MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Musa Rajekshah yang akrab disapa Ijeck, memenuhi panggilan Polda Sumut, Kamis (7/2) pagi pukul 10.00 WIB. Namun hingga tadi malam sekira pukul 20.00 WIB, abang kandung Direktur PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM) Musa Idishah alias Dodi ini masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus alih fungsi hutan lindung menjadi perkebunan sawit yang menjerat adik kandungnya Musa Idishah alias Dodi.
IJECK datang bersama beberapa orang lainnya dengan mengendarai mobil dinasnya, Toyota Land Cruiser Prado plat merah bernomor tunggal BK 2. Setibanya di Polda Sumut, Ijeck yang saat itu mengenakan pakaian batik lengan panjang turun dari mobil dinasnya. Orang nomor dua di Pemprov Sumut ini berjalan santai masuk ke dalam mako Ditreskrimsus Polda Sumut. Tanpa memberikan keterangan kepada wartawan yang telah menanti kedatangannya. “Nanti, ya,” ujar Ijeck sambil berlalu.
Tepat saat waktu istirahat dan salat Zuhur, Ijeck keluar dari gedung Dit Reskrimsus Polda Sumut. Didampingi stafnya, orang yang pernah menjabat Direktur PT ALAM ini kembali tak berkomentar soal pemeriksaan dirinya sebagai saksi.
Demikian juga ketika waktunya Salat Ashar, sekira pukul 16.00 WIB, suami dari Sri Ayu Mihari itu kembali tak mau memberi keterangan. Seperti biasa, ia hanya melempar senyum ke awak media yang sudah menunggunya untuk dimintai keterangan.
Meski begitu, sejumlah wartawan tetap setia menunggu kesediaan Ijeck memberikan keterangan. Sekira pukul 18.28 WIB, Ijeck kembali keluar dari gedung Ditreskrimsus Polda Sumut menuju masjid yang kurang lebih berjarak 10 meter. Wartawan pun langsung mendekati untuk wawancara. Akhirnnya pria murah senyum ini mau buka suara terkait pemeriksan yang dijalaninya.
Saat dicecar wartawan soal kemungkinan statusnya sebagai saksi bakal berubah, Ijeck tak bisa menjawabnya. “Kalau itu belum tahu, ya,” katanya singkat.
Sedangkan soal pernyataan Dinas Kehutanan Sumut soal status hutan yang dimanfaatkan PT ALAM menjadi kebun sawit adalah bukan hutan lindung, ia juga enggan menanggapinya. Ijeck malah meminta wartawan agar menanyakan hal tersebut kepada Dinas Kehutanan langsung. “Kalau itu tanyakan ke Dinas Kehutanan, ya,” kata dia.
Pertanyaan wartawan pun terhenti saat Ijeck mulai sampai di tangga masjid. Ia memohon agar diizinkan melaksanakan Salat Maghrib. “Nanti ya, Salat Magrib dulu,” pinta Ijeck.
Usai salat, sekira pukul 19.00 WIB, Ijeck kembali melayani pertanyaan wartawan. “Hari ini saya memenuhi panggilan Polda Sumut terkait kasus PT ALAM untuk diperiksa sebagai saksi,” ujarnya.
Ketika ditanya apa saja pertanyaan penyidik kepadanya, mantan Direktur PT ALAM ini mengatakan, cukup banyak. “Saya kurang tahu juga ada berapa ya. Nanti ditanyakan langsung saja ke penyidik,” terangnya.
Disinggung mengenai PT ALAM yang diduga melakukan penyimpangan dalam alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Langkat, dengan tersangka Dody selaku direktur PT ALAM, Ijeck menyebutkan jika hal itu masih perlu pembuktian. “Ya, mungkin Polisi ada hal tertentu ya. Silahkan saja, dan itu bisa saja. Tapi kan hukum nanti ada pembuktian ya. Yang pasti, saat ini saya hadir memenuhi undangan untuk diambil keterangannya sebagai saksi,” terangnya.
Ditanya soal, apakah pemeriksaan terkait peran dia ketika menjabat sebagai Direksi di PT Alam, ia tak membantah. “Ya diperiksa terkait perusahaan lah. Tapikan saya sudah lama tidak lagi di perusahaan itu,” akunya.
Tak berapa lama, Ijeck kembali pamit untuk kembali menjalani pemeriksaan.
Sebelumnya, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat (Kasubbidpenmas) Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan menjelaskan, kedatangan Ijeck untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi kasus alih fungsi lahan hutan lindung menjadi perkebunan sawit, oleh PT Anugerah Langkat Makmur (ALAM). “Beliau kita undang sebagai saksi, Karena beliau pernah menjabat sebagai direksi PT ALAM,” kata MP Nainggolan.
Menurut Nainggolan, Ijeck baru hadir pada panggilan kedua. Ia mengungkapkan, kemungkinan akan ada lagi yang dipanggil selain Ijeck. Pihaknya masih mendalami kasus itu. “Masih tergantung pengembangan hasil penyidikan. Tidak tertutup siapa saja,” pungkasnya.
Ultah Pernikahan
Dari penelusuran yang dilakukan, pemeriksaan yang dijalani Ijeck kemarin, ternyata tepat pada ulang tahun pernikahannya dengan Sri Ayu Mihari. Ijeck pun sempat membagikan momen perayaannya di media sosial Instagram.
“Alhamdulillah, hari ini 7 Februari 2019 usia pernikahan kami memasuki 21 tahun. Semoga Allah SWT meridhai mahligai rumah tangga kami menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, serta Allah membimbing kami dalam mendidik anak-anak menjadi shaleh/shaleha dan berguna bagi masyarakat. Amin ya Rab..,” begitu tulisan dalam keterangan foto di instagram @musa_rajekshah yang diposting pada, Kamis (7/2).
Foto itu, diposting sebelum Ijeck datang ke Polda Sumut. Dari gambar yang terlihat, perayaan digelar cukup sederhana. Ada tumpeng, kue tar dan nasi yang dibubuhi ikan mas. Beberapa kerabat tampak ikut berdoa bersama. Ijeck dan istrinya juga terlihat diupah-upah disaksikan anak-anaknya.
Polda Diminta Profesional
Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafiz meminta Polda Sumut bekerja profesional dalam penanganan kasus dugaan alih fungsi kawasan hutan yang melibatkan Direktur PT ALAM, Musa Ididshah alias Dodi Shah. “Kami pikir Polda Sumut harus membuka secara terang benderang kasus ini sehingga masyarakat mengetahui ada tidaknya pelanggaran hukum,” ujarnya menjawab Sumut Pos, Kamis (7/2).
Apalagi, imbuh dia, baik Dodi ataupun abang kandungnya Musa Rajekshah alias Ijeck, sejauh ini masih kooperatif dalam rangka memenuhi panggilan pihak kepolisian untuk pengembangan kasus tersebut. “Kita sangat berharap dalam penanganan kasus ini tidak ada embel-embel lain di luar pokok perkara yang sedang ditangani. Kami mendukung penuh penyidik kepolisian mengungkap tuntas kasus ini, sehingga masyarakat mendapat informasi yang jernih atas penindakan yang dilakukan,” katanya.
Sepanjang pengalamannya bertugas di Komisi A, dirinya mengaku banyak menerima laporan masyarakat sekaitan masalah alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan lainnya. “Termasuk laporan masyarakat di Kabupaten Langkat, banyak sekali yang menyampaikan kepada kami. Kemudian ada juga laporan yang sama dari daerah lain menyangkut kasus alih fungsi kawasan hutan ini,” ujarnya.
Sekaitan alih fungsi kawasan hutan di Sumut, pihaknya berencana dalam waktu dekat melakukan koordinasi dengan Polda Sumut. Terlebih sudah banyak juga, laporan yang masuk ke pihaknya soal kawasan hutan dijadikan usaha perkebunan. “Kita memang harus sinergi dalam hal ini sehingga tidak ada lagi kawasan hutan di Sumut yang diperuntukkan di luar fungsinya,” pungkasnya.
Bukan Kawasan Hutan Lindung
Kepala Dinas Kehutanan Sumut, Harlen Purba mengatakan, tiga kecamatan di Kabupaten Langkat yaitu Seilepan, Brandan Barat dan Besitang tidak masuk kawasan hutan lindung, melainkan berstatus produksi hutan terbatas. “Di area pantai dari wilayah tersebut merupakan kawasan hutan lindung, sedangkan di tiga kecamatan seperti dugaan Poldasu atas operasional PT ALAM berada pada kawasan hutan produksi terbatas,” katanya menjawab wartawan di Mapolda Sumut, kemarin.
Sekaitan dugaan kasus alih fungsi kawasan hutan yang disangkakan ke PT ALAM, ia mengakui ada perusahaan lain dan kelompok masyarakat yang ikut menggarap pada tiga kecamatan tersebut. Pihaknya juga masih melakukan pemetaan terhadap adanya perusahaan lain maupun masyarakat yang mengalihfungsi kawasan tersebut.
“Ya, ada pihak-pihak lain selain PT ALAM yang memanfaatkan kawasan tersebut sebagai lahan perkebunan. Sebab sejak 1 Januari 2017, kewenangan terkait hutan lindung baru menjadi tanggung jawab provinsi. Makanya kami sedang berkoordinasi dengan Pemkab Langkat untuk informasi detilnya,” pungkasnya.
Pernyataan Harlen ini turut dikuatkan sebelumnya melalui Kepala Bidang Penatagunaan Hutan Dishut Sumut, Effendi Pane. Pane mengakui pada ketiga titik yang terdapat operasional PT ALAM, masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas. “Kami memang gak tahu persis karena kami tidak punya peta perusahaan tersebut. Tetapi bersama pihak Poldasu kemarin kami sudah pernah turun ke lapangan untuk mengambil titik-titiknya. Dan dari hasil (tinjauan), kawasan (operasional PT ALAM) itu masuk area hutan produksi terbatas,” katanya, Jumat (1/2) lalu.
Adapun ketiga titik yang pihaknya tinjau bersama Subdit Tipiter Polda Sumut belum lama ini, yaitu berada di Kecamatan Seilepan, Brandan Barat dan Besitang. Pada titik-titik tersebut, ungkap Pane, sebagaimana temuan pihaknya waktu di lapangan dikelola PT Alam dimana kawasan dimaksud sudah beralih menjadi perkebunan kelapa sawit. “Tapi temuan lain ada juga masyarakat yang ikut menggarap. Eksistingnya hampir sama, artinya ada juga kelompok warga yang memiliki kebun pada areal hutan di sana,” katanya.
Namun ia mengungkapkan, saat ini kendala pihaknya dalam melakukan pemetaan untuk mengetahui siapa saja oknum yang melakukan alih fungsi areal hutan di sana, tidak lagi dapat ditemui kelompok masyarakat penggarapnya. “Orang-orangnya itu tidak kita jumpai lagi, di situ susahnya. Kemungkinan sejak kasus ini mencuat, mereka tidak berada di sana lagi. Orang-orangnya sudah kosong di sana, siapa lagi yang mau ditanya. Jadi kami tidak tahu punya siapa saja. Tapi melalui UPT kami di sana, kami akan terus melakukan pemantauan dan mengidentifikasi,” katanya.
Pihaknya berkomitmen proses identifikasi dan pemetaan tersebut akan dilakukan secepatnya. Mengingat kasus ini sudah menjadi atensi dan dikonsumsi oleh publik. “Kita memang akan cari tahu dulu informasinya. Makanya sekarang kita mencoba melalui UPT melakukan mapping. Apalagi kondisi sekarang ini agak sulit juga kita menemui orang-orangnya. Tapi pasti akan kita petakan dan lebih cepat akan lebih baik karena ini sudah jadi pemberitaan,” ujarnya. (dvs/prn)