Sejauh ini, pasien hanya diberi cairan untuk menjaga kondisinya tetap stabil. ”Jika observasi sudah klir, tindakan untuk mengeluarkan sejumlah benda tajam di tubuh pasien pasti dilakukan,” katanya.
Yang menggembirakan, papar Evy, sejauh ini kondisi pasien bagus. Juga, Hendro mau meminum obat yang diberikan rumah sakit. Meski jika dilihat dari riwayat medisnya, dia pernah mengalami gangguan jiwa.
”Kondisi kejiwaan tidak mengganggu perawatan yang dilakukan,” jelasnya.
Menurut Arik, sebelum mengeluhkan sakit di perut, adiknya bekerja di laut (mencari ikan) dan di tambak milik orang lain.
”Adik saya masih bujang. Tinggal sama ibu saja. Sedang saya sudah rumah sendiri,” paparnya.
Sebelum jadi nelayan, sekitar tiga hingga empat tahun sebelumnya, Hendro sempat merantau ke Batam.
Dia bekerja di galangan kapal. Sepulang dari perantauan itulah mulai muncul gelagat aneh pada diri Hendro.
Dia tampak seperti mengalami kelainan jiwa. Saat kambuh, Hendro kerap menyendiri tanpa komunikasi. ”Jika kumat, dia tidak marah-marah seperti orang gila. Dia hanya menyendiri,” kata Arik.
Kondisi kejiwaan itulah yang membuat Arik yakin bahwa bersarangnya berbagai benda tersebut di perut sang adik tak berhubungan dengan santet, teluh, atau hal klenik lain.
”Tapi memang dia masukkan sendiri ke dalam perut, entah sadar atau tidak,” tutur dia.