30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dari Tiongkok Hasilkan Varietas Unggul Baru

Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Prof Soeranto Hoeman ahli mutan sorgum Batan di komplek Batan Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Nuklir tidak selalu menjadi senjata pemusnah masal. Tetapi bisa untuk misi perdamaian, bahkan untuk kedaulatan pangan. Misalnya, yang dilakukan Prof Soeranto Hoeman yang sukses ‘melahirkan’ lebih dari 200 mutan sorgum.

————————————–

M HILMI SETIAWAN, Jakarta

————————————–

SEMISAL teknologi mutasi gen boleh diterapkan kepada manusia, Soeranto Hoeman sudah dapat menciptakan manusia mutan super seperti dalam film X-Men. Namun, teknologi mutasi gen yang dia lakukan selama ini berfokus pada tanaman pangan. Khususnya tanaman sorgum atau di Jawa disebut centel.

Ditemui di kompleks kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Kamis (4/5), Soeranto baru saja rapat persiapan menjelang kedatangan delegasi internasional ke Indonesia. Mereka adalah para ahli sorgum dari berbagai negara yang ingin belajar teknologi pemuliaan sorgum berbasis radiasi nuklir di Batan beberapa hari mendatang.

Selain tempat duduknya, berjajar biji sorgum ‘spesial’ yang menjadi andalan Batan. Biji sorgum itu spesial karena dihasilkan dari tanaman yang sudah diradiasi nuklir sehingga memiliki sifat baru. Misalnya, biji sorgum yang diberi nama pahat yang wujudnya putih kinclong. Sorgum itu berbeda dengan biji sorgum lokal yang ditanam warga di Gunungkidul, Jogjakarta.

Menurut Soeranto, biji sorgum lokal berwarna cokelat, bahkan cenderung hitam. Tidak layak dimakan manusia. Sedangkan biji sorgum pahat, wujudnya putih menyerupai beras. Bila sorgum pahat dimasak, hasilnya sama dengan nasi pada umumnya.

“Sorgum itu saya beri nama pahat yang merupakan kependekan dari pangan sehat. Jadi, sorgum pahat memang layak dikonsumsi,” jelasnya.

Pahat adalah mutan sorgum pertama ‘karya’ Soeranto  yang berhasil memperoleh sertifikat layak tanam dari Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2013. Pahat juga sudah ditetapkan sebagai varietas baru sorgum di Indonesia. Ia merupakan hasil radiasi nuklir dari sorgum asal Tiongkok yang bernama Zheng Zu.

Di Tiongkok, sorgum Zheng Zu tumbuh tinggi dengan batang yang kecil. Tanaman itu tidak cocok bila ditanam di Indonesia karena rentan roboh jika tertiup angin kencang. Itu sebabnya, Soeranto lantas meradiasi benih sorgum asal Tiongkok tersebut dengan dosis radiasi berkisar 250 gray (Gy) sampai 400 Gy.

Jika dosis radiasinya kurang dari itu, kata Soeranto, hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. “Begitu pula bila dosisnya berlebihan, yang diperoleh sorgum mandul, tidak ada bijinya,” jelas suami Lilis Suryani tersebut.

Soeranto menunjukkan beberapa contoh bonggol bunga sorgum mandul. Sorgum mandul itu sengaja disimpan Soeranto untuk menjadi pengingat para peneliti agar berhati-hati dalam melakukan radiasi nuklir terhadap tanaman sorgum. Sebab, jika dosis radiasinya tidak tepat, sorgum bisa tidak berbiji alias mandul.

Setelah diradiasi, benih sorgum ditebar di area tanam. Soeranto akan menunggu benih tersebut tumbuh. Saat itulah dia mulai sibuk memelototi satu per satu tanaman sorgum yang masih seukuran jari kelingking. Dia mulai menyeleksi mutan sorgum yang tumbuh sesuai dengan harapan.

Misalnya benih sorgum yang tahan berada di tanah dengan kadar keasaman tinggi. Atau juga sorgum yang berpotensi memiliki batang cebol atau kuntet. Seleksi tanaman sorgum hasil radiasi nuklir itu dilakukan bisa sampai pada generasi ketiga. “Inilah seninya. Memilih sorgum hasil radiasi yang sesuai harapan,” tutur alumnus Pertanian IPB tersebut.

Soeranto kemudian mengajak masuk ke lokasi penanaman sorgum yang berada di dalam lahan yang dikelilingi pagar besi. Di dalam lokasi tanam itu terdapat tiga jenis sorgum yang memiliki tinggi berbeda-beda, tapi ketiganya sudah mulai muncul bonggol bunganya.

Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos
Prof Soeranto Hoeman ahli mutan sorgum Batan di komplek Batan Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Nuklir tidak selalu menjadi senjata pemusnah masal. Tetapi bisa untuk misi perdamaian, bahkan untuk kedaulatan pangan. Misalnya, yang dilakukan Prof Soeranto Hoeman yang sukses ‘melahirkan’ lebih dari 200 mutan sorgum.

————————————–

M HILMI SETIAWAN, Jakarta

————————————–

SEMISAL teknologi mutasi gen boleh diterapkan kepada manusia, Soeranto Hoeman sudah dapat menciptakan manusia mutan super seperti dalam film X-Men. Namun, teknologi mutasi gen yang dia lakukan selama ini berfokus pada tanaman pangan. Khususnya tanaman sorgum atau di Jawa disebut centel.

Ditemui di kompleks kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Kamis (4/5), Soeranto baru saja rapat persiapan menjelang kedatangan delegasi internasional ke Indonesia. Mereka adalah para ahli sorgum dari berbagai negara yang ingin belajar teknologi pemuliaan sorgum berbasis radiasi nuklir di Batan beberapa hari mendatang.

Selain tempat duduknya, berjajar biji sorgum ‘spesial’ yang menjadi andalan Batan. Biji sorgum itu spesial karena dihasilkan dari tanaman yang sudah diradiasi nuklir sehingga memiliki sifat baru. Misalnya, biji sorgum yang diberi nama pahat yang wujudnya putih kinclong. Sorgum itu berbeda dengan biji sorgum lokal yang ditanam warga di Gunungkidul, Jogjakarta.

Menurut Soeranto, biji sorgum lokal berwarna cokelat, bahkan cenderung hitam. Tidak layak dimakan manusia. Sedangkan biji sorgum pahat, wujudnya putih menyerupai beras. Bila sorgum pahat dimasak, hasilnya sama dengan nasi pada umumnya.

“Sorgum itu saya beri nama pahat yang merupakan kependekan dari pangan sehat. Jadi, sorgum pahat memang layak dikonsumsi,” jelasnya.

Pahat adalah mutan sorgum pertama ‘karya’ Soeranto  yang berhasil memperoleh sertifikat layak tanam dari Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2013. Pahat juga sudah ditetapkan sebagai varietas baru sorgum di Indonesia. Ia merupakan hasil radiasi nuklir dari sorgum asal Tiongkok yang bernama Zheng Zu.

Di Tiongkok, sorgum Zheng Zu tumbuh tinggi dengan batang yang kecil. Tanaman itu tidak cocok bila ditanam di Indonesia karena rentan roboh jika tertiup angin kencang. Itu sebabnya, Soeranto lantas meradiasi benih sorgum asal Tiongkok tersebut dengan dosis radiasi berkisar 250 gray (Gy) sampai 400 Gy.

Jika dosis radiasinya kurang dari itu, kata Soeranto, hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. “Begitu pula bila dosisnya berlebihan, yang diperoleh sorgum mandul, tidak ada bijinya,” jelas suami Lilis Suryani tersebut.

Soeranto menunjukkan beberapa contoh bonggol bunga sorgum mandul. Sorgum mandul itu sengaja disimpan Soeranto untuk menjadi pengingat para peneliti agar berhati-hati dalam melakukan radiasi nuklir terhadap tanaman sorgum. Sebab, jika dosis radiasinya tidak tepat, sorgum bisa tidak berbiji alias mandul.

Setelah diradiasi, benih sorgum ditebar di area tanam. Soeranto akan menunggu benih tersebut tumbuh. Saat itulah dia mulai sibuk memelototi satu per satu tanaman sorgum yang masih seukuran jari kelingking. Dia mulai menyeleksi mutan sorgum yang tumbuh sesuai dengan harapan.

Misalnya benih sorgum yang tahan berada di tanah dengan kadar keasaman tinggi. Atau juga sorgum yang berpotensi memiliki batang cebol atau kuntet. Seleksi tanaman sorgum hasil radiasi nuklir itu dilakukan bisa sampai pada generasi ketiga. “Inilah seninya. Memilih sorgum hasil radiasi yang sesuai harapan,” tutur alumnus Pertanian IPB tersebut.

Soeranto kemudian mengajak masuk ke lokasi penanaman sorgum yang berada di dalam lahan yang dikelilingi pagar besi. Di dalam lokasi tanam itu terdapat tiga jenis sorgum yang memiliki tinggi berbeda-beda, tapi ketiganya sudah mulai muncul bonggol bunganya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/