25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Perjuangan PT Jui Shin Indonesia Hampir 10 Tahun Mempertahankan Kepemilikan Lahannya

Dengan bermodal IMB, kata Juliandi, SH,MH, sekelompok pemuda itu lalu merusak pagar yang sudah dibangun PT Jui Shin Indonesia di Dusun XIX Desa Saentis, Percut Seituan. Pagar milik PT Juin Shin dibuldozer. Kemudian didirikan pagar milik PT Kawasan Industri Mabar berikut plang.

“Perbuatan mereka lalu kami laporkan ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor laporan polisi LP/264/IV/2014/SU/SPKT/ Pel.Blwn. Namun akhirnya polisi belum dapat menindaklanjuti kasus itu ke tahap penyidikan. Ujung-ujungnya, kasus tersebut jadi ngambang. Tapi hikmah dari lapor melapor ini kami mengetahui alas hak mereka karena saling menunjukan alas hak ke pihak polisi,” kata Juliandi, SH,MH.

Setelah mengetahui alas hak milik PT Kawasan Industri Mabar, kata Juliandi, SH,MH, pihaknya lantas melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam lalu memutuskan kalau sertifikat tanah yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Medan atas tanah PT Kawasan Industri Mabar tidak sah. Keputusan itu dikeluarkan pada 2 April 2014, No 36/Pdt.G/ 2013/PN-LP.

“Saat itu kita tidak gugat keseluruhan, kita hanya menggugat dua bidang tanah tempat akses kita masuk. Diterbitkan mereka dua sertifikat itu karena kami menduga mereka mau memblok kita supaya tidak bisa masuk,” ujarnya.

Dari penerbitan sertifikat tanah kepada PT Kawasan Industri Mabar, Juliandi, SH,MH, menilai Kantor Pertanahan Kota Medan melanggar PP 24 Tahun 1997, dimana hanya boleh mengeluarkan sertifikat tanah pada wilayah administrasi kerjanya. “Tanah yang kami beli di akses pintu masuk itu milik Pak Wagimin yang berada di Desa Saentis, Percut Seituan,” kata Juliandi, SH,MH.

Berjalannya waktu, hingga pada tahun 2016, lanjut Juliandi, SH,MH, pihaknya melihat ada penayangan sebuah iklan di salah satu media cetak di Kota Medan, mengumumkan klaim tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. Bahwa di atas tanah lokasi itu ada permohonan orang lain atas nama PT Kawasan Industri Mabar untuk diterbitkan HGB.

“Begitu kami melihat pengumuman koran itu, kami melayangkan surat protes dan sanggahan ke Kantor Pertanahan Kota Medan. Tetapi keberatkan kami diabaikan,” ujarnya.

Padahal secara SOP pertanahan, kata Juliandi, SH,MH, pemberian atau penerbitan hak di atas objek tanah hanya dapat diberikan jika sudah clear and clean atau tidak ada sengketa atau masalah. Apalagi kalau objek tanah yang sama, maka tidak boleh memproses sertifikat tersebut.

Tak hanya sampai di situ, kata Juliandi, SH,MH, kemudian tahun 2017 keluarlah 13 HGB tanah luasnya 17,5 hektare oleh Kantor Pertanahan Kota Medan untuk PT Kawasan Industri Mabar. Namun HGB dipecah-pecah menjadi dua hektare. “Ini juga salah, tidak boleh memecah karena dalam hamparan tanah yang sama,” ujar Juliandi, SH,MH.

Pihak PT Jui Shin Indonesia tak tinggal diam. Mereka mengadukan hal tersebut ke BPN Pusat hingga ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2021.

“Saya paparan di Kementrian lalu dibentuk Tim Khusus Wakil Menteri. Ada 7 hingga 8 kali saya paparan dengan membawa data. Baru pada 8 September 2022, Kementerian percaya sama kami, maka kami disuruh buat pengaduan resmi ke Kementerian,” kata Juliandi, SH,MH.

Pengaduan tersebut, lanjut Juliandi, SH,MH, ditindaklanjuti Wamen dengan membuat nota dinas ke Dirjen 7 (Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan). Namun tidak ada pergerakan sama sekali. Pihaknya lantas melapor lagi ke Wamen. Oleh Wamen kemudian dibuatlah nota dinas kepada Irjen agar bisa dilakukan audit terhadap 13 HGB tersebut. “Oleh Irjen kemudian ditindakanjuti nota dinas dengan dilakukan audit,” kata Juliandi, SH,MH.

Kemudian pada 23 Desember 2022, lanjut Juliandi, SH,MH, keluarlah hasil audit yang menginstruksikan Kantor Pertanahan Wilayah Sumut dan Kantor Pertanahan Kota Medan agar menutup berkas, mengembalikan berkas, dan menghapus seluruh daftar isian yang telah terbit atas 13 HGB klaim dari PT Kawasan Industri Mabar, serta menginstruksikan memblokir internal terhadap 13 HGB itu.

“Bahkan diinstruksikan pembatalan sertifikat. Dari 13 HGB malah ada 3 sertifikat tanah tumpang tindih dengan tanah kami yang dikeluarkan oleh Deliserdang. Padahal sertifikat kami dikeluarkan Kantor Pertanahan Deliserdang tahun 1998. Sementara mereka tahun 2017, dan secara norma jika ada 2 (dua) sertifikat tanah di lokasi yang sama salah satu pasti salah, dan sertifikat tanah yang lebih terdahulu (lebih awal) terbit adalah yang benar,” urai Juliandi, SH,MH.

Dengan bermodal IMB, kata Juliandi, SH,MH, sekelompok pemuda itu lalu merusak pagar yang sudah dibangun PT Jui Shin Indonesia di Dusun XIX Desa Saentis, Percut Seituan. Pagar milik PT Juin Shin dibuldozer. Kemudian didirikan pagar milik PT Kawasan Industri Mabar berikut plang.

“Perbuatan mereka lalu kami laporkan ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor laporan polisi LP/264/IV/2014/SU/SPKT/ Pel.Blwn. Namun akhirnya polisi belum dapat menindaklanjuti kasus itu ke tahap penyidikan. Ujung-ujungnya, kasus tersebut jadi ngambang. Tapi hikmah dari lapor melapor ini kami mengetahui alas hak mereka karena saling menunjukan alas hak ke pihak polisi,” kata Juliandi, SH,MH.

Setelah mengetahui alas hak milik PT Kawasan Industri Mabar, kata Juliandi, SH,MH, pihaknya lantas melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam lalu memutuskan kalau sertifikat tanah yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Medan atas tanah PT Kawasan Industri Mabar tidak sah. Keputusan itu dikeluarkan pada 2 April 2014, No 36/Pdt.G/ 2013/PN-LP.

“Saat itu kita tidak gugat keseluruhan, kita hanya menggugat dua bidang tanah tempat akses kita masuk. Diterbitkan mereka dua sertifikat itu karena kami menduga mereka mau memblok kita supaya tidak bisa masuk,” ujarnya.

Dari penerbitan sertifikat tanah kepada PT Kawasan Industri Mabar, Juliandi, SH,MH, menilai Kantor Pertanahan Kota Medan melanggar PP 24 Tahun 1997, dimana hanya boleh mengeluarkan sertifikat tanah pada wilayah administrasi kerjanya. “Tanah yang kami beli di akses pintu masuk itu milik Pak Wagimin yang berada di Desa Saentis, Percut Seituan,” kata Juliandi, SH,MH.

Berjalannya waktu, hingga pada tahun 2016, lanjut Juliandi, SH,MH, pihaknya melihat ada penayangan sebuah iklan di salah satu media cetak di Kota Medan, mengumumkan klaim tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. Bahwa di atas tanah lokasi itu ada permohonan orang lain atas nama PT Kawasan Industri Mabar untuk diterbitkan HGB.

“Begitu kami melihat pengumuman koran itu, kami melayangkan surat protes dan sanggahan ke Kantor Pertanahan Kota Medan. Tetapi keberatkan kami diabaikan,” ujarnya.

Padahal secara SOP pertanahan, kata Juliandi, SH,MH, pemberian atau penerbitan hak di atas objek tanah hanya dapat diberikan jika sudah clear and clean atau tidak ada sengketa atau masalah. Apalagi kalau objek tanah yang sama, maka tidak boleh memproses sertifikat tersebut.

Tak hanya sampai di situ, kata Juliandi, SH,MH, kemudian tahun 2017 keluarlah 13 HGB tanah luasnya 17,5 hektare oleh Kantor Pertanahan Kota Medan untuk PT Kawasan Industri Mabar. Namun HGB dipecah-pecah menjadi dua hektare. “Ini juga salah, tidak boleh memecah karena dalam hamparan tanah yang sama,” ujar Juliandi, SH,MH.

Pihak PT Jui Shin Indonesia tak tinggal diam. Mereka mengadukan hal tersebut ke BPN Pusat hingga ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2021.

“Saya paparan di Kementrian lalu dibentuk Tim Khusus Wakil Menteri. Ada 7 hingga 8 kali saya paparan dengan membawa data. Baru pada 8 September 2022, Kementerian percaya sama kami, maka kami disuruh buat pengaduan resmi ke Kementerian,” kata Juliandi, SH,MH.

Pengaduan tersebut, lanjut Juliandi, SH,MH, ditindaklanjuti Wamen dengan membuat nota dinas ke Dirjen 7 (Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan). Namun tidak ada pergerakan sama sekali. Pihaknya lantas melapor lagi ke Wamen. Oleh Wamen kemudian dibuatlah nota dinas kepada Irjen agar bisa dilakukan audit terhadap 13 HGB tersebut. “Oleh Irjen kemudian ditindakanjuti nota dinas dengan dilakukan audit,” kata Juliandi, SH,MH.

Kemudian pada 23 Desember 2022, lanjut Juliandi, SH,MH, keluarlah hasil audit yang menginstruksikan Kantor Pertanahan Wilayah Sumut dan Kantor Pertanahan Kota Medan agar menutup berkas, mengembalikan berkas, dan menghapus seluruh daftar isian yang telah terbit atas 13 HGB klaim dari PT Kawasan Industri Mabar, serta menginstruksikan memblokir internal terhadap 13 HGB itu.

“Bahkan diinstruksikan pembatalan sertifikat. Dari 13 HGB malah ada 3 sertifikat tanah tumpang tindih dengan tanah kami yang dikeluarkan oleh Deliserdang. Padahal sertifikat kami dikeluarkan Kantor Pertanahan Deliserdang tahun 1998. Sementara mereka tahun 2017, dan secara norma jika ada 2 (dua) sertifikat tanah di lokasi yang sama salah satu pasti salah, dan sertifikat tanah yang lebih terdahulu (lebih awal) terbit adalah yang benar,” urai Juliandi, SH,MH.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/