MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sering membuang-buang kulit kemiri karena tak tahu mau diapakan? Di tangan tiga mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) ini, cangkang kemiri bisa disulap menjadi kanvas rem Bio Discbrake. Daya tahannya 12-14 bulan. Bandingkan dengan kanvas rem berbahan asbestos yang banyak digunakan di Indonesia saat ini, yang hanya tahan 3-4 bulan. Kanvas rem berbahan kulit kemiri ini telah meraih medali emas di berbagai negaran
Semua berawal dari kegelisahan seorang Juliaster Marbun, pemuda asal Siborong-borong penggemar sayur kol. Alumni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) USU awalnya gelisah dan iri positif melihat siswa-siswa di Pulau Jawa, yang berlomba-lomba melakukan penelitian. Tak hanya mahasiswa, bahkan siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pun rajin membuat penelitian.
“Sementara kami mahasiswa hanya gini-gini saja: kuliah pulang, kuliah pulang. Tak ada inisiatif,” ucap Juliaster, penemu kanvas rem Bio Discbrake kepada wartawan di Biro Rektor USU, Jumat (5/4) baru lalu.
Termotivasi untuk berubah, Juliaster mulai berinisiatif untuk melakukan penelitian. Persisnya tahun 2010 lalu. Mengapa memilih menciptakan inovasi dari cangkang kemiri? Ternyata terdorong arahan dari dosen pembimbingnya saat ia hendak mengerjakan tugas akhir saat itu.
“Dosen itu berkata: ‘buatlah inovasi yang dapat membantu masyarakat. Jangan seperti kawan-kawanmu berlomba-lomba kuliah negeri, berlisensi luar negeri, dan kerja di sana’,” tutur Juliaster.
Si dosen mendorong para mahasiswanya untuk membuat inovasi produk yang bermanfaat bagi orang banyak, dengan bahan baku dari limbah. “Dari arahan dosen itulah saya mulai bergerak melakukan penelitian,” ucap Juliaster.
Pikir punya pikir, Juliaster melihat potensi limbah cangkang kemiri di kampung halamannya di Kabupaten Taput. Di sana, banyak cangkang kemiri yang terbuang usai dipanen oleh petani. Cangkang itu berserakan sebagai limbah.
“Di Siborong-borong kampung saya, cangkang kemiri kalau tidak dibuang ya dibakar. Saya pikir, kenapa tidak bisa dimanfaatkan untuk hal lain? Kebetulan saya di bidang Fisika Material. Saya perhatikan cangkang kemiri itu bukan keras, tapi alot. Kayaknya bisa dijadikan ‘sesuatu’,” jelas Juliaster.
Ia pun mulai melakukan penelitian dan pengembangan kulit kemiri sebagai tugas akhir. Sambil meneliti, ia terus berkonsultasi dengan sang dosen. Kulit kemiri diteliti untuk melihat cocok dijadikan apa.
“Pertama-tama itu, saya dianggap orang gila dan kurang kerjaan. Saya mencari cara menghancurkan cangkang. Sampai tangan saya berdarah-darah dan dikira pekerja buruh kasar. Saya terus mencari alat yang bisa menghancurkan cangkang kemiri jadi partikel kecil. Kalau dibakar, cangkang hanya hangus menjadi karbon,” tutur Juliaster.
Selanjutnya, ia membentuk cangkang kemiri yang sudah hancur menjadi batangan. “Proses pembuatannya tidak terlalu lama. Yang lama itu proses penghancurannya. Setelah berhasil, kita uji kelenturannya,” katanya.
Berikutnya, mencari-cari ide pemanfaatan bahan tersebut. “Muncul ide bikin kanvas rem. Kalau bahasa di Medan disebut sepatu rem. ‘Coba kam buat sepatu rem dulu’,” ungkapnya.
Mengapa kanvas rem? Karena kanvas rem konvensional saat ini berbahan utama asbestos. Adapun asbestos – menurut hasil penelitian— menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia saat melakukan pengereman sepeda motor. Sementara batangan cangkang kemiri yang dibuatnya, memiliki kelenturan yang cocok dan kealotan yang pas untuk menggantikan asbestos.
Juliaster dengan ilmu yang diperolehnya selama kuliah, terus meneliti dan mengembangkan batangan cangkang kemiri menjadi Bio Discbrake.
Untuk membantunya, ia membentuk tim Schneider USU, komunitas mahasiswa berprestasi dari beberapa fakultas di USU. Ada dari Fakutas Teknik, Perawatan, Kedokteran Gigi, Pertanian, dan Ekonomi. Tim dibentuk pada Februari 2016 lalu. Tujuan tim, mengembangkan penelitian skala nasional maupun internasional, untuk membangun Sumatera Utara berbasis pendidikan yang diperoleh dari bangku perkuliahan di Kampus USU.
Khusus untuk inovasi cangkang kemiri, Juliaster fokus mengembangkannya bersama dua mahasiswa sebagai anggota tim, yakni Winelda Mahfud Zaidan Haris dari Fakultas Kedokteran Gigi angkatan 2015, dan Wahid Nurhayat dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam angkatan 2017. Juliaster menjadi pembimbing.
Hasilnya, inovasi kanvas rem berbahan kulit kemiri yang lebih tahan lama dalam penggunaan alat pengerem pada sepeda motor. Aman bagi pengendara maupun lingkungan.
Tim pun membawa hasil karya mereka ke berbagai ajang internasional. Di antaranya 22nd Moscow International Salon of Inventions and Innovative Technologies Archimedes yang digelar di Moscow, Rusia berlangsung, sejak 26-29 Maret 2019. Di sana, Tim USU ini berhasil menyabet 3 medali emas dan 1 piala khusus dari Pemerintah Rusia sendiri.
Sebelumnya, kanvas rem produk Bio Discbrake tersebut sudah mengikuti kompetisi di lima negara dan 18 kota. Hasilnya, di India mendapatkan medali emas, di Malaysia mendapatkan double gold, di Jepang mendapatkan runner up, di Amerika mendapatkan emas, dan terakhir di Rusia mendapatkan tiga emas dan satu piala.
Emas itu, menurut mereka bukan hanya dipersembahkan untuk USU, tapi juga untuk di Indonesia.
Akan Diproduksi Massal
Winelda Mahfud Zaidan Haris selaku Chief Executive Officer (CEO) dan Wahid Nurhayat selaku Chief Techinal Officer (CTO) startup ‘Scandlenut’, dengan pembimbing Juliaster Marbun, berencana memproduksi massal kanvas rem dari kulit kemiri ini.
“Lewat kompetisi itu, kami menerima investasi dengan dana besar untuk melanjutkan penelitian. Kanvas rem ini sudah kami patenkan dan patennya tidak akan dijual,” kata Haris.
Ia menyebutkan, ada sejumlah perusahaan ternama internasional yang bersedia membeli lisensi dan hak paten kanvas rem ini. Mereka mau menjadi investor dalam pengembangan kanvas ini secara komersil.
Tapi tim menolak. “Insyaallah, perusahaan pertama akan diproduksi oleh USU,” sebut Haris.
Keunggulan kanvas rem yang mereka ciptakan, kata dia, bisa bertahan dalam penggunaan dari 12-14 bulan. “Kanvas rem kulit kemiri ini memiliki daya pemakaian dua kali lipat dibandingkan dengan abestos yang dijual di pasaran saat ini. Ketika gaya gesek, suhu ‘kan semakin meningkat. Kalau kanvas rem berbahan asbestos tahan 3-4 bulan, cangkang kemiri tahan 12-14 bulan,” katanya.
Tapi ia mengingatkan kultur pengendara di Indonesia, di mana kalau rem belum bunyi, belum diganti. “Berbahaya itu. Di luar negeri ada regulasi. Dapat didenda jika tidak diganti secara berkala,” jelasnya.
Haris mengungkapkan, penggunaan kanvas rem berbahan asbestos sebenarnya sudah dilarang di puluhan negera di dunia. Karena dinilai berdampak bagi kesehatan pengguna kendaraan bermotor. “Asbestos sudah dilarang di 60 negera. Di Indonesia, kini kami akan menggalakkan pemakaian kanvas rem berbahan cangkang kemiri,” pungkasnya.
Tim mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor USU, Prof Runtung Sitepu, dan jajarannya, Pemerintah Indonesia, dan Keduataan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Rusia, dan seluruh masyarakat Indonesia, yang mendukung mereka melakukan penelitian dan pengembangan.
Di mana selama tim mengikuti ajang kompetisi tingkat internasional, mulai tingkat di Asean, Asia, hingga Eropa, seluruh biaya ditanggung pihak kampus. Juga mendapat support dari Rektor USU dan Wakil Rektor USU. “Baik transportasi, akomodasi, dan uang saku, semua ditanggung USU,” ucap Wahid.
Sebagai ungkapan terimakasih, mereka tidak akan pernah menjual hak paten dari kanvas rem karya tersebut ke perusahaan lain. Tapi akan dikembangkan sendiri dengan memproduksi secara massal di USU.
“Kami memiliki juang tinggi untuk mengharumkan nama USU. Karena yang diberikan USU sangat banyak, maka pengembangan karya kami ini akan dilakukan di USU,” kata Wahid Nurhayat,
Mereka berencana mengembangkan kanvas rem untuk berbagai jenis roda dua yang digunakan di Indonesia ini. “Pasar tanah air saat ini sangat potensial, karena banyak warga yang mengendarai sepeda motor,” katanya.
Untuk tahap awal, rencananya akan diproduksi sebanyak 2.000 batang kanvas pada empat bulan pertama. Sumber dana dari Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Kemenristek.
“Untuk rencana pemasaran, akan menargetkan dari bussines to bussines. Oleh karena itu kami berharap kerjasama dengan perusahan-perusahaan yang bergerak di bidang sparepart,” ungkapnya.
Rencananya, kanvas ini akan dibandrol di pasar sebesar Rp35 ribu. Segmen pemasaran di Indonesia. “Arab Saudi dan Thailand juga tertarik dengan inovasi ini,” cetusnya bangga.
Mengenai bahan produksi, mereka tidak khawatir bakal kurang. Karena stok cangkang kemiri si Sumut banyak. Juliaster sendiri selaku pembimbing, telah melakukan pengecekan langsung ke 33 Kabupaten/Kota di Sumut. Hasilnya, ada 21 daerah yang memiliki perkebunan kemiri dan panen dilakukan secara bertahap. “Jadi, kanvas rem ini bisa diproduksi massal,” katanya.
Rektorat Ikut Bangga
Wakil Rektor (WR) I USU, Prof. Rosmayati, mengungkapkan rasa bangga atas prestasi yang diraih mahasiswanya di ajang internasional. “Bonus dalam waktu dekat akan diberikan pihak rektorat kepada mereka,” katanya.
Rosmayati mengatakan, USU juga tertarik dengan kanvas rem yang diciptakan para mahasiswa. Namun soal produksi massal, menurutnya, akan dibicarakan bersama rektorat USU. “Pada intinya, inovasi tersebut diminati banyak pihak. Namun jangan sampai patennya dijual,” ucap Rosmayati.
Ia menegaskan, akan terus mengembangkan penelitian dan riset sesuai kebutuhan masyarakat dan kebutuhan industri. Sedangkan mahasiswa berprestasi akan didukung dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan perkuliahan ke Strata 2.
“Untuk Juliaster Marbun, Pak Rektor sudah meminta dirinya menjadi dosen di USU. Saat ia sedang menyelesaikan S2. Bila dia di USU, tentu dapat membimbing adik-adiknya untuk terus melakukan penelitian,” kata Rosmayati. (gus/mea)