JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Modus Biro Umrah First Travel dalam menipu para calon jamaahnya lambat laun mulai terungkap. Para mantan agen, yang notabene menjadi ujung tombak First Travel merekrut calon jamaah, membeberkan bagaimana perusahaan yang berkantor di Jalan Radar Auri, Cimanggis, Kota Depok, itu melakukan praktik lancung terhadap korban.
Hal tersebut terungkap dalam lanjutan persidangan yang digelar kemarin (7/3) di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Total ada sembilan saksi yang dimintai keterangannya.
Mereka rata-rata mengalami kerugian mencapai lebih dari Rp 1 miliar. Turut hadir pula ketiga terdakwa yakni Andika Surrachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan.
Salah seorang saksi, Suwinra mengatakan, total dia sudah menyetor lebih dari satu miliar. Duit tersebut berasal dari sekitar 102 jamaah yang mendaftar kepadanya.
“Kami sudah setor semua, tapi gak ada kejelasan keberangkatan. Tiap kami tanya, mereka (Bos First Travel) malah minta DP lagi,” jelas dia.
Suwinra bertambah heran ketika pihak biro travel memintanya mencarikan dana. Dalih mereka, lanjut Suwinra, untuk menjaring lebih banyak pemodal.
“Terus minta kami cari investor. Loh, ini kan aneh,” lanjutnya.
Ayutik, saksi lainnya mengaku, dia dan sejumlah korban sudah curiga dengan gelagat ketiga terdakwa.
Salah satunya ketika dirinya menanyakan harga promo yang jauh lebih murah dibanding harga umrah pada umumnya. Sebab, rata-rata paket umrah di travel lain berkisar Rp 18 juta hingga Rp 20 jutaan.
Sementara First Travel sendiri membanderol paket umrah hanya Rp 14,3 juta.
“Pernah ditanya ke First Travel emang bisa harga Rp 14 jutaan berangkat karena tidak logis, terdakwa bilang rahasia perusahaan. Dia (Annisa) juga bilang, kalau borongan pasti bedalah harganya,” beber dia.
Adapun total jamaah yang hingga kini belum diberangkatkan First Travel sekitar 63 ribu jamaah. Hal tersebut berdasarkan pada sidang Senin dua pekan lalu.
Ketika itu, ketiga terdakwa mengajukan surat permohonan untuk segera dilakukan pelelangan aset-aset yang sebelumnya sudah disita. Mereka ingin hasil penjualan aset diperuntukan sebagai kompensasi para korban. (mam/ce1/JPC/ram)