Melalui film ini, Rako ingin memberikan inspirasi untuk para wanita bahwa dalam kesulitan sebesar apa pun, wanita dapat meraih kesuksesan dari dorongan cinta orang-orang terkasih di sekitarnya.
“Ibu Likas tidak berhenti berusaha saat ditinggal Bapak Djamin Gintings, ia justru terus berjuang pantang menyerah hingga meraih kesuksesan dalam umur yang sudah tidak muda lagi,” katanya.
Keberadaan Likas tentunya tak lepas dari suaminya Letjen Djamin Gintingss, seorang anak petani yang dilahirkan pada 12 Januari 1921, di desa Suka yang berjarak kira-kira 86 km dari kota Medan, dari pasangan Laufak Gintings Suka dan Tindang Beru Tarigan.
Karir militernya yang sangat panjang diawali dari masuknya Djamin Gintingss ke dalam bala tentara Pembela Tanah Air (PETA). Sempat dipenjarakan oleh tentara sekutu karena terlibat dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Djamin Gintings diamanahkan untuk memimpin berbagai satuan-satuan militer dalam menghadapi agresi Belanda beserta sekutu-sekutunya.
Salah satu peristiwa yang sempat menonjolkan nama Djamin Gintings di bidang militer adalah saat dirinya mengambil inisiatif tanpa sepengetahuan atasannya, Kolonel Hidayat Komandan Divisi X, untuk menyerang secara mendadak pos terdepan Belanda di Tanah Karo yang berbatasan langsung dengan Aceh (Tanah Alas) yaitu benteng Mardinding dan Lau Balang.
Setelah masa perang selesai, Djamin Gintings juga dikenal sebagai seorang diplomat handal, dengan duduk sebagai Ketua Diskusi Luar Negeri (1968-1972), dan terakhir Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Kanada (1972-1974). Setelah bertugas dua tahun, jenderal bintang tiga ini menghembuskan nafas terakhir pada 23 Oktober 1974 di Ottawa, ibukota Kanada, dan dikebumikan di TMP Kalibata, Jakarta. (bbs/val)