MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tahun ajaran baru 2021/2022 bakal dimulai pada Senin (12/7), pekan depan. Namun dipastikan, pembelajaran tatap muka (PTM) belum dapat dilakukan. Proses belajar mengajar masih dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau online.
Wali Kota Medan, M Bobby Afif Nasution mengatakan, belum dilaksanakannya PTM pada bulan ini, sesuai dengan instruksi Gubsu Edy Rahmayadi yang meminta agar PTM tidak diterapkan bulan ini karena penyebaran Covid-19 di Sumut masih relatif tinggi.
“Sudah saya konfirmasi dari Dinas Pendidikan (Kota Medan), belajar akan dimulai secara daring, tidak ada belajar tatap muka di Bulan Juli ini,” kata Bobby Nasution kepada wartawan di Balai Kota, Senin (5/7).
Dikatakan Bobby, direncanakan PTM akan digelar pada Agustus mendatang. “Atensi dari Bapak Gubernur sudah memerintahkan kita, (belajar) tatap muka dimulai nanti bulan 8 (Agustus). Atas atensi Pak Gubernur itu, kami Pemko Medan mengikuti,” ujarnya.
Namun begitu, terang Bobby, Pemko Medan telah menyiapkan sarana dan prasarana di setiap sekolah di Kota Medan. Hal itu sebagai persiapan, apabila PTM jadi digelar. “Karena kita tidak mungkin grasak-grusuk menyiapkannya. Oleh karena itu kemarin, kita tetap laksanakan simulasi apabila diperkenankan sekolah tatap muka. Kita sedia payung sebelum hujan, kita tidak mau keselamatan anak-anak kita terancam,” terangnya.
Selain itu, Bobby juga menegaskan, jika dirinya telah memberikan instruksi kepada dinas terkait soal penerapan prokes PTM di Kota Medan. Disebutnya, hal itu bukan hanya tanggungjawab Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, tetapi juga harus ada peran dari Dinas Perhubungan. “Kita tidak mau di sekolahnya aman, tapi di angkutan umumnya malah tidak aman dan jadi penyebaran virus. Ini sudah saya intruksikan juga ke dinas perhubungan,” katanya.
Demokrat Dukung Gubsu Tunda PTM
Sementara, DPD Partai Demokrat Sumatera Utara mendukung kebijakan Gubsu Edy Rahmayadi yang kembali menunda pelaksanaan belajar tatap muka yang semula dijadwalkan 12 Juli 2021. “Penundaan ini sangat tepat karena belajar tatap muka di sekolah bisa berpotensi menciptakan kluster baru penyebaran Covid-19. Apalagi saat ini terjadi lonjakan pasien Covid menyusul munculnya varian baru,” kata Plt Ketua DPD Partai Demokrat Sumut, Herri Zulkarnain kepada wartawan, Senin (5/7).
Meski demikian, Dinas Pendidikan dan pihak pengelola sekolah baik negeri maupun swasta diminta memperkuat proses belajar mengajar sistem daring atau online agar mutu pendidikan di Sumut tidak turun. “Sudah setahun lebih anak-anak kita mengikuti belajar sistem daring. Tentu dengan waktu yang sudah cukup lama itu seharusnya para guru dan siswa lebih nyaman menjalaninya dan wajar dinas pendidikan melakukan evaluasi agar semakin baik,” ucapnya
Herri juga berharap seluruh orangtua siswa memberikan perhatian dan pendampingan kepada anaknya agar belajar daring bebar-benar berjalan optimal sehingga anak-anak memahami dan menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
“Salah satu yang harus diperhatikan agar belajar daring betul-betul tidak menurunkan mutu pendidikan adalah dengan menggelorakan semangat belajar daring, baik kepada siswa maupun guru. Jangan sampai belajar daring hanya sebagai sebuah rutinitas bekaka,” ucapnya.
Secara khusus, Herri berharap seluruh warga Sumut untuk betul- betul menjalankan protokol kesehatan agar pandemi covid tidak semakin melonjak melainkan menurun sehingga proses belajar tatap muka yang sudah sangat diinginkan oleh banyak fihak bisa dilaksanakan di Sumut.
Awas Learning Loss Gelombang II
Ketua Umum Pengurus Pusat Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli mengingatkan pemerintah, gagalnya PTM dilaksanakan pada bulan ini, berpotensi mengakibatkan terjadinya learning loss gelombang kedua. Untuk itu, dia meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mewaspadainya.
Penundaan PTM ini membuat anak-anak harus kembali menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Padahal, kata Ketua Umum Pengurus Pusat Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli, sebelumnya Mendikbudristek Nadiem Makarim mengakui kegagalan PJJ di Indonesia sehingga terjadi learning loss pada akhir 2020. ’’Dia berharap Januari 2021 PTM bisa kembali digelar agar kondisi learning loss tidak terulang,’’ ujarnya kemarin (4/7).
Namun, dengan kondisi saat ini, Ramli tidak bisa berharap banyak. Sebab, pada Januari PTM tak bisa dilaksanakan secara maksimal. Bahkan, sejumlah uji coba PTM saat ini dihentikan. Terlebih, setelah pelaksanaan PPKM darurat, otomatis sekolah di Jawa-Bali tak bisa menyelenggarakan PTM terbatas. ’’Tantangan akan semakin parah karena serangan kedua Covid-19 ini mulai rentan bagi anak,’’ ungkapnya.
Ramli mengatakan, sebetulnya dampak learning loss tidak akan berhenti sekalipun sekolah dibuka dan diadakan PTM. Apalagi jika tidak ada kebijakan terkait pemulihan kemampuan belajar terlebih dahulu.
Berdasar penelitian Michelle Kaffenberger, dampak learning loss secara global pada peserta didik sangat besar terjadi pada siswa sekolah dasar. Dia menjelaskan bahwa siswa kelas III SD yang melewatkan waktu belajar enam bulan berpotensi kemampuannya tertinggal 1,5 tahun. Kemudian, siswa kelas I SD yang tidak belajar dalam waktu enam bulan akan mengalami ketertinggalan hingga 2,2 tahun. Learning loss juga berdampak panjang sehingga mengakibatkan masalah ekonomi dan sosial di masa depan.
Misalnya, siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 1,5 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 15 persen saat dewasa. Sementara itu, siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 2 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 20 persen saat dewasa.
Untuk mencegah learning loss, Ramli menyarankan para guru masuk ’’bengkel’’. Sebab, salah satu masalah serius PJJ di Indonesia pada awal pandemi adalah guru yang tidak mampu menggunakan teknologi. Setidaknya, ada lebih dari 60 persen guru yang tidak paham teknologi yang kemudian berakibat pada buruknya kualitas PJJ. “Data yang kami miliki, hanya 5,7 persen guru yang memiliki kemampuan dan kreativitas yang baik untuk menyajikan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan tetap berkualitas,’’ paparnya.
Sementara itu, 33 persen di antaranya bisa menggunakan teknologi dalam PJJ dengan kualitas seadanya. Karena itu, dia mengusulkan agar Kemendikbudristek menghentikan sementara seluruh proses belajar-mengajar. Tujuannya, yang dilatih dan melatih bisa berkonsentrasi penuh menemukan metode mengajar yang paling efektif secara digital. (map/adz/jpc)