26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Terkait Pembatasan Penggunaan Premium, LAPK: Masyarakat Bisa Menggugat

FILE/SUMUT POS
ISI BBM: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) Premium ke tangki sepeda motor di SPBU di Jalan Brigjend Katamso, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Pertamina, tidak tepat sasaran. Karenanya, masyarakat bisa melakukan gugatan terhadap perusahaan plat merah itu.

Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Padian Adi Siregar mengatakan, Pertamina telah menghapuskan pompa Premium di sejumlah SPBU di Sumut.

“Membatasi penggunaan Premium, misalnya, mencabut pompa dari SPBU, dinilai jauh dari aspek hukum dan aspek kepentingan umum. Pastinya, melanggar hukum. Di satu sisi, bahwa keberadaan Premium itu, dijamin oleh Undang-undang,” kata Padian.

Padian menjelaskan, Pemerintah atau Pertamina bukan melakukan pembatasan menghilang Premium karena hal tersebut melanggar hukum.”Memang satu sisi pemerintah menjamin kesediaan energi. Bukan membatasi atau menghapus premium dari sebuah SPBU. Karena itu, masyarakat bisa melakukan penekanan hukum, baik advokasi dan gugatan publik,” tegasnya.

Ia mengatakan, pembatasan Premium untuk menekan subsidi secara pemikirannya, bukan opsi. Sebab, bukan barangnya dibatasi untuk konsumennya. Harusnya, konsumennya diedukasi. Pembatasan tersebut, bukan volume dan bukan Premium dibatasi.

“Harus spesifikasi kendaraannya, dibebankan mau tidak mau menggunakan BBM nonsubsidi. Masyarakat diedukasi, misalnya dilarang menggunakan Premium kalau tidak tepat sasaran,” tutur Padian.

Pembatasan dengan cara mencabut pompa Premium seperti di SPBU milik Pertamina, kata dia, mau tidak mau, masyarakat harus menggunakan BBM nonsubsidi, yakni Pertalite atau Pertamax. “Ini cara-cara inkonstitusional. Coba Pertamina mencontoh PLN.

Mungkin pemerintah menekan kebocoran APBN dalam subsidi listrik. Dalam klasifikasi tertentu, hanya pelanggan 450 watt mendapatkan subsidi. Jangan malah Pertamina menjadikan BBM Premium langka,” jelas Padian.

Ia menilai, pembatasan penggunaan Premium tidak tepat sasaran. Malah berdampak negatif, seperti antrean panjangan hingga ke badan jalan di sebuah SPBU dan menimbulkan kemacetan.

“Dengan jumlah terbatas itu, apakah sudah tepat sasaran? Orang Banyak mobil mewah mengantre Premium di SPBU juga,” pungkasnya.(gus/ila)

FILE/SUMUT POS
ISI BBM: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) Premium ke tangki sepeda motor di SPBU di Jalan Brigjend Katamso, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Pertamina, tidak tepat sasaran. Karenanya, masyarakat bisa melakukan gugatan terhadap perusahaan plat merah itu.

Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Padian Adi Siregar mengatakan, Pertamina telah menghapuskan pompa Premium di sejumlah SPBU di Sumut.

“Membatasi penggunaan Premium, misalnya, mencabut pompa dari SPBU, dinilai jauh dari aspek hukum dan aspek kepentingan umum. Pastinya, melanggar hukum. Di satu sisi, bahwa keberadaan Premium itu, dijamin oleh Undang-undang,” kata Padian.

Padian menjelaskan, Pemerintah atau Pertamina bukan melakukan pembatasan menghilang Premium karena hal tersebut melanggar hukum.”Memang satu sisi pemerintah menjamin kesediaan energi. Bukan membatasi atau menghapus premium dari sebuah SPBU. Karena itu, masyarakat bisa melakukan penekanan hukum, baik advokasi dan gugatan publik,” tegasnya.

Ia mengatakan, pembatasan Premium untuk menekan subsidi secara pemikirannya, bukan opsi. Sebab, bukan barangnya dibatasi untuk konsumennya. Harusnya, konsumennya diedukasi. Pembatasan tersebut, bukan volume dan bukan Premium dibatasi.

“Harus spesifikasi kendaraannya, dibebankan mau tidak mau menggunakan BBM nonsubsidi. Masyarakat diedukasi, misalnya dilarang menggunakan Premium kalau tidak tepat sasaran,” tutur Padian.

Pembatasan dengan cara mencabut pompa Premium seperti di SPBU milik Pertamina, kata dia, mau tidak mau, masyarakat harus menggunakan BBM nonsubsidi, yakni Pertalite atau Pertamax. “Ini cara-cara inkonstitusional. Coba Pertamina mencontoh PLN.

Mungkin pemerintah menekan kebocoran APBN dalam subsidi listrik. Dalam klasifikasi tertentu, hanya pelanggan 450 watt mendapatkan subsidi. Jangan malah Pertamina menjadikan BBM Premium langka,” jelas Padian.

Ia menilai, pembatasan penggunaan Premium tidak tepat sasaran. Malah berdampak negatif, seperti antrean panjangan hingga ke badan jalan di sebuah SPBU dan menimbulkan kemacetan.

“Dengan jumlah terbatas itu, apakah sudah tepat sasaran? Orang Banyak mobil mewah mengantre Premium di SPBU juga,” pungkasnya.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/