Dahnil menegaskan, sebagai petinggi Polisi, seharusnya Iriawan bisa memahami kondisi umat beragama saat ini. Ia menganjurkan agar Polisi lebih bisa merangkul ormas dan para pemuka agama. “Saya kira pernyataan Iriawan seperti kurang memahami psikologis dan antropologis umat beragama di Indonesia saat ini. Sebagai pengayom masyarakat, sudah seharusnya polisi merangkul kegiatan umat beragama dalam mencari solusi terbaik, bukan dengan mengancam,” tutup Dahnil.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan, Pemerintah dan Kepolisian tak berhak melarang masyarakat melakukan aksi. “Urusannya apa? Yang dilarang itu anarkistis,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2).
Menurut dia, penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam bentuk aksi oleh rakyat adalah kegiatan yang sah dan konstitusional. Tugas pemerintah dan kepolisian menjaga agar tidak ada provokator yang bisa membuat aksi menjadi tak kondusif dan anarkis.
“Intelnya diperkuat, jangan ada banyak provokator masuk. Jangan bikin provokasi. Tugas polisi dan pemerintah menjaga demo kondusif bukan melarang demo,” tegas Fahri
Menyikapi ini, Menko Polhukam Wiranto menegaskan, Pemerintah tidak pernah melarang siapa pun untuk melakukan aksi demonstrasi. Pasalnya, UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberikan hak bagi warga negara melakukan unjuk rasa.
Namun demikian, Pemerintah wajib mengarahkan agar demonstrasi yang dilakukan taat terhadap aturan yang berlaku. Wiranto mengklaim pihaknya melakukan langkah-langkah untuk melindungi kepentingan seluruh warga negara.
“Aksi apapun dan dari siapa pun silahkan, tetapi ada aturan mainnya. Intinya kebebasan silakan diekspresikan tetapi jangan mengganggu kepentingan masyarakat yang lain,” kata Wiranto.
Terkait dengan rencana aksi pada 11, 12 dan 15 Februari, Wiranto menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. Namun, dia berharap agar minggu tenang Pilkada tidak digunakan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi masyarakat.
“Minggu tenang itu didesign dalam Pemilu dimana memberikan satu waktu untuk masyarakat lebih tenang, lebih berkontemplasi untuk memilih siapa pemimpin terbaik yang harusnya mereka mereka pilih. Jangan mempengaruhi masyarakat,” pungkas mantan Panglima ABRI ini.
Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan mengancam akan membubarkan aksi tersebut. “Sekali lagi saya imbau kepada yang akan melaksanakan aksi pada 11 Februari sebaiknya diganti dengan melakukan kegiatan lain, karena tanggal 15 akan Pilkada,” terang Iriawan.
Iriawan mengakui pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan terkait aksi tersebut. Dari surat pemberitahuan, tanggal 11 Februari, massa yang akan berunjuk rasa melakukan pengumpulan massa di Istiqlal, Shalat Subuh. Lanjut berjalan kaki ke Monas. Dari Monas berjalan kaki lagi ke Bundaran HI lalu kembali ke Monas baru kemudian membubarkan diri.