Diketahui proses penyidikan kasus sengketa lahan di proyek Centre Point masih terus berjalan di Kejaksaan Agung. Perkembangan terakhir, pada 2 Oktober 2014, penyidik Kejagung memanggil dan meminta keterangan terhadap dua tersangka, yakni mantan wali kota Medan Abdillah dan bos PT ACK, Handoko Lie.
Kapuspen Kejagung Tony Spontana menjelaskan, Abdillah dan Handoko datang memenuhi panggilan. Untuk tersangka Abdillah, Tony menjelaskan, pemeriksaan terkait kronologis terjadinya persetujuan perubahan Hak Guna Bangunan milik PT. Kereta api Indonesia (dulu Perumka) dari PT Bonauli Real Estate kepada PT Agra Citra Kharisma (ACK) oleh Pemko Medan.
Sedang kepada Handoko, penyidik meminta keterangan seputar kronologis permohonan hingga terjadinya persetujuan perubahan kepemilikan HGB dimaksud. “Serta bagaimana perusahaan tersangka mendapatkan persetujuan permohonan perpanjangan HBG Tanah milik PT Kereta api Indonesia tersebut,” ujar Tony.
Seperti diketahui, selain Abdillah dan Handoko, satu lagi tersangka kasus ini adalah Rahudman Harahap, yang juga mantan wali kota Medan.
Sementara Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Muhammad Nasir, mengaku bingung dengan alasan penetapan status tersangka kepada Kakan Pertanahan Medan. Di sisi lain, dia bangga dengan sikap sang Kakan karena berani mengikuti aturan. “Kasus ini sedang bergulir baik di tingkat perdata dan pidana, selain itu aset PT KAI yang saat ini dikuasai Center Point masih tercatat sebagai aset negara, sepertinya ini tindakan kriminalisasi dari pihak kepolisian kepada BPN,” katanya.
Kasus sengketa lahan, kata dia, seharusnya tidak dapat dibawa ke ranah hukum pidana karena permasalahan ini masuk ke dalam hukum perdata. “Tidak ada unsur pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Kepala BPN (Kakan Pertanahan Medan, Red) kalau persoalan ini dipermasalahkan harusnya dibawa ke ranah hukum perdata,” tegas mantan anggota DPRD Sumut itu.