25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Lurah: Penggarap Dapat 40 Persen Itu Sudah Lumayan

Foto: Istimewa
Wagubsu, Nurhajizah Marpaung foto bersama staf ahli Gubsu bidang ekonomi, keuangan, pembangunan, aset dan Sumber Daya Alam (SDA), Binsar Situmorang, Kepala Divisi Pengembangan Jalan Tol PT Hutama Karya, Rizal Sutjipto serta tim dari PT Hutama Karya dan Kanwil BPN Sumut, saat meninjau jalan tol Medan-Binjai, Rabu (6/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lurah Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, Maulana Harahap meminta warganya yang terdampak proyek seksi 1 jalan tol Medan-Binjai tidak terprovokasi pihak lain. Dia berharap, kisruh soal bagi hasil uang ganti rugi diselesaikan dengan baik. “Saat ini, warga dan pemilik sertifikat tanah masih tahap mediasi. Semoga dalam waktu dekat ada solusi, dan tidak sampai ke jalur konsinyasi di pengadilan,” ujar Maulana, Minggu (1/10).

Bagi hasil ganti rugi tanah senilai Rp1,9 juta per meter, bilang Maulana, sebenarnya sudah hampir selesai. Namun anehnya, belakangan warga penggarap malah tidak terima dengan nilai 40 persen yang ditawarkan pemilik sertifikat tanah. “Pemilik minta 60 persen, warga 40 persen. Berarti warga dapat Rp700 ribu per meter. Jika pembayaran ganti rugi dititipkan ke pengadilan, bisa tak dapat warga,” katanya.

Menurut lurah, sertifikat tanah yang dipegang warga Tionghoa selaku pemilik adalah sah. Sebab, dahulunya tanah berstatus Grand Sultan telah diberikan Kesultanan Deli kepada Alboin Pakpahan. “Lahan diberikan pada Alboin atas jasanya selaku petugas pemungut uang sewa tanah. Lalu, dijual kembali kepada warga Tionghoa. Seiring berjalan waktu, diuruslah sertifikat tanahnya,” terang, Maulana.

Kini, lahan seluas 150 hektar dimiliki 16 warga keturunan pemegang sertifikat dihuni sedikitnya 300 KK (Kepala Keluarga). Sepanjang warga penggarap menempati lahan dimaksud, tidak dipungut bayaran.

“Jadi warga jangan sampai terprovokasi kabar yang tidak benar. Lagian, ganti rugi 40 persen sudah lumayan. Itu belum dihitung nilai bangunan,” tandasnya.

Seperti diberitakan, proyek tol Medan – Binjai ditarget selesai Oktober 2018 mendatang, terancam molor. Penyebabnya masalah lahan pada sekksi 1 Helvetia-Tanjungmulia, yang belum tuntas. Pasalnya, antara warga dan pemilik sertifikat tanah ribut soal bagi hasil uang ganti rugi.

Upaya mediasi difasilitasi tim pembebasan lahan terdiri dari pejabat Kanwil BPN Sumut, Kanwil Pekerjaan Umum (PU), Pengadilan Negeri (PN) Medan serta Dinas Pemukiman dan Penataan Ruang Kota Medan, sempat dilakukan tapi berujung tanpa hasil. Saat ini tim pembebasan tanah proyek tol akan menitipkan uang pembayaran ganti rugi tersebut ke pengadilan. (bal/prn/rul/adz)

Foto: Istimewa
Wagubsu, Nurhajizah Marpaung foto bersama staf ahli Gubsu bidang ekonomi, keuangan, pembangunan, aset dan Sumber Daya Alam (SDA), Binsar Situmorang, Kepala Divisi Pengembangan Jalan Tol PT Hutama Karya, Rizal Sutjipto serta tim dari PT Hutama Karya dan Kanwil BPN Sumut, saat meninjau jalan tol Medan-Binjai, Rabu (6/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lurah Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, Maulana Harahap meminta warganya yang terdampak proyek seksi 1 jalan tol Medan-Binjai tidak terprovokasi pihak lain. Dia berharap, kisruh soal bagi hasil uang ganti rugi diselesaikan dengan baik. “Saat ini, warga dan pemilik sertifikat tanah masih tahap mediasi. Semoga dalam waktu dekat ada solusi, dan tidak sampai ke jalur konsinyasi di pengadilan,” ujar Maulana, Minggu (1/10).

Bagi hasil ganti rugi tanah senilai Rp1,9 juta per meter, bilang Maulana, sebenarnya sudah hampir selesai. Namun anehnya, belakangan warga penggarap malah tidak terima dengan nilai 40 persen yang ditawarkan pemilik sertifikat tanah. “Pemilik minta 60 persen, warga 40 persen. Berarti warga dapat Rp700 ribu per meter. Jika pembayaran ganti rugi dititipkan ke pengadilan, bisa tak dapat warga,” katanya.

Menurut lurah, sertifikat tanah yang dipegang warga Tionghoa selaku pemilik adalah sah. Sebab, dahulunya tanah berstatus Grand Sultan telah diberikan Kesultanan Deli kepada Alboin Pakpahan. “Lahan diberikan pada Alboin atas jasanya selaku petugas pemungut uang sewa tanah. Lalu, dijual kembali kepada warga Tionghoa. Seiring berjalan waktu, diuruslah sertifikat tanahnya,” terang, Maulana.

Kini, lahan seluas 150 hektar dimiliki 16 warga keturunan pemegang sertifikat dihuni sedikitnya 300 KK (Kepala Keluarga). Sepanjang warga penggarap menempati lahan dimaksud, tidak dipungut bayaran.

“Jadi warga jangan sampai terprovokasi kabar yang tidak benar. Lagian, ganti rugi 40 persen sudah lumayan. Itu belum dihitung nilai bangunan,” tandasnya.

Seperti diberitakan, proyek tol Medan – Binjai ditarget selesai Oktober 2018 mendatang, terancam molor. Penyebabnya masalah lahan pada sekksi 1 Helvetia-Tanjungmulia, yang belum tuntas. Pasalnya, antara warga dan pemilik sertifikat tanah ribut soal bagi hasil uang ganti rugi.

Upaya mediasi difasilitasi tim pembebasan lahan terdiri dari pejabat Kanwil BPN Sumut, Kanwil Pekerjaan Umum (PU), Pengadilan Negeri (PN) Medan serta Dinas Pemukiman dan Penataan Ruang Kota Medan, sempat dilakukan tapi berujung tanpa hasil. Saat ini tim pembebasan tanah proyek tol akan menitipkan uang pembayaran ganti rugi tersebut ke pengadilan. (bal/prn/rul/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/