27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Hubungan Ryamizard & Gatot Renggang

Heli Agusta Westland AW 101.

Sementara itu,  Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, selama ini tidak pernah ada masalah di dunia pertahanan. Ini baru pertama kali terjadi di pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Masalah ini tadinya laten tapi kemudian jadi manifes dengan pertemuan kemarin. Karena terbuka, dan sebagian diucapkan telah didengarkan oleh publik,” sambungnya.

Hanafi menjelaskan yang menjadi polemik adalah, ada perbedaan tafsir di Permen Nomor 28/2015 itu. Menhan menilai bahwa Kemenhan yang mengatur segalanya. Dalam hal ini, mereka sebagai kuasa pengguna anggaran termasuk dalam pengadaan alutsista.  “Oleh Kemhan, TNI ini yang penting jalani saja, sementara Panglima berdasarkan undang-undang menafsirkan punya kewenangan untuk alutsista yang dianggap strategis sesuai dengan renstra yang sudah disepakati dengan kementerian itu. Disconnect-nya di sini,” tutur politikus Partai PAN itu.

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu angkat bicara soal keluhan panglima TNI terkait kewenangannya yang dipangkas melalui Peraturan Menteri Pertahanan. Menhan memastikan, tidak ada persoalan mengenai kewenangan dalam penggunaan anggaran pertahanan. Sebab, bagaimanapun yang diserahi anggaran oleh negara adalah Kemhan.

“Saya pengguna anggaran,” tegas  Ryamizard saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/2).

Dia memastikan, semua memiliki kewenangan sesuai porsinya dalam hal anggaran.  Anggaran pertahanan dialokasikan oleh Menkeu kepada pihaknya selaku pengguna anggaran.  Dari situ, dialokasikan anggaran tersebut kepada lima institusi. Masing-masing Kemhan, Mabes TNI, dan tiga matra. TNI AD, AL, dan AU. Untuk TNI, tentunya melalui Panglima atau Kasum. Sementara, di tiga matra melalui masing-masing kepala staf. “Itu kuasa pengguna anggaran. Kuasa dari saya,”  lanjutnya. Masing-masing institusi sudah diberikan alokasi anggaran.

Disinggung apakah reaksi Panglima TNI saat di Komisi I berlebihan, mantan KSAD itu menampiknya. Dia menilai reaksi panglima biasa saja, dan meminta agar persoalan tersebut tidak dibesar-besarkan. “Dari dulu saya nggak pernah ribut. Jangan buat saya ribut,” tambahnya.

Sementara itu, berkaitan dengan pembelian helikopter AW-101, Ryamizard tidak banyak berkomentar. Dia hanya menjelaskan, awalnya helikopter itu memang untuk keperluan RI-1. Karena untuk Presiden, maka pengadaannya lewat Kemensetneg. Bukan Kemhan. “Presiden nggak setuju, karena memang mahal. Jadi ditarik lagi (pengajuannya),” ucapnya.

Bila dilihat dari sisi kebutuhan, TNI AU memang memerlukan helikopter tersebut. Harga yang mahal menjadi kendala tersendiri. “Kalau kita sudah bisa buat di PT DI (Dirgantara Indionesia), kenapa nggak PT DI saja. itu maunya presiden,”  tambah Ryamizard. Belakangan, helikopter tersebut akhirnya tetap dibeli untuk digunakan sebagai heli angkut.

Di tempat terpisah, KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto kemarin mendatangi Kemensetneg. Dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menginvestigasi pembelian helikopter AW-101. TNI AU akan menginvestigasi sejak dari perencanaan, termasuk mekanisme pengadaan helikopter tersebut.

Menurut dia, anggaran yang digunakan untuk membeli helikopter tersebut merupakan anggaran TNI AU. Bukan anggaran Setneg. Pengadaannya juga merupakan pengadaan TNI AU. Kemenhan hanya sebatas dukungan administrasi.  “Untuk bisa mencairkan semuanya kan administrasinya dari Kementerian Pertahanan,”  terangnya.

Heli Agusta Westland AW 101.

Sementara itu,  Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, selama ini tidak pernah ada masalah di dunia pertahanan. Ini baru pertama kali terjadi di pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Masalah ini tadinya laten tapi kemudian jadi manifes dengan pertemuan kemarin. Karena terbuka, dan sebagian diucapkan telah didengarkan oleh publik,” sambungnya.

Hanafi menjelaskan yang menjadi polemik adalah, ada perbedaan tafsir di Permen Nomor 28/2015 itu. Menhan menilai bahwa Kemenhan yang mengatur segalanya. Dalam hal ini, mereka sebagai kuasa pengguna anggaran termasuk dalam pengadaan alutsista.  “Oleh Kemhan, TNI ini yang penting jalani saja, sementara Panglima berdasarkan undang-undang menafsirkan punya kewenangan untuk alutsista yang dianggap strategis sesuai dengan renstra yang sudah disepakati dengan kementerian itu. Disconnect-nya di sini,” tutur politikus Partai PAN itu.

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu angkat bicara soal keluhan panglima TNI terkait kewenangannya yang dipangkas melalui Peraturan Menteri Pertahanan. Menhan memastikan, tidak ada persoalan mengenai kewenangan dalam penggunaan anggaran pertahanan. Sebab, bagaimanapun yang diserahi anggaran oleh negara adalah Kemhan.

“Saya pengguna anggaran,” tegas  Ryamizard saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/2).

Dia memastikan, semua memiliki kewenangan sesuai porsinya dalam hal anggaran.  Anggaran pertahanan dialokasikan oleh Menkeu kepada pihaknya selaku pengguna anggaran.  Dari situ, dialokasikan anggaran tersebut kepada lima institusi. Masing-masing Kemhan, Mabes TNI, dan tiga matra. TNI AD, AL, dan AU. Untuk TNI, tentunya melalui Panglima atau Kasum. Sementara, di tiga matra melalui masing-masing kepala staf. “Itu kuasa pengguna anggaran. Kuasa dari saya,”  lanjutnya. Masing-masing institusi sudah diberikan alokasi anggaran.

Disinggung apakah reaksi Panglima TNI saat di Komisi I berlebihan, mantan KSAD itu menampiknya. Dia menilai reaksi panglima biasa saja, dan meminta agar persoalan tersebut tidak dibesar-besarkan. “Dari dulu saya nggak pernah ribut. Jangan buat saya ribut,” tambahnya.

Sementara itu, berkaitan dengan pembelian helikopter AW-101, Ryamizard tidak banyak berkomentar. Dia hanya menjelaskan, awalnya helikopter itu memang untuk keperluan RI-1. Karena untuk Presiden, maka pengadaannya lewat Kemensetneg. Bukan Kemhan. “Presiden nggak setuju, karena memang mahal. Jadi ditarik lagi (pengajuannya),” ucapnya.

Bila dilihat dari sisi kebutuhan, TNI AU memang memerlukan helikopter tersebut. Harga yang mahal menjadi kendala tersendiri. “Kalau kita sudah bisa buat di PT DI (Dirgantara Indionesia), kenapa nggak PT DI saja. itu maunya presiden,”  tambah Ryamizard. Belakangan, helikopter tersebut akhirnya tetap dibeli untuk digunakan sebagai heli angkut.

Di tempat terpisah, KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto kemarin mendatangi Kemensetneg. Dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menginvestigasi pembelian helikopter AW-101. TNI AU akan menginvestigasi sejak dari perencanaan, termasuk mekanisme pengadaan helikopter tersebut.

Menurut dia, anggaran yang digunakan untuk membeli helikopter tersebut merupakan anggaran TNI AU. Bukan anggaran Setneg. Pengadaannya juga merupakan pengadaan TNI AU. Kemenhan hanya sebatas dukungan administrasi.  “Untuk bisa mencairkan semuanya kan administrasinya dari Kementerian Pertahanan,”  terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/