Menanggapi tentang Perpres TKA, pelaku usaha mengungkapkan bahwa hal tersebut cukup positif. Pelaku usaha mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran masyarakat tentang banjirnya tenaga kerja asing yang akan mengisi di perusahaan-perusahaan Indonesia.
”Tentu tidak ada perusahaan yang mau mempertahankan tenaga kerja yang mahal. Contohnya di industri perhotelan, pengunaaan tenaga kerja ekspatriat di hotel-hotel bintang lima sudah bekurang. Operator asing juga sudah menggunakan tenaga lokal,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani kemarin (8/4).
Menurut Hariyadi, perusahaan perlu ekstra cost untuk membayar tenaga kerja asing mulai dari akomodasi, tiket pulang ke negara asal, sampai beberapa juga meminta untuk biaya anaknya sekolah di Indonesia. Hal yang perlu dicatat sebagai hal yang positif dalam hal ini, adalah upaya pemerintah untuk mempermudah prosedur dan proses pengurusan tenaga kerja asing.
Memang dalam industri tertentu, lanjut Hariyadi, tenaga asing masih banyak dibutuhkan. Terutama untuk perusahaan yang kepemilikannya adalah joint venture, atau perusahaan patungan antara Indonesia dan luar negeri. ”Dalam kasus itu memang beda cerita, karena kalau kepemilikan dia pasti pengin kontrol,” ujar Hariyadi.
Salah satu industri yang top management-nya diisi oleh orang asing adalah industri otomotif. Hampir sebagian besar agen pemegang merk (APM) otomotif di Indonesia, posisi president director-nya diisi oleh orang Jepang. ”Memang akan sangat tergantung preferensi kedua pihak, apalagi perusahaan Jepang itu punya hirarki long term employment, sehingga itu mereka pertahankan. Tapi secara keseluruhan mereka juga akan menempatkan orang lokal di posisi strategis salah satunya untuk menghemat,” tambah Hariyadi. (wan/jun/agf/jpg)