Terpisah, Praktisi hukum Hamdani Harahap SH mengatakan tindakan Ditreskrimum Poldasu menetapkan Dwi Purnama sebagai tersangka melanggar azas kepatutan dan kehati-hatian. “Penyidik sendiri menggunakan azas kepatutan dan kehati-hatian dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, demikian juga pejabat lain dalam megambil keputusan. Artinya, harus saling menghargai, karena penetapan tersangka kepada Dwi purnama salah,” ujarnya saat berada di Poldasu.
Sebagai solusi hukum, menurutnya, kalau seorang pejabat negara tidak tepat melakukan kebijakan, seharusnya mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Kalau seperti ini, kedepannya akan menjadi preseden buruk yang mengakibatkan seseorang tidak mau lagi menjadi pejabat. Siapa yang mau jadi pejabat kalau wewenangnya dapat dipidanakan, dan tentunya akan menganggu kinerja pejabat itu. Namun, kalau memang itu sudah dari Polda, kita lihat saja perkembangan kasus ini nanti,” tandasnya.
Sebelumnya, Dwi Purnama dan Hafizunsyah resmi menyandang status tersangka atas dugaan telah melakukan tindak pidana dalam jabatan sesuai Pasal 417 Subs 416 Subs Pasal 421 KUHPidana.
Kabid Humas Poldasu, AKBP Helfi Assegaf menjelaskan penetapan berdasarkan laporan Zainal Abidin Zain yang tertuang dalam laporan SPK/1883/VII/2014/SPKT I, tanggal 22 Juli 2014. Lanjutnya, Zainal Abidin Zain adalah Diretur PT Arga Citra Kharisma yang melakukan permohonan Sertifikat Hak Guna Bangunan, atas tanah yang terletak di Jl. Jawa, Kel. Gang Buntu, Medan Timur di areal pertama seluas 13.578 meter dan areal kedua seluas 22.377 M, ke BPN Kota Medan.
Saat mengajukan surat permohonan penerbitan SKHGB itu, semua persyaratan sudah dipenuhi pelapor, yakni dengan melampirkan surat permohonan, surat putusan PN Medan, putusan MA, Berita Acara Eksekusi dan penyerahan hasil eksekusi. Namun, permohonan ini ditolak oleh BPN Medan.
Menurutnya, penolakan tersebut sesuai dengan surat No 1749.1271/600 X 2013 tanggal 25 Oktober 2013 yang dikeluarkan oleh Dwi Purnama, Kepala Kantor BPN Medan. Dalam surat yang ditandatanganinya itu, Dwi Purnama menolak permohonan HGB tersebut, dengan menyebutkan bahwa hal itu tidak dapat diproses karena tanah yang dimohon itu diklaim sebagai aktiva tetap (aset) oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan BUMN, yang hingga kini masih dalam proses perkara perdata.
“Kepala BPN menolak permohonan HGB dengan alasan tidak dapat diproses karena aset KAI dan BUMN,” tuturnya. (gib/deo)