ninik saat dihubungi Jawa Pos.
Ibu dari Ahmad Kavin Adzka dan Muhammad Aqil Mirza itu menuturkant, tidak ada keterpaksaan terkait ekonomi maupun hal lain. Dia menikah dini karena tradisi di lingkungannya.
”Saya sendiri merasakan secara psikologis tidak siap,” ujarnya.
Pengalaman pribadi itu yang dibawa oleh Ninik untuk memperjuangkan pentingnya menghindari proses pernikahan dini. Saat masih menjadi aktivis hingga kini menjadi anggota dewan, Ninik terus aktif memperjuangkan hak perempuan dan anak. Apalagi, di daerah pemilihannya di Bondowoso dan Situbondo, angka pernikahan anak masih terbilang tinggi. Sebagai contoh, data 2015 menunjukkan sekitar 400 perempuan remaja menikah pada usia anak di Bondowoso. Angka itu merupakan yang tertinggi di wilayah Jawa Timur.
”Setiap ke dapil, saya selalu mampir ke ruang NICU rumah sakit, rata-rata bayi yang mendapat perawatan khusus disebabkan ibunya yang usianya remaja,” kata wakil sekjen PKB itu.
Menurut Ninik, saat perempuan mengalami menstruasi, secara fisik dia siap untuk memiliki anak. Namun, faktor psikologis menjadi penentu utama kesiapan perempuan untuk memiliki bayi. Saat remaja, secara psikologis mereka tidak siap untuk bertanggung jawab memiliki anak.
”Mereka kan masih mau jalan-jalan, malu untuk periksa, keuangan belum siap. Itu yang memberikan tekanan pada anak ketika lahir,” ujarnya.
Persoalan utama munculnya pernikahan anak adalah sosialisasi dan regulasi. Dalam hal ini, tidak ada regulasi yang utuh untuk mengatur standar usia pernikahan seorang perempuan. UU perkawinan masih mengatur batas minimal pernikahan adalah 16 tahun. Aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 itu pernah diajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi, namun ditolak. Padahal, bagi Ninik, standar ideal untuk menikah adalah 21 tahun. ”21 tahun itu standar BKKBN, di usia segitu perempuan sudah siap secara fisik dan psikologis,” ujarnya. (bil/bay/ang)

