MEDAN-Demi menjaga orangutan dari kepunahan, ProFauna Indonesia melakukan kampanyenya, Selasa (7/5), sekira pukul 10.00 WIB di Bundara Mayestik Medan. Di lokasi ini, ProFauna Indonesia melakukan treatikal yang menunjukkan kekejaman oknum pemerintah dan pengusaha yang membunuh secara tidak langsung karena membuka lahan sawit yang sampai berpuluhan hektar. Di antara anggota ProFauna Indonesia menggunakan baju dan topeng seperti orangutan. Dalam treatikal tersebut, orangutan tersebut menjerit, meminta pertolongan akibat mereka dibantai secara sadis. Tentu saja treatikal tersebut menjadi perhatian warga yang melintas di lokasi itu.
Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, tempat naungan dan rumah hewan yang sekitar 90 persen genetiknya sama dengan manusia ini sudah hilang.
Populasi orangutan Sumatera diperkirakan kini tinggal 6.000 ekor dengan konsentrasi di Leuser Barat, Leuser Timur dan Rawa Singkil. Selain itu, orangutan dalam jumlah terbatas juga di temui Hutan Batang Toru yang diduga itu terancam punah akibat defortasi hutan yang terjadi di Sumut dan Aceh.
Untuk Sumut saja, lanjutnya, diperkirakan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar (ha) di tahun 1985 menjadi 1,6 jura ha pada 2007. Kasus defortasi (pengusiran orangutan-red) yang sangat menonjol adalah yang terjadi di Rawa Tripa, Aceh dan mengakibatkan orangutan semakin berkurang sekitar 50 persen dari populasi semula.
“Rawa Tripa yang menjadi habitat sekitar 200 orangutan dengan luas hutan 62.000 ha itu seluas 75 persen telah dikonversi untuk perkebunanan kelapa sawit. Ini menjadi ancaman serius bagi kelestaria orangutan,” ucapnya.
Ditambahkannya, dalam kasus Rawa Tripa, Walhi telah melakukan gugatan kepada Gubernur Aceh karena mengeluarkan izin usaha perkebunan kelapa sawit kepada perusahaan tersebut. Gugatan tersebut dikabulkan oleh pengadilan oleh pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri Medan karena dianggap perusahaan tersebut melakukan kejahatan lingkungan hidup karena membuka lahan dengan cara dibakar.
Ia mengatakan, dengan banyaknya kasus yang terjadi untuk orangutan, ProFauna mendesak pemerintah untuk mengakan hukum yang melindungi habitat orangutan dan juga satwa liar lainnya. “Habitat penting untuk orangutan seharusnya tidak dibuka untuk perkebunan kelapa sawit atau hutan tanaman industri, karena hal itu sama saja dengan memusnahkan orangutan secara perlahan dan sistematis,”ucpanya.
Mereka menuntut, ada sanksi hukum yang tegas terhadap perusahaan yang merusak hutan dan juga pelaku perdagangan orangutan, tanpa penegakan hukum yang kuat, tanpa ada penegakan hukum maka masa depan orangutan Sumatera semakin suram.
Dalam kampanye ride for orangutan yang akan di adakan pada 20 April hingga akhir Mei 2013 se-Sumatera itu,selain mengkampanye orangutan. Mereka juga melakukan program edukasi ke sekolah dan kampus yang ada di Sumut tentang perlindungan orangutan dan habitatnya.
Sebelum melakukan kampanye di Medan, tim ProFauna sudah sukses melakukan kampanye di Jakarta, Bandar Lampung, Palembang, Padang, Balige Tobasa dan Subolangit. Yang di ikuti berbagai komunitas lainnya. Untuk melakukan edukasi tersbebut mereka menaiki dua sepeda motor trail yang beranggotakan empat orang.
Terpisah, anggota lain dari tim ride for orangutan, Made Astuti mengatakan, kempanye ini berbeda dengan kampanye lainnya, karena di setiap daerah yang kam kunjungi di Sumatera itu ProFauna melibatkan parisipasi komunitas lainnya. Ini menjadi penting dan simbol bahwa pelestarian orangutan dan habitatnya itu harus melibatkan semua pihak. “Saat kami melakukan sosialisasi dan edukasi hampir 90 persen anak sekolah dari tnggkat SD, SMP, SMA dan universitas di Sumatera tak tau adanya keberadaan orangutan Sumatera, yang menganggap adanya di Kalimantan,”terangnya.
Orangutan adalah satwa yang dilindungi yang tidak boleh di perdagangkan dan dipelihara sebagai satwa pelgaraan. Menurut UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Hayati dan ekosistem.
Made mengharapkan, dengan adanya kampanye ini masyarakat semakin memahami bahwasannya orangutan tidak boleh di perdagangkan, bahkan di bunuh. “Dan setelah di Kota Medan kita akan melanjutkan ke Aceh tepatnya Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) karena di sana habitat orangutan sangat banyak,”pungkasnya. (ban)