25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Anak Sekolah Ikut Aksi Tolak Omnibus Law, Kemendikbud: Harusnya Belajar, Bukan Demo

MEDAN, SUMUTPOS.CO – TERLIBATNYA sejumlah pelajar dalam demo menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada Senin (5/10), sangat disayangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri, seharusnya mereka belajar, bukan berdemo.

DIAMANKAN: Petugas Kepolisian mengamankan seorang demonstran saat aksi menolak Undang-undang Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (8/10).
DIAMANKAN: Petugas Kepolisian mengamankan seorang demonstran saat aksi menolak Undang-undang Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (8/10).

“Itu sangat disayangkan, pelajar setingkat menengah demo di jalanan yang rentan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (8/10).

Jumeri pun meyakini, mereka hanya ikut-ikutan saja, tidak mengerti konteks dari demonstrasi itu sendiri. Sehingga dia meminta koordinator pelaksana aksi unjuk rasa untuk tidak melibatkan para pelajar yang masih di bawah umur. “Saya juga punya keyakinan mereka belum tahu persis sebenarnya apa yang diperjuangkan,” imbuhnya.

Pihak polisi dalam mengawal keamanan aksi unjuk rasa tersebut juga telah mengamankan para pelajar di berbagai wilayah yang masih dibawah umur. Kata Jumeri, hal tersebut merupakan konsekuensi dari tindakan mereka. “Polisi punya standar dalam memangani kenakalan anak-anak, mereka diberi pembinaan oleh kepolisian, sekolah dan orang tuanya. mereka harus diselamatkan dari bahaya,” pungkas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud, Nizam pun menyayangkan unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa. Kata dia, pendidikan tinggi harusnya menjadi tempat kaum intelektual untuk bisa mengkaji lebih lanjut terlebih dahulu UU tersebut. Jangan langsung berunjuk rasa.

“Mestinya kampus sebagai pusat intelektualitas bangsa melakukan telaah kritis atas produk-produk perundangan dan menyampaikannya ke DPR dan pemerintah, bila perlu melalui jalur hukum seperti MK. Mestinya mendalami dulu isi RUU nya. Tidak asal turun ke jalan. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini,” tutur dia.

Dia pun memahami, tindakan mereka adalah untuk masyarakat dan bangsa Indonesia. Meskipun begitu, sebaiknya permasalahan ini dapat ditindaklanjuti dengan kepala dingin. “Saya sangat mengapresiasi adik-adik mahasiswa yang peka terhadap isu-isu strategis di masyarakat. Tapi alangkah jauh lebih produktif kalau gerakannya adalah gerakan intelektualitas. Kajian kritis obyektif dan memberikan opsi solusi yang lebih baik,” ucapnya.

Kata dia, dalam UU Ciptaker sudah tidak ada lagi klaster pendidikan. Jadi tidak perlu dirisaukan. “Yang jelas untuk issue pendidikan dan pendidikan tinggi sebetulnya sudah aman, karena UU klaster pendidikan sudah dikeluarkan dari RUU Ciptaker,” imbuhnya.

Padahal kenyataannya, pasal yang mengatur pendidikan di UU Ciptaker masih ada. Hal tersebut tercantum di paragraf 12 pasal 65 yang mengatur tentang komersialisasi pendidikan.

Adapun, berikut ini pasal yang di maksudkan:

Paragraf 12

Pendidikan dan Kebudayaan

Pasal 65

(1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.(jpc)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – TERLIBATNYA sejumlah pelajar dalam demo menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan DPR RI pada Senin (5/10), sangat disayangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri, seharusnya mereka belajar, bukan berdemo.

DIAMANKAN: Petugas Kepolisian mengamankan seorang demonstran saat aksi menolak Undang-undang Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (8/10).
DIAMANKAN: Petugas Kepolisian mengamankan seorang demonstran saat aksi menolak Undang-undang Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (8/10).

“Itu sangat disayangkan, pelajar setingkat menengah demo di jalanan yang rentan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (8/10).

Jumeri pun meyakini, mereka hanya ikut-ikutan saja, tidak mengerti konteks dari demonstrasi itu sendiri. Sehingga dia meminta koordinator pelaksana aksi unjuk rasa untuk tidak melibatkan para pelajar yang masih di bawah umur. “Saya juga punya keyakinan mereka belum tahu persis sebenarnya apa yang diperjuangkan,” imbuhnya.

Pihak polisi dalam mengawal keamanan aksi unjuk rasa tersebut juga telah mengamankan para pelajar di berbagai wilayah yang masih dibawah umur. Kata Jumeri, hal tersebut merupakan konsekuensi dari tindakan mereka. “Polisi punya standar dalam memangani kenakalan anak-anak, mereka diberi pembinaan oleh kepolisian, sekolah dan orang tuanya. mereka harus diselamatkan dari bahaya,” pungkas dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud, Nizam pun menyayangkan unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa. Kata dia, pendidikan tinggi harusnya menjadi tempat kaum intelektual untuk bisa mengkaji lebih lanjut terlebih dahulu UU tersebut. Jangan langsung berunjuk rasa.

“Mestinya kampus sebagai pusat intelektualitas bangsa melakukan telaah kritis atas produk-produk perundangan dan menyampaikannya ke DPR dan pemerintah, bila perlu melalui jalur hukum seperti MK. Mestinya mendalami dulu isi RUU nya. Tidak asal turun ke jalan. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini,” tutur dia.

Dia pun memahami, tindakan mereka adalah untuk masyarakat dan bangsa Indonesia. Meskipun begitu, sebaiknya permasalahan ini dapat ditindaklanjuti dengan kepala dingin. “Saya sangat mengapresiasi adik-adik mahasiswa yang peka terhadap isu-isu strategis di masyarakat. Tapi alangkah jauh lebih produktif kalau gerakannya adalah gerakan intelektualitas. Kajian kritis obyektif dan memberikan opsi solusi yang lebih baik,” ucapnya.

Kata dia, dalam UU Ciptaker sudah tidak ada lagi klaster pendidikan. Jadi tidak perlu dirisaukan. “Yang jelas untuk issue pendidikan dan pendidikan tinggi sebetulnya sudah aman, karena UU klaster pendidikan sudah dikeluarkan dari RUU Ciptaker,” imbuhnya.

Padahal kenyataannya, pasal yang mengatur pendidikan di UU Ciptaker masih ada. Hal tersebut tercantum di paragraf 12 pasal 65 yang mengatur tentang komersialisasi pendidikan.

Adapun, berikut ini pasal yang di maksudkan:

Paragraf 12

Pendidikan dan Kebudayaan

Pasal 65

(1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.(jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/