26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

40 Tahun Menanti, Likas Berterima Kasih, Jokowi Tertawa

Foto: Ricardo/JPNN Likas Boru Tarigan saat menerima ucapan selamat dari Presiden Jokowi atas pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk alm Letjen purn Djamin Ginting.
Foto: Ricardo/JPNN
Likas Boru Tarigan saat menerima ucapan selamat dari Presiden Jokowi atas pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk alm Letjen purn Djamin Ginting.

SUMUTPOS.CO – Usai prosesi penerimaan tanda gelar pahlawan, Likas Boru Tarigan (90) mengungkapkan rasa senangnya kepada sejumlah wartawan. “Saya merasa lega karena saya merasa suami saya kerja keras untuk kemerdekaan ini. Jadi 40 tahun sudah lewat, sekarang baru dapat anugerah. Tempo hari ketika dia meninggal dia dijanjikan tapi ndak ada kenyataannya. Sekarang sudah kenyataann. Saya senang sekali,” ujarnya.

Diungkapkannya, saat bersalaman dengan Jokowi, dia menyampaikan ucapan terimakasih karena sudah 40 tahun menunggu. Apa kata Jokowi? “Cuma ketawa aja. Gak ada pernyataan,” kata Likas.

Dia mengatakan, pengurusan administrasi pemberian anugerah Pahlawan Nasional kepada almarhum suaminya itu sudah dilakukan tiga tahun lalu.

Likas bangga karena juga ikut berjuang mendampingi suaminya. “Saya banggalah. Karena saya juga ikut memperjuangkan kemerdekaan ini, sepanjang Bukit Barisan itu,” kenangnya.

Dia pun cerita, pernah suatu saat datang pesawat terbang musuh, pagi-pagi. “Saya sakit, suami saya dengan ajudan dengan yang lain lompat keluar. Lima puluh dua kali ditembaki kapal terbang itu. Saya merangkak ke tepi sungai dengan anak saya, yang masih kecil. Tahu-tahu datang ajudan, ‘ayo bu ke tempat bapak’. Saya bulang, kenapa bukan bapak yang jemput aku. Ajudannya bilang, ibu kalau mati, mati satu. Bapak kalau mati, mati satu resimen. Jadi terserah ibu, ibu ikut atau tidak”. tu yang paling saya kenang,” cerita dia.

Hadir di acara itu antara lain Ibu Negara Iriana Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Jusuf Kalla, sejumlah pimpinan lembaga tinggi dan beberapa menteri.

Selain Djamin Ginting, tiga tokoh lain juga menerima penghargaan yang sama. Yakni Sukarni Karto Kartodiwirjo (Blitar, Jatim), Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah, lahir di Jombang, dan HR Mohammad Mangoendprojo, lahir di Sragen, Jatim.

Sementara, di dalam Keputusan Presiden Nomor 115/TK/ Tahun 2014 November 2014, disebutkan, Letjen (Purn) Djamin Ginting, berhasil dalam melancarkan perang gerilya dan memimpin penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh.

Djamin Ginting, saat menjabat Kepala Staf Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan menentang keputusan atasannya untuk menunjukkan kesetiaannya pada pemerintah RI, dan menjadikan wilayah komandonya sebagai pangkalan operasi pasukan pemerintah menggempur pasukan PRRI di Sumatera.

“Anugerah Pahlawan Nasional kepada mereka sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa, yamg semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, atau perjuangan politik atau dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” bunyi Keppres tersebut.

Djamin Ginting, seperti dikutib dari Wikipedia, meninggal di Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974 pada umur 53 tahun.

Dia adalah seorang pejuang kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo. Djamin Ginting dilahirkan di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah dia bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh opsir-opsir Jepang. Pemerintah Jepang membangun kesatuan tentara yang terdiri dari anak-anak muda di Tanah Karo guna menambah pasukan Jepang untuk mempertahankan kekuasaan mereka di benua Asia.

Djamin Ginting muncul sebagai seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu.

Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II. Jepang menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang.

Sebagai seorang komandan, Djamin Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya. Dia bercita cita untuk membangun satuan tentara di Sumatera Utara. Dia menyakinkan anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing masing. Ia memohon kesediaan mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah Sumatera Utara.

Situasi politik ketika itu tidak menentu. Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai daerah Sumatera.

Dikemudian hari anggota pasukan Djamin Ginting ini akan muncul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatera bagian Utara dan Karo. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini. Ketika Letkol Djamin Ginting menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Kodam II/Bukit Barisan.

Djamin Ginting tidak sepaham dengan tidakan Kolonel M.Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.

Di satu pihak, Simbolon merasa Sumatera dianak-tirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Dilain pihak, Ginting sebagai seorang tentara profesianal memegang teguh azas seorang prajurit untuk membela negara Indonesia.

Dipenghujung masa baktinya, Djamin Ginting mewakili Indonesia sebagai seorang Duta Besar untuk Kanada. Di Kanada ini pulalah Djamin Ginting, mengakhiri hayatnya. (nat/sam/tom)

Foto: Ricardo/JPNN Likas Boru Tarigan saat menerima ucapan selamat dari Presiden Jokowi atas pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk alm Letjen purn Djamin Ginting.
Foto: Ricardo/JPNN
Likas Boru Tarigan saat menerima ucapan selamat dari Presiden Jokowi atas pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk alm Letjen purn Djamin Ginting.

SUMUTPOS.CO – Usai prosesi penerimaan tanda gelar pahlawan, Likas Boru Tarigan (90) mengungkapkan rasa senangnya kepada sejumlah wartawan. “Saya merasa lega karena saya merasa suami saya kerja keras untuk kemerdekaan ini. Jadi 40 tahun sudah lewat, sekarang baru dapat anugerah. Tempo hari ketika dia meninggal dia dijanjikan tapi ndak ada kenyataannya. Sekarang sudah kenyataann. Saya senang sekali,” ujarnya.

Diungkapkannya, saat bersalaman dengan Jokowi, dia menyampaikan ucapan terimakasih karena sudah 40 tahun menunggu. Apa kata Jokowi? “Cuma ketawa aja. Gak ada pernyataan,” kata Likas.

Dia mengatakan, pengurusan administrasi pemberian anugerah Pahlawan Nasional kepada almarhum suaminya itu sudah dilakukan tiga tahun lalu.

Likas bangga karena juga ikut berjuang mendampingi suaminya. “Saya banggalah. Karena saya juga ikut memperjuangkan kemerdekaan ini, sepanjang Bukit Barisan itu,” kenangnya.

Dia pun cerita, pernah suatu saat datang pesawat terbang musuh, pagi-pagi. “Saya sakit, suami saya dengan ajudan dengan yang lain lompat keluar. Lima puluh dua kali ditembaki kapal terbang itu. Saya merangkak ke tepi sungai dengan anak saya, yang masih kecil. Tahu-tahu datang ajudan, ‘ayo bu ke tempat bapak’. Saya bulang, kenapa bukan bapak yang jemput aku. Ajudannya bilang, ibu kalau mati, mati satu. Bapak kalau mati, mati satu resimen. Jadi terserah ibu, ibu ikut atau tidak”. tu yang paling saya kenang,” cerita dia.

Hadir di acara itu antara lain Ibu Negara Iriana Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Jusuf Kalla, sejumlah pimpinan lembaga tinggi dan beberapa menteri.

Selain Djamin Ginting, tiga tokoh lain juga menerima penghargaan yang sama. Yakni Sukarni Karto Kartodiwirjo (Blitar, Jatim), Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah, lahir di Jombang, dan HR Mohammad Mangoendprojo, lahir di Sragen, Jatim.

Sementara, di dalam Keputusan Presiden Nomor 115/TK/ Tahun 2014 November 2014, disebutkan, Letjen (Purn) Djamin Ginting, berhasil dalam melancarkan perang gerilya dan memimpin penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh.

Djamin Ginting, saat menjabat Kepala Staf Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan menentang keputusan atasannya untuk menunjukkan kesetiaannya pada pemerintah RI, dan menjadikan wilayah komandonya sebagai pangkalan operasi pasukan pemerintah menggempur pasukan PRRI di Sumatera.

“Anugerah Pahlawan Nasional kepada mereka sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasanya yang luar biasa, yamg semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, atau perjuangan politik atau dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” bunyi Keppres tersebut.

Djamin Ginting, seperti dikutib dari Wikipedia, meninggal di Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974 pada umur 53 tahun.

Dia adalah seorang pejuang kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo. Djamin Ginting dilahirkan di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah dia bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh opsir-opsir Jepang. Pemerintah Jepang membangun kesatuan tentara yang terdiri dari anak-anak muda di Tanah Karo guna menambah pasukan Jepang untuk mempertahankan kekuasaan mereka di benua Asia.

Djamin Ginting muncul sebagai seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu.

Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II. Jepang menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang.

Sebagai seorang komandan, Djamin Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya. Dia bercita cita untuk membangun satuan tentara di Sumatera Utara. Dia menyakinkan anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing masing. Ia memohon kesediaan mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah Sumatera Utara.

Situasi politik ketika itu tidak menentu. Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai daerah Sumatera.

Dikemudian hari anggota pasukan Djamin Ginting ini akan muncul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatera bagian Utara dan Karo. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini. Ketika Letkol Djamin Ginting menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Kodam II/Bukit Barisan.

Djamin Ginting tidak sepaham dengan tidakan Kolonel M.Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.

Di satu pihak, Simbolon merasa Sumatera dianak-tirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Dilain pihak, Ginting sebagai seorang tentara profesianal memegang teguh azas seorang prajurit untuk membela negara Indonesia.

Dipenghujung masa baktinya, Djamin Ginting mewakili Indonesia sebagai seorang Duta Besar untuk Kanada. Di Kanada ini pulalah Djamin Ginting, mengakhiri hayatnya. (nat/sam/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/