32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Giliran PT PLN Merasa Dicurangi

MEDAN- Setelah empat terdakwa mengaku dicurangi auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara, kini giliran mantan General Manajer (GM) PT PLN (Persero) Pembangkit Sumatera Utara, Chris Leo Manggala, buka suara. Keanehan dalam audit itu diketahui dalam hal penghitungan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun, padahal belanja negara yang dilakukan hanya dikisaran Rp300 miliar.

Logo PLN
Logo PLN

“Saya sampai saat ini bingung angka Rp2 triliun kerugian negara itu dari mana. Seperti apa cara menghitungnya, bila disebutkan karena mesin tidak beroperasi. Pakai rumusan apa menghitungnya,” kata pensiunan PLN itu saat ditemui di rumah tahanan (rutan) Klas I Tanjunggusta, Medan pada akhir pekan kemarin.

Pria asal Jawa Barat itu membeberkan, pengadaan mesin pembangkit tipe V94: tenaga gas itu, semula ditunjuk langsung dengan anggaran Rp645 miliar. Hanya saja pada tahun 2009 itu.

PT Siemens tidak bersedia dengan angka tersebut dan meminta di kisaran harga Rp800-an miliar. “Karena ada ketidak cocokan itu, maka pada tahun 2012 dilakukan lelang secara terbuka dengan penawaran harga Rp645 miliar. Akhirnya PT Mapna asal Iran yang memegang lisensi PT Siemens menawar Rp441 miliar. Karena harganya murah dan saat memberikan penjelasannya dilihat sangat sesuai, maka diputuskan Mapna sebagai pemenang,” ucapnya.

Dia mengakui, apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan yang ada karena sudah mengikuti kepres tentang barang dan jasa. “Saya inikan mengubah dari yang seharusnya penunjukkan langsung jadi tender terbuka. Apa yang salah? Kalau dikarenakan ada keterlambatan seharusnya ada denda yang dibuat, kami juga sudah berikan denda kepada pihak ketiga. Ini kami disebut merugikan sampai Rp2,3 triliun, dari mana jalannya? Ini yang membuat saya bingung,” sebutnya didampingi Direktur Utama PDAM Tirtanadi, Azzam Rizal.

Dia menambahkan, hingga kini dirinya belum mengetahui apa alasan BPKP Pusat menyatakan kerugian negara mencapai Rp2 triliun kalau dinyatakan Rp300-an miliar ada kerugian negara karena membeli mesin yang relatif lebih murah dibandingkan dari penawar lainnya. “Saya semakin bingung dalam menerapkan kerugian negara. Jika saya ada kongkalikong dengan perusahaan lainnya, tidak mungkin kami menangkan perusahaan yang menawar lebih murah,” ucapnya yang mengaku sudah menyampaikan eksepsi di PN Tipikor Medan.

Pada kesempatan yang sama, Azzam Rizal menyatakan, kebingungannya juga melihat auditor investigasi yang dilakukan BPKP. Dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak ada menyanyakan kembali kepada auditi (objek yang diperiksa). Padahal setiap data yang diambil harus dikroscek ulang lagi untuk memastikan data dan alirannya.

“Ini tidak ada sama sekali auditi ditanyai mengenai data. Semua sumber data yang dilakukan investigasi berdasarkan dari satu sumber saja yakni penyidik. Inikan tidak seimbang dalam pemeriksaan atau investigasi,” katanya.

“Saya juga begitu, sama sekali BPKP tidak ada memanggil atau bertemu saya untuk menyamakan data. Inilah yang saya piker pemeriksaan yang tak seimbang itu,” timpal Chris Leo.

Lebih lanjut, Azzam juga menyatakan, pelaksanaan dalam pemeriksaan yang dilakukan BPKP ini sebenarnya bukan lembaga negara atau badan usaha milik negara/pemerintah. Pasalnya, audit yang dilakukan oleh BPKP di Koperasi Karyawan PDAM Tirtanadi. “Koperasi itu didirikan karyawan, bukan oleh pemerintah. Keterlibatannya dengan PDAM Tirtanadi karena karyawan dan ada kerja sama untuk penagihan rekening air saja. Penagihan rekening air itu sebagai bagian usaha koperasi, semua keuntungan yang didapat juga untuk karyawan kembali,” ucapnya.

Dia menyebutkan, selama ini koperasi itu dipimpin oleh Kepala Koperasi, yang diangkat melalui keputusan rapat peserta koperasi dan disahkan oleh Direksi PDAM Tirtanadi. Pertanggungjawaban koperasi bukan kepada direksi, melainkan kepada karyawan atau anggota koperasi.

“Jika ada masalah dengan pertanggungjawaban laporan keuangan koperasi, maka itu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di kubu koperasi. Inikan aneh, ada uang yang tidak tercatat dan tak diakui penggunaannya oleh BPKP dihubungkan ke Dirut. Siapa saya di koperasi? Saya tidak ada ambil keputusan apapun di koperasi. Kemudian kalau tidak boleh bayar gaji dan THR, kenapa di tahun sebelumnya dibolehkan dan tidak ada masalah,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara, Mulyana Ak melalui Sekretaris Humas Riri Adda Sari menjelaskan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara tim auditor pemerintah daerah dan tim investigasi yang ada dalam tubuh BPKP yaitu, perbedaannya terletak pada menentukan kerugian keuangan negara.

“Kalau tim auditor pemerintahan daerah sifatnya mengawasi kegiatan ataupun pembangunan suatu daerah atau bertugas mengaudit operasional, sementara tim investigasi lebih mengarah ada tidaknya audit menunjukkan kerugian keuangan negara, baik menggunakan dana APBN maupun APBD,” katanya didampingi Staf Humas BPKP, Effendi Damanik di kantornya Jalan Gatot Subroto Medan.

Mekanisme ataupun cara kerja diantara keduanya, sebut dia, juga berbeda. Dimana tim auditor pemerintahan daerah biasanya diminta untuk mengelola dan menata keuangan pemerintahan daerah, dimana itu sudah masuk pada RKT. Sedangkan tim investigasi bertugas mengaudit keseluruhan  pemerintahan terkait adanya indikasi kerugian keuangan negara.

“Jadi kita bekerja secara profesional dimana tetap menjaga rambu-rambu yang ada, sehingga tidak ada kepentingan apapun pada saat melakukan audit,” katanya.

Disinggung adanya 2 hasil audit berbeda dari BPKP yang menyatakan terdapat kerugian negara yang menyeret mantan Dirut PDAM Tirtanadi Sumut, Azzam Rizal, ia menolak menjawabnya. Berkaitan hal tersebut ranahnya sudah substansial, sehingga pihaknya tidak dapat memberikan keterangan.

“Untuk persoalan ini kami (humas) akan berkoordinasi dulu ke tim auditor bahkan kepala perwakilan. Sebab hal ini sudah substansial dan kami tidak mungkin memberi keterangan yang informasinya tidak kami ketahui,” katanya.

Apakah perbedaan hasil audit seperti kasus PDAM Tirtanadi tersebut sering terjadi? “Sekali lagi saya katakan, kalau terkait hal yang substansif, kami tidak dapat menjawabnya. Yang pasti kita akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan tim yang menangani kasus tersebut,” jawabnya seraya menyebutkan, bahwa terdapat berbagai jenis audit yang ada di BPKP di antaranya audit operasional, kinerja, keuangan, dan investigasi di mana tiap-tiap audit itu menghasilkan laporan yang berbeda. (ril/mag-6/gus/tom)

MEDAN- Setelah empat terdakwa mengaku dicurangi auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara, kini giliran mantan General Manajer (GM) PT PLN (Persero) Pembangkit Sumatera Utara, Chris Leo Manggala, buka suara. Keanehan dalam audit itu diketahui dalam hal penghitungan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun, padahal belanja negara yang dilakukan hanya dikisaran Rp300 miliar.

Logo PLN
Logo PLN

“Saya sampai saat ini bingung angka Rp2 triliun kerugian negara itu dari mana. Seperti apa cara menghitungnya, bila disebutkan karena mesin tidak beroperasi. Pakai rumusan apa menghitungnya,” kata pensiunan PLN itu saat ditemui di rumah tahanan (rutan) Klas I Tanjunggusta, Medan pada akhir pekan kemarin.

Pria asal Jawa Barat itu membeberkan, pengadaan mesin pembangkit tipe V94: tenaga gas itu, semula ditunjuk langsung dengan anggaran Rp645 miliar. Hanya saja pada tahun 2009 itu.

PT Siemens tidak bersedia dengan angka tersebut dan meminta di kisaran harga Rp800-an miliar. “Karena ada ketidak cocokan itu, maka pada tahun 2012 dilakukan lelang secara terbuka dengan penawaran harga Rp645 miliar. Akhirnya PT Mapna asal Iran yang memegang lisensi PT Siemens menawar Rp441 miliar. Karena harganya murah dan saat memberikan penjelasannya dilihat sangat sesuai, maka diputuskan Mapna sebagai pemenang,” ucapnya.

Dia mengakui, apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan yang ada karena sudah mengikuti kepres tentang barang dan jasa. “Saya inikan mengubah dari yang seharusnya penunjukkan langsung jadi tender terbuka. Apa yang salah? Kalau dikarenakan ada keterlambatan seharusnya ada denda yang dibuat, kami juga sudah berikan denda kepada pihak ketiga. Ini kami disebut merugikan sampai Rp2,3 triliun, dari mana jalannya? Ini yang membuat saya bingung,” sebutnya didampingi Direktur Utama PDAM Tirtanadi, Azzam Rizal.

Dia menambahkan, hingga kini dirinya belum mengetahui apa alasan BPKP Pusat menyatakan kerugian negara mencapai Rp2 triliun kalau dinyatakan Rp300-an miliar ada kerugian negara karena membeli mesin yang relatif lebih murah dibandingkan dari penawar lainnya. “Saya semakin bingung dalam menerapkan kerugian negara. Jika saya ada kongkalikong dengan perusahaan lainnya, tidak mungkin kami menangkan perusahaan yang menawar lebih murah,” ucapnya yang mengaku sudah menyampaikan eksepsi di PN Tipikor Medan.

Pada kesempatan yang sama, Azzam Rizal menyatakan, kebingungannya juga melihat auditor investigasi yang dilakukan BPKP. Dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak ada menyanyakan kembali kepada auditi (objek yang diperiksa). Padahal setiap data yang diambil harus dikroscek ulang lagi untuk memastikan data dan alirannya.

“Ini tidak ada sama sekali auditi ditanyai mengenai data. Semua sumber data yang dilakukan investigasi berdasarkan dari satu sumber saja yakni penyidik. Inikan tidak seimbang dalam pemeriksaan atau investigasi,” katanya.

“Saya juga begitu, sama sekali BPKP tidak ada memanggil atau bertemu saya untuk menyamakan data. Inilah yang saya piker pemeriksaan yang tak seimbang itu,” timpal Chris Leo.

Lebih lanjut, Azzam juga menyatakan, pelaksanaan dalam pemeriksaan yang dilakukan BPKP ini sebenarnya bukan lembaga negara atau badan usaha milik negara/pemerintah. Pasalnya, audit yang dilakukan oleh BPKP di Koperasi Karyawan PDAM Tirtanadi. “Koperasi itu didirikan karyawan, bukan oleh pemerintah. Keterlibatannya dengan PDAM Tirtanadi karena karyawan dan ada kerja sama untuk penagihan rekening air saja. Penagihan rekening air itu sebagai bagian usaha koperasi, semua keuntungan yang didapat juga untuk karyawan kembali,” ucapnya.

Dia menyebutkan, selama ini koperasi itu dipimpin oleh Kepala Koperasi, yang diangkat melalui keputusan rapat peserta koperasi dan disahkan oleh Direksi PDAM Tirtanadi. Pertanggungjawaban koperasi bukan kepada direksi, melainkan kepada karyawan atau anggota koperasi.

“Jika ada masalah dengan pertanggungjawaban laporan keuangan koperasi, maka itu diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat di kubu koperasi. Inikan aneh, ada uang yang tidak tercatat dan tak diakui penggunaannya oleh BPKP dihubungkan ke Dirut. Siapa saya di koperasi? Saya tidak ada ambil keputusan apapun di koperasi. Kemudian kalau tidak boleh bayar gaji dan THR, kenapa di tahun sebelumnya dibolehkan dan tidak ada masalah,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara, Mulyana Ak melalui Sekretaris Humas Riri Adda Sari menjelaskan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara tim auditor pemerintah daerah dan tim investigasi yang ada dalam tubuh BPKP yaitu, perbedaannya terletak pada menentukan kerugian keuangan negara.

“Kalau tim auditor pemerintahan daerah sifatnya mengawasi kegiatan ataupun pembangunan suatu daerah atau bertugas mengaudit operasional, sementara tim investigasi lebih mengarah ada tidaknya audit menunjukkan kerugian keuangan negara, baik menggunakan dana APBN maupun APBD,” katanya didampingi Staf Humas BPKP, Effendi Damanik di kantornya Jalan Gatot Subroto Medan.

Mekanisme ataupun cara kerja diantara keduanya, sebut dia, juga berbeda. Dimana tim auditor pemerintahan daerah biasanya diminta untuk mengelola dan menata keuangan pemerintahan daerah, dimana itu sudah masuk pada RKT. Sedangkan tim investigasi bertugas mengaudit keseluruhan  pemerintahan terkait adanya indikasi kerugian keuangan negara.

“Jadi kita bekerja secara profesional dimana tetap menjaga rambu-rambu yang ada, sehingga tidak ada kepentingan apapun pada saat melakukan audit,” katanya.

Disinggung adanya 2 hasil audit berbeda dari BPKP yang menyatakan terdapat kerugian negara yang menyeret mantan Dirut PDAM Tirtanadi Sumut, Azzam Rizal, ia menolak menjawabnya. Berkaitan hal tersebut ranahnya sudah substansial, sehingga pihaknya tidak dapat memberikan keterangan.

“Untuk persoalan ini kami (humas) akan berkoordinasi dulu ke tim auditor bahkan kepala perwakilan. Sebab hal ini sudah substansial dan kami tidak mungkin memberi keterangan yang informasinya tidak kami ketahui,” katanya.

Apakah perbedaan hasil audit seperti kasus PDAM Tirtanadi tersebut sering terjadi? “Sekali lagi saya katakan, kalau terkait hal yang substansif, kami tidak dapat menjawabnya. Yang pasti kita akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan tim yang menangani kasus tersebut,” jawabnya seraya menyebutkan, bahwa terdapat berbagai jenis audit yang ada di BPKP di antaranya audit operasional, kinerja, keuangan, dan investigasi di mana tiap-tiap audit itu menghasilkan laporan yang berbeda. (ril/mag-6/gus/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/