25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Sosialisasi 4 Pilar MPR, Romo: Pancasila Jangan Diotak-atik Lagi

SOSIALISASI: Suasana Sosialisasi 4 Pilar MPR yang digelar Anggota MPR/DPR RI Raden Muhammad Syafii secara teleconference di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). istimewa/sumut pos.
SOSIALISASI: Suasana Sosialisasi 4 Pilar MPR yang digelar Anggota MPR/DPR RI Raden Muhammad Syafii secara teleconference di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). istimewa/sumut pos.

Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai kontraversi dan penolakan yang sangat luas dari rakyat Indonesia, terutama umat Islam dengan yang merupakan penduduk mayoritas.

Gelombang demontrasi menolak RUU tersebut yang terjadi di banyak provinsi, merupakan sebagai bentuk respon dan kesadaran rakyat tentang adanya kekhawatiran terhadap munculnya upaya untuk mengotak- atik Pancasila yang sudah final.

Hal ini disampaikan anggota MPR/DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafii dalam sosialisasi empat pilar MPR yang dihadiri 150 komunitas ustad dan ustadah dari Medan, Deliserdangn

Serdang Bedagai, dan Tebingtinggi di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). Sosialisasi yang dilakukan secara teleconference ini, dipandu Tosim Gurning yang juga Ketua Rumah Aspirasi Romo Center.

Dalam kesempatah itu, Raden Syafii yang akrab disapa Romo memaparkan, Pancasila yang terdiri dari lima sila, merupakan konsensus dari para pendiri bangsa (founding fatrhers) Indonesia melalui proses panjang, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Dan proses panjang ini menghasilkan wujud konkrit Pancasila yang digali dari kristalisasi nilai- nilai hidup dalam keseharian rakyat Indonesia, jauh sebelum Indonesia diproklamirkan pada 7 Agustus 1945 di Jakarta.

Saat itu, sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia belum meiliki dasar negara. Soekarno- Hatta dan para pendiri bangsa Indonesia akhirnya bersepakat memutuskan Pancasila sebagai dasar negara yang dalam sejarahnya, konsensus ini sebenarnya telah melalui perdebatan panjang oleh pejuang kemerdekaan, para tokoh ulama yang akhirnya disetujui Pancasila sebagai dasar negara.

Lebih lanjut diungkapkannya, Pancasila sebagai dasar negara mengalami banyak tantangan, dan baru pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden menegaskan, Pancasila sebagai dasar negara dan kembali kepada UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Disebutkan juga, Piagam Jakarta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pancasila dan UUD 1945. “Oleh karena itu, usulan RUU HIP ini jelas hanya memicu perpecahan di dalam komponen rakyat dan elemen bangsa Indonesia yang sebenarnya sadar bahwa Pancasila ini sudah final,” kata Romo.

Kemudian diungkapkannya, Pancasila digali dari nilai- nilai ketuhanan yang memberi gambaran, rakyat Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan dan bukan bangsa atheis. Dan nilai ketuhanan ini menjadi nota prima bagi keempat sila lainnya. Maksudnya, sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, hanya dapat dimaknai wujud adil dan beradab itu harus berlandaskan ketuhanan. Sila ketiga “Persatuan Indonesia”, hanya akan langgeng bila landasannya ketuhanan.

Sila keempat “Kerakyatan yang di Pimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”, hanya akan memenuhi kriteria untuk menjadi solusi pengambil keputusan bila menjadikan masyawarah dan mufakat menjadi penyelesaian masalah dalam demokrasi bangsa Indonesia.

Dan musyawarah mufakat itu berasal dari konsep ketuhanan. Sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia”, adalah proses yang masih panjang yang dapat terwujud. Dan untuk memastikan proses tersebut berlangsung pada relnya, maka landasannya harus tetap mengacu pada sila pertama; Ketuhanan yang Maha Esa. “Maka dari itu, sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa sebagai nota prima,” tegasnya.

Dan dalam kesempatan itu, Romo menegaskan, mendukung kuat penolakan RUU HIP oleh masyarakat dan itu harus dilihat sebagai hal yang objektif. Dia juga menilai, RUU HIP ini sangat berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia. Sementara saat ini, rakyat Indonesia masih dalam ancaman wabah covid- 19.

“Jangan lagi Pancasila diotak- atik, diperas menjadi tri sila dan diperas lagi menjadi eka sila yang sesungguhnya merupakan buah pikiran dan ide Soekarno. Karenanya, RUU HIP ini dapat mendegradasi atau merendahkan kearifan dan sikap kenegarawan Soekarno sebagai Proklamator menjadi sebagai simbol partai dengan tujuan fragmatis saat ini. Maka selayaknya RUU HIP ini dibatalkan saja,” pungkasnya. (adz)

SOSIALISASI: Suasana Sosialisasi 4 Pilar MPR yang digelar Anggota MPR/DPR RI Raden Muhammad Syafii secara teleconference di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). istimewa/sumut pos.
SOSIALISASI: Suasana Sosialisasi 4 Pilar MPR yang digelar Anggota MPR/DPR RI Raden Muhammad Syafii secara teleconference di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). istimewa/sumut pos.

Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai kontraversi dan penolakan yang sangat luas dari rakyat Indonesia, terutama umat Islam dengan yang merupakan penduduk mayoritas.

Gelombang demontrasi menolak RUU tersebut yang terjadi di banyak provinsi, merupakan sebagai bentuk respon dan kesadaran rakyat tentang adanya kekhawatiran terhadap munculnya upaya untuk mengotak- atik Pancasila yang sudah final.

Hal ini disampaikan anggota MPR/DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Raden Muhammad Syafii dalam sosialisasi empat pilar MPR yang dihadiri 150 komunitas ustad dan ustadah dari Medan, Deliserdangn

Serdang Bedagai, dan Tebingtinggi di Hotel Madani Medan, Sabtu (4/7). Sosialisasi yang dilakukan secara teleconference ini, dipandu Tosim Gurning yang juga Ketua Rumah Aspirasi Romo Center.

Dalam kesempatah itu, Raden Syafii yang akrab disapa Romo memaparkan, Pancasila yang terdiri dari lima sila, merupakan konsensus dari para pendiri bangsa (founding fatrhers) Indonesia melalui proses panjang, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Dan proses panjang ini menghasilkan wujud konkrit Pancasila yang digali dari kristalisasi nilai- nilai hidup dalam keseharian rakyat Indonesia, jauh sebelum Indonesia diproklamirkan pada 7 Agustus 1945 di Jakarta.

Saat itu, sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia belum meiliki dasar negara. Soekarno- Hatta dan para pendiri bangsa Indonesia akhirnya bersepakat memutuskan Pancasila sebagai dasar negara yang dalam sejarahnya, konsensus ini sebenarnya telah melalui perdebatan panjang oleh pejuang kemerdekaan, para tokoh ulama yang akhirnya disetujui Pancasila sebagai dasar negara.

Lebih lanjut diungkapkannya, Pancasila sebagai dasar negara mengalami banyak tantangan, dan baru pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden menegaskan, Pancasila sebagai dasar negara dan kembali kepada UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Disebutkan juga, Piagam Jakarta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Pancasila dan UUD 1945. “Oleh karena itu, usulan RUU HIP ini jelas hanya memicu perpecahan di dalam komponen rakyat dan elemen bangsa Indonesia yang sebenarnya sadar bahwa Pancasila ini sudah final,” kata Romo.

Kemudian diungkapkannya, Pancasila digali dari nilai- nilai ketuhanan yang memberi gambaran, rakyat Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan dan bukan bangsa atheis. Dan nilai ketuhanan ini menjadi nota prima bagi keempat sila lainnya. Maksudnya, sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, hanya dapat dimaknai wujud adil dan beradab itu harus berlandaskan ketuhanan. Sila ketiga “Persatuan Indonesia”, hanya akan langgeng bila landasannya ketuhanan.

Sila keempat “Kerakyatan yang di Pimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”, hanya akan memenuhi kriteria untuk menjadi solusi pengambil keputusan bila menjadikan masyawarah dan mufakat menjadi penyelesaian masalah dalam demokrasi bangsa Indonesia.

Dan musyawarah mufakat itu berasal dari konsep ketuhanan. Sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia”, adalah proses yang masih panjang yang dapat terwujud. Dan untuk memastikan proses tersebut berlangsung pada relnya, maka landasannya harus tetap mengacu pada sila pertama; Ketuhanan yang Maha Esa. “Maka dari itu, sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa sebagai nota prima,” tegasnya.

Dan dalam kesempatan itu, Romo menegaskan, mendukung kuat penolakan RUU HIP oleh masyarakat dan itu harus dilihat sebagai hal yang objektif. Dia juga menilai, RUU HIP ini sangat berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia. Sementara saat ini, rakyat Indonesia masih dalam ancaman wabah covid- 19.

“Jangan lagi Pancasila diotak- atik, diperas menjadi tri sila dan diperas lagi menjadi eka sila yang sesungguhnya merupakan buah pikiran dan ide Soekarno. Karenanya, RUU HIP ini dapat mendegradasi atau merendahkan kearifan dan sikap kenegarawan Soekarno sebagai Proklamator menjadi sebagai simbol partai dengan tujuan fragmatis saat ini. Maka selayaknya RUU HIP ini dibatalkan saja,” pungkasnya. (adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/