26.7 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

5 Investor Asing Siap Masuk KNIA

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Area landasan bandara KNIA.

Pun begitu, kata dia, pihak swasta asing yang akan dijadikan investor bukan sembarangan. Melainkan, yang sudah berpengalaman dalam membangun bandara bertaraf internasional. “Swasta yang akan dijadikan investor harus strategis. Artinya, investor tersebut benar-benar menguasai persoalan atau berpengalaman dalam mengelola bandara internasional. Selain itu, dia juga dapat mempromosikan potensi bandara yang sedang dibangun hingga kawasan wisata yang ada di daerah Sumut. Bahkan, kalau bisa pihak asing tersebut terdapat pelancong dari berbagai negara,” sebut Gunawan.

Namun demikian, sambungnya, kerja sama yang akan dilakukan dengan asing harus bisa menepis isu ‘dijual’.  Sebab, biasanya hal itu selalu dikait-kaitkan padahal tidak demikian. “Isu-isu seperti itu (bandara dijual kepada asing) yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa mengkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat luas,” tukasnya.

Terpisah, ekonom dari USU, Wahyu Ario mengatakan, memang AP II telah menawarkan kepada swasta untuk melakukan investasi pengembangan Bandara Kualanamu. Hal tersebut diperlukan untuk peningkatan layanan masyarakat untuk kebutuhan penerbangan. “Pemerintah Indonesia memberikan penawaran kepada swasta untuk mengelola bandara, karena memang pengelolaannya cukup mahal. Apalagi, berada di daerah terpencil yang secara ekonomis kurang menguntungkan. Namun, swasta juga punya perhitungan bandara mana yang menarik untuk dikelola atau dimiliki sahamnya. Artinya, keeterlibatan swasta memang dalam penyertaan modal pengembangan penyediaan layanan publik tidak salah. Bahkan, ini adalah wujud adanya public private patnership,” kata Ario.

Akan tetapi, terpenting ialah jangan sampai penyediaan layanan publik yang menggunakan investor swasta asing memberatkan masyarakat. Dalam artian, terjadi peningkatan biaya-biaya baik yang menyangkut bandara tax atau biaya sewa kios untuk niaga.  Di samping itu, dalam hal pembagian kewenangan, pengelolaan maupun bagi hasil atas penerimaan dari layanan bandara juga dibagi secara adil menurut saham yang dikuasai. “Karena bandara adalah layanan publik yang strategis, jangan sampai kepemilikan BUMN lebih rendah dari swasta. Dengan kata lain, jangan sampai penguasaannya jatuh ke asing seperti kasus Indosat,” ucapnya.

Diutarakan dia, pada beberapa negara seperti Amerika dan Australia, swasta dapat bekerja sama dalam kepemilikan suatu bandara. Bahkan, bandara yang dimiliki dan dioperasikan oleh swasta. “Terpenting adalah bandara bermanfaat untuk meningkatkan konektivitas dan aksebilitas masyarakat. Dengan demikian, kalaupun dikelola dengan oleh swasta (asing) tidak merugikan masyarakat dan bandara tersebut tak membebani BUMN,” tandasnya.

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Area landasan bandara KNIA.

Pun begitu, kata dia, pihak swasta asing yang akan dijadikan investor bukan sembarangan. Melainkan, yang sudah berpengalaman dalam membangun bandara bertaraf internasional. “Swasta yang akan dijadikan investor harus strategis. Artinya, investor tersebut benar-benar menguasai persoalan atau berpengalaman dalam mengelola bandara internasional. Selain itu, dia juga dapat mempromosikan potensi bandara yang sedang dibangun hingga kawasan wisata yang ada di daerah Sumut. Bahkan, kalau bisa pihak asing tersebut terdapat pelancong dari berbagai negara,” sebut Gunawan.

Namun demikian, sambungnya, kerja sama yang akan dilakukan dengan asing harus bisa menepis isu ‘dijual’.  Sebab, biasanya hal itu selalu dikait-kaitkan padahal tidak demikian. “Isu-isu seperti itu (bandara dijual kepada asing) yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, pemerintah harus bisa mengkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat luas,” tukasnya.

Terpisah, ekonom dari USU, Wahyu Ario mengatakan, memang AP II telah menawarkan kepada swasta untuk melakukan investasi pengembangan Bandara Kualanamu. Hal tersebut diperlukan untuk peningkatan layanan masyarakat untuk kebutuhan penerbangan. “Pemerintah Indonesia memberikan penawaran kepada swasta untuk mengelola bandara, karena memang pengelolaannya cukup mahal. Apalagi, berada di daerah terpencil yang secara ekonomis kurang menguntungkan. Namun, swasta juga punya perhitungan bandara mana yang menarik untuk dikelola atau dimiliki sahamnya. Artinya, keeterlibatan swasta memang dalam penyertaan modal pengembangan penyediaan layanan publik tidak salah. Bahkan, ini adalah wujud adanya public private patnership,” kata Ario.

Akan tetapi, terpenting ialah jangan sampai penyediaan layanan publik yang menggunakan investor swasta asing memberatkan masyarakat. Dalam artian, terjadi peningkatan biaya-biaya baik yang menyangkut bandara tax atau biaya sewa kios untuk niaga.  Di samping itu, dalam hal pembagian kewenangan, pengelolaan maupun bagi hasil atas penerimaan dari layanan bandara juga dibagi secara adil menurut saham yang dikuasai. “Karena bandara adalah layanan publik yang strategis, jangan sampai kepemilikan BUMN lebih rendah dari swasta. Dengan kata lain, jangan sampai penguasaannya jatuh ke asing seperti kasus Indosat,” ucapnya.

Diutarakan dia, pada beberapa negara seperti Amerika dan Australia, swasta dapat bekerja sama dalam kepemilikan suatu bandara. Bahkan, bandara yang dimiliki dan dioperasikan oleh swasta. “Terpenting adalah bandara bermanfaat untuk meningkatkan konektivitas dan aksebilitas masyarakat. Dengan demikian, kalaupun dikelola dengan oleh swasta (asing) tidak merugikan masyarakat dan bandara tersebut tak membebani BUMN,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/