28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Dewi dan Sartika, Mampu Mengapung Telentang Selama 90 Menit

Usia Tiga Bulan Sudah Dilempar ke Laut

Dua kakak beradik, Dewi Sari Nanang Wulan (10) dan adiknya Lousiana Dewi Sartika (9), dapat mengapung dengan posisi telentang tanpa menggunakan alat bantu di air selama 90 menit. Namun bila atraksi itu dilakukan di air asin, keduanya dapat mengapung lebih lama. Selanjutnya?

Kemampuan itu tidak datang dengan sendiri, tapi melalui pelatihan rutin. Dengan latihan empat kali seminggu, khusus Sabtu dan Minggu latihan bersama ayahnya, Kombes Pol Heri Subiansaori, Wulan dan Dewi memiliki kemampuan yang tak banyak dimiliki orang. Sebelum mengasah kemampuan mengapung di atas air, keduanya terlebih dahulu melakukan olahraga khusus untuk membakar kalori. Biasanya joging di treadmill dengan speed 5,5 selama 30 menit Wulan yang masih duduk di Kelas V SD memiliki tinggi 160 cm dan berat 55 Kg. Sedangkan Dewi yang duduk di Kelas III SD memiliki tinggi 155 cm dan berat 62 Kg.

Keduanya tercatat sebagai siswa SD Al-Azhar Medan. Untuk dapat ’beratraksi’ di air, keseimbangan tinggi dan berat badan harus dijaga untuk meningkatkan kemampuan mengapung itu. Dengan latihan dan pengawasan kebugaran yang ketat, keduanya tidak hannya bisa mengapung dalam waktu lama, mereka mampu berenang sejauh 6 mil.

“Sejak usia tiga bulan kedua anak saya sudah diperkenalkan dengan air dan dilatih mejaga kesimbangan. Pertama sekali kedua anak saya ini langsung saja saya lemparkan kelaut hingga mamanya (Hj Cheri, 34) marah. Padahal itu untuk menjaga kesimbangan tubuhnya,” ujar Heri yang ditemui wartawan koran ini saat melatih anaknya di lantai 17 Hotel JW Mariot Medan, Minggu (6/3) siang.

Di air bergelombang, latihan kemampuan keseimbangan Wulan dan Dewi malah lebih baik dan mengapung semakin makin enak. “Caranya mudah hannya melemaskan seluruh tubuh, tetapi jangan dibawa serius. Kalau makin serius makin cepat tenggelam. Tetapi kebanyakan anak-anak lain yang mencoba untuk mengambang seperti ini semuanya kelelep,” ucap Lousiana Dewi Sartika didalam kolam yang lahir di Amerika saat Heri menjalani pendidikan Anti teror.

Selain berlatih fisik, Heri tetap membekali anak-anaknya dengan latihan mental, pendidikan serta makanan dengan kandungan gizi yang cukup. Bahkan untuk urusan mental spiritual, upaya Heri tidak tanggung-tanggung. Wulan dan Dewi sudah diajak ke tanah suci Mekkah sebanyak tiga kali.

Dalam mempersiapkan mental terhadap anaknya, Heri mempunyai pengalaman menarik. Sewaktu tamasya ke Danau Toba, tiga anaknya yang sedang berdiri dipinggir kapal langsung ’dilemparkan’ ke danau. Si bungsu M Reza Akbar Subiansaori (3) yang belum bisa berenang sampai tenggelam.

“Mamanya marah karena dilempar hingga tenggelam sampai kedasar, nggak seperti kakaknya yang lompat-lompat. Namun, semua itu dilakukan agar Mentalnya siap dan tidak kaget dilempar, biar mereka kenal dengan air,” cetusnya dengan tawa kecil sambil berenang di kolam.

Dalam mendidik Wulan dan Dewi, Dir Binmas Poldasu ini menggunakan cara-cara keras, layaknya konsep pelatihan militer yang disesuaikan dengan umur anak. “Kita keras cuma bukan dengan kekerasan. Semua itu untuk memotivasi agar anak-anak kita siap dengan kejadian-kejadian yang ada di sekelilingnya, seperti bencana alam tsunami maupun kapal tenggelam,” terangnya.

Setiap latihan, Wulan dan Dewi yang selalu dipanggil Mbak diajarkan selalu disiplin dan menjaga setiakawan. Konsep seperti itu diterima Heri dari pimpinanya dan diajarkan kepada anak-anaknya.
“Saat latihan, bila mereka mengatakan berhenti saya langsung perintahkan teruskan. Namun, bila mereka mengatakan terus untuk latihan, saya tambah lagi waktunya 10 menit.

Itu semua merupakan cara agar mereka mengerti akan tanda kesetian apa yang diajarkan pimpinannya. Saya juga membekali mereka dengan pengetauan agama, Alquran dan Hadist, kemudian kedua orangtuanya dan yang ke tiga menghormati gurunya agar mendapat jabatan. Anak-anak tidak bisa diberi manja,” ungkapnya lagi sambil menikmati jus jeruk buatan koki Hotel.

Heri juga mengingatkan kepada anaknya, sebagai anak seorang polisi tidak boleh sombong tetap menjaga etika yang diajarkan dan diterapkan di keluarga.

“Etika yang diajarkan ketika mau naik tangga dan pada saat ayah sedang di bawah, kita permisi dengan mengatakan suwun sewu Ayah (permisi Ayah, Red) dan ketika mau makan pasti sms untuk ayah kalau mau makan duluan. Anak-anak diajarkan sopan, agar patuh kepada Allah,” bebernya lagi.

Saat wartawan koran ini menemui Wulan dan Dewi, keduanya tampak ceria. Wulan bangga menceritakan pengalamannya memakan 7 piring pizza dan tampil sebagai juara pertama dalam sebuah perlombaan di Bandung. Sedangkan Dewi pernah juara I lomba menggambar di Makasar.

Keduanya mengaku berani tampil di depan umum berkat kedisiplinan yang diterapkan kedua orangtuanya. Setiap pukul 05.00 WIB, keduanya sudah bangun dan salat subuh. Pukul 05.30 pergi ke sekolah.

“Pulang sekolah kami lanjutkan dengan mengikuti les (ekstrakurikuler) hingga sore. Jam sembilam malam belajar dengan guru pembimbing untuk persiapan belajar besok. Jam sepuluh harus tidur malam. Kalau Reza (si bungsu) tidurnya lama, ampe jam 2 pagi,” kata Wulan yang sedang bermain dipinggir kolam bersama Dewi dan Reza.

Saat ditanya manfaatnya bisa berenang sejak dini, kKeduanya menjawab agar siap sewaktu musim banjir datang. “Bisa berenang, jadi siap menghadapi banjir, seperti yang sering dilihat di teve,” ungkap Wulan lagi sambil tertawa dengan geli.

Berkat kemampuannya, Wulan dan Dewi pernah ditawari masuk Rekor Muri pada 2008 lalu. Namun, karena ada persyaratan administrasi kependudukan yang tidak terpenuhi, keduanya gagal mendapatkan sertifikat Muri.

“Muri sudah mau datang. Namun karena persyaratan tidak terpenuhi seperti KK dan lainnya. Seharusnya mereka yang mengurus, jangan saya lagi. Realisasi sudah ada namun sertifikat belum ada,” tutup Heri. (*)

Usia Tiga Bulan Sudah Dilempar ke Laut

Dua kakak beradik, Dewi Sari Nanang Wulan (10) dan adiknya Lousiana Dewi Sartika (9), dapat mengapung dengan posisi telentang tanpa menggunakan alat bantu di air selama 90 menit. Namun bila atraksi itu dilakukan di air asin, keduanya dapat mengapung lebih lama. Selanjutnya?

Kemampuan itu tidak datang dengan sendiri, tapi melalui pelatihan rutin. Dengan latihan empat kali seminggu, khusus Sabtu dan Minggu latihan bersama ayahnya, Kombes Pol Heri Subiansaori, Wulan dan Dewi memiliki kemampuan yang tak banyak dimiliki orang. Sebelum mengasah kemampuan mengapung di atas air, keduanya terlebih dahulu melakukan olahraga khusus untuk membakar kalori. Biasanya joging di treadmill dengan speed 5,5 selama 30 menit Wulan yang masih duduk di Kelas V SD memiliki tinggi 160 cm dan berat 55 Kg. Sedangkan Dewi yang duduk di Kelas III SD memiliki tinggi 155 cm dan berat 62 Kg.

Keduanya tercatat sebagai siswa SD Al-Azhar Medan. Untuk dapat ’beratraksi’ di air, keseimbangan tinggi dan berat badan harus dijaga untuk meningkatkan kemampuan mengapung itu. Dengan latihan dan pengawasan kebugaran yang ketat, keduanya tidak hannya bisa mengapung dalam waktu lama, mereka mampu berenang sejauh 6 mil.

“Sejak usia tiga bulan kedua anak saya sudah diperkenalkan dengan air dan dilatih mejaga kesimbangan. Pertama sekali kedua anak saya ini langsung saja saya lemparkan kelaut hingga mamanya (Hj Cheri, 34) marah. Padahal itu untuk menjaga kesimbangan tubuhnya,” ujar Heri yang ditemui wartawan koran ini saat melatih anaknya di lantai 17 Hotel JW Mariot Medan, Minggu (6/3) siang.

Di air bergelombang, latihan kemampuan keseimbangan Wulan dan Dewi malah lebih baik dan mengapung semakin makin enak. “Caranya mudah hannya melemaskan seluruh tubuh, tetapi jangan dibawa serius. Kalau makin serius makin cepat tenggelam. Tetapi kebanyakan anak-anak lain yang mencoba untuk mengambang seperti ini semuanya kelelep,” ucap Lousiana Dewi Sartika didalam kolam yang lahir di Amerika saat Heri menjalani pendidikan Anti teror.

Selain berlatih fisik, Heri tetap membekali anak-anaknya dengan latihan mental, pendidikan serta makanan dengan kandungan gizi yang cukup. Bahkan untuk urusan mental spiritual, upaya Heri tidak tanggung-tanggung. Wulan dan Dewi sudah diajak ke tanah suci Mekkah sebanyak tiga kali.

Dalam mempersiapkan mental terhadap anaknya, Heri mempunyai pengalaman menarik. Sewaktu tamasya ke Danau Toba, tiga anaknya yang sedang berdiri dipinggir kapal langsung ’dilemparkan’ ke danau. Si bungsu M Reza Akbar Subiansaori (3) yang belum bisa berenang sampai tenggelam.

“Mamanya marah karena dilempar hingga tenggelam sampai kedasar, nggak seperti kakaknya yang lompat-lompat. Namun, semua itu dilakukan agar Mentalnya siap dan tidak kaget dilempar, biar mereka kenal dengan air,” cetusnya dengan tawa kecil sambil berenang di kolam.

Dalam mendidik Wulan dan Dewi, Dir Binmas Poldasu ini menggunakan cara-cara keras, layaknya konsep pelatihan militer yang disesuaikan dengan umur anak. “Kita keras cuma bukan dengan kekerasan. Semua itu untuk memotivasi agar anak-anak kita siap dengan kejadian-kejadian yang ada di sekelilingnya, seperti bencana alam tsunami maupun kapal tenggelam,” terangnya.

Setiap latihan, Wulan dan Dewi yang selalu dipanggil Mbak diajarkan selalu disiplin dan menjaga setiakawan. Konsep seperti itu diterima Heri dari pimpinanya dan diajarkan kepada anak-anaknya.
“Saat latihan, bila mereka mengatakan berhenti saya langsung perintahkan teruskan. Namun, bila mereka mengatakan terus untuk latihan, saya tambah lagi waktunya 10 menit.

Itu semua merupakan cara agar mereka mengerti akan tanda kesetian apa yang diajarkan pimpinannya. Saya juga membekali mereka dengan pengetauan agama, Alquran dan Hadist, kemudian kedua orangtuanya dan yang ke tiga menghormati gurunya agar mendapat jabatan. Anak-anak tidak bisa diberi manja,” ungkapnya lagi sambil menikmati jus jeruk buatan koki Hotel.

Heri juga mengingatkan kepada anaknya, sebagai anak seorang polisi tidak boleh sombong tetap menjaga etika yang diajarkan dan diterapkan di keluarga.

“Etika yang diajarkan ketika mau naik tangga dan pada saat ayah sedang di bawah, kita permisi dengan mengatakan suwun sewu Ayah (permisi Ayah, Red) dan ketika mau makan pasti sms untuk ayah kalau mau makan duluan. Anak-anak diajarkan sopan, agar patuh kepada Allah,” bebernya lagi.

Saat wartawan koran ini menemui Wulan dan Dewi, keduanya tampak ceria. Wulan bangga menceritakan pengalamannya memakan 7 piring pizza dan tampil sebagai juara pertama dalam sebuah perlombaan di Bandung. Sedangkan Dewi pernah juara I lomba menggambar di Makasar.

Keduanya mengaku berani tampil di depan umum berkat kedisiplinan yang diterapkan kedua orangtuanya. Setiap pukul 05.00 WIB, keduanya sudah bangun dan salat subuh. Pukul 05.30 pergi ke sekolah.

“Pulang sekolah kami lanjutkan dengan mengikuti les (ekstrakurikuler) hingga sore. Jam sembilam malam belajar dengan guru pembimbing untuk persiapan belajar besok. Jam sepuluh harus tidur malam. Kalau Reza (si bungsu) tidurnya lama, ampe jam 2 pagi,” kata Wulan yang sedang bermain dipinggir kolam bersama Dewi dan Reza.

Saat ditanya manfaatnya bisa berenang sejak dini, kKeduanya menjawab agar siap sewaktu musim banjir datang. “Bisa berenang, jadi siap menghadapi banjir, seperti yang sering dilihat di teve,” ungkap Wulan lagi sambil tertawa dengan geli.

Berkat kemampuannya, Wulan dan Dewi pernah ditawari masuk Rekor Muri pada 2008 lalu. Namun, karena ada persyaratan administrasi kependudukan yang tidak terpenuhi, keduanya gagal mendapatkan sertifikat Muri.

“Muri sudah mau datang. Namun karena persyaratan tidak terpenuhi seperti KK dan lainnya. Seharusnya mereka yang mengurus, jangan saya lagi. Realisasi sudah ada namun sertifikat belum ada,” tutup Heri. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/