JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penerbitan Perpres 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) masih menuai penolakan. Regulasi anyar itu berpotensi memancing eksodus TKA masuk ke Indonesia. Selain itu, kebijakan mempermudah masuknya TKA di kelas jabatan elite perusahaan asing membuat pengawasannya semakin sulit.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, di dalam pasal 10 ayat 1 Perpres tersebut dinyatakan pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) untuk duduk di direksi atau anggota dewan komisaris. Saleh mengatakan, aturan itu memang bakal membuat TKA semangat untuk datang dan bekerja di Indonesia. ’’Tetapi apakah mereka betul-betul sesuai dengan kriteria Perpres, tunggu dulu. Bergantung dari kinerja pengawasan tenaga kerja,’’ katanya, kemarin (8/4).
Namun sayangnya Saleh mengatakan, pengawasan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Apalagi jika yang diawasi adalah perusahaan asing. ’’Apa pengawas tenaga kerja kita mau atau bisa periksa petinggi perusahaan asing? Jangankan untuk diperiksa, pendamping mereka dari tenaga kerja lokal saja kelihatannya sulit,’’ jelasnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa keberadaan TKA itu berkaitan dengan investasi asing yang masuk ke Indonesia. Dalam investasi itu dibutuhkan modal, skill, dan lahan. ”Jadi hukumnya ialah satu tenaga asing bisa membuka setidak-setidaknya 100 lapangan pekerja. Kalau tidak ada tenaga asing itu tidak ada lapangan kerja,” kata JK di Jakarta Jumat (6/4).
Dia mencontohkan, di perusahaan Toyota dulu setidaknya jumlah TKA mencapai 40 orang. Kini hanya tinggal tiga orang saja. Nah, orang asing tersebut sebagai bentuk alih teknologi untuk mendidik tenaga kerja Indonesia. Saat ini malah semua direksinya semua orang Indonesia. ”Jadi bukan menyaingi tenaga kerja di Indonesia. Justru membantu tenaga kerja di Indonesia untuk skill sehingga industri bisa maju,” ungkap dia.
Mempekerjakan TKA untuk posisi strategis itu bukan hanya dilakukan di Indoenesia. JK menyontohkan Thailand yang juga menggunakan strategi mempekerjakan TKA untuk bekerja di negara tersebut. Imbasnya pun bagus untuk perekonomian negara itu. ”Di Thailand 10 kali lipat jumlah tenaga asingnya daripada kita. Sehingga industrinya, ekspornya lebih banyak dari kita,” ungkap dia.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penerbitan Perpres 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) masih menuai penolakan. Regulasi anyar itu berpotensi memancing eksodus TKA masuk ke Indonesia. Selain itu, kebijakan mempermudah masuknya TKA di kelas jabatan elite perusahaan asing membuat pengawasannya semakin sulit.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, di dalam pasal 10 ayat 1 Perpres tersebut dinyatakan pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) untuk duduk di direksi atau anggota dewan komisaris. Saleh mengatakan, aturan itu memang bakal membuat TKA semangat untuk datang dan bekerja di Indonesia. ’’Tetapi apakah mereka betul-betul sesuai dengan kriteria Perpres, tunggu dulu. Bergantung dari kinerja pengawasan tenaga kerja,’’ katanya, kemarin (8/4).
Namun sayangnya Saleh mengatakan, pengawasan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Apalagi jika yang diawasi adalah perusahaan asing. ’’Apa pengawas tenaga kerja kita mau atau bisa periksa petinggi perusahaan asing? Jangankan untuk diperiksa, pendamping mereka dari tenaga kerja lokal saja kelihatannya sulit,’’ jelasnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa keberadaan TKA itu berkaitan dengan investasi asing yang masuk ke Indonesia. Dalam investasi itu dibutuhkan modal, skill, dan lahan. ”Jadi hukumnya ialah satu tenaga asing bisa membuka setidak-setidaknya 100 lapangan pekerja. Kalau tidak ada tenaga asing itu tidak ada lapangan kerja,” kata JK di Jakarta Jumat (6/4).
Dia mencontohkan, di perusahaan Toyota dulu setidaknya jumlah TKA mencapai 40 orang. Kini hanya tinggal tiga orang saja. Nah, orang asing tersebut sebagai bentuk alih teknologi untuk mendidik tenaga kerja Indonesia. Saat ini malah semua direksinya semua orang Indonesia. ”Jadi bukan menyaingi tenaga kerja di Indonesia. Justru membantu tenaga kerja di Indonesia untuk skill sehingga industri bisa maju,” ungkap dia.
Mempekerjakan TKA untuk posisi strategis itu bukan hanya dilakukan di Indoenesia. JK menyontohkan Thailand yang juga menggunakan strategi mempekerjakan TKA untuk bekerja di negara tersebut. Imbasnya pun bagus untuk perekonomian negara itu. ”Di Thailand 10 kali lipat jumlah tenaga asingnya daripada kita. Sehingga industrinya, ekspornya lebih banyak dari kita,” ungkap dia.