Dia menambahkan, daerah akan mengalami dilema karena harus memetakan PNS-nya. Kecuali bila petunjuk teknis dari pusat dan standar pengukurannya jelas.
Hal yang sama diungkapkan Sekdaprov Jambi Ridham Priskap. Menurut dia, rasionalisasi akan menimbulkan kegaduhan terutama di kabupaten/kota yang PNS-nya kurang.
“Kalau ini benar-benar dilakukan, pemerintah harus menyiapkan dulu kompensasi bagi PNS yang dirasionalisasi. Tapi saya ragu, apa mau PNS-nya dirasionalisasi,” tandasnya.
Dengan alasan tuntutan globalisasi serta pengurangan belanja pegawai, pemerintah berencana melakukan rasionalisasi (pensiun dini) sejuta PNS, ditambah 560 ribu PNS yang masuk batas usia pensiun. Pemerintahan Jokowi-JK menargetkan, jumlah PNS di Indonesia pada 2019 mendatang menciut ke angka 3,5 juta dari 4,517 juta PNS yang ada sekarang.
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menilai, rencana Kemenpan-RB melakukan rasionalisasi terhadap 1,3 juta lebih PNS, justru membuat resah. Sebab, yang ia ketahui berdasarkan data yang pernah dipaparkan Kemenpan-RB sendiri, di banyak daerah justru terjadi kekurangan PNS. Bila kebijakan rasionalisasi dilakukan, maka akan membuat resah pegawai di daerah.
“Kalau jumlah kurang, kemudian dirasionalisasi, justru resah pegawai negeri di seluruh daerah di Indonesia,” kata Riza menjawab saat dihubungi JPNN.com (grup Sumut Pos), Selasa (8/3).
Sejauh ini, lanjut politikus Gerindra itu, Kemenpan-RB Yuddy Crishnandi belum pernah menyampaikan konsep rasionalisasi ini ke komisi II. Yang ada justru desakan supaya pemerintah mengangkat tenaga honorer K2 menjadi PNS.
Karena itu, komisi II akan mengundang secara khusus pihak Kemenpan-RB untuk ditanyai tentang rencana rasionalisasi pegawai. Meskipun yang menjadi target mereka adalah pegawai yang menduduki posisi jabatan fungsional umum (JFU), dengan latarbelakang pendidikan SD-SMA.
“Nanti kami akan undang menterinya untuk paparkan, presentasikan konsep rasionalisasi itu. Akan kami lihat dan dihitung dampak dari rasionalisasi. Padahal banyak daerah kekurangan pegawai negeri, baik guru maupun tenaga medis,” tambahnya.(sam/esy/fat/jpnn/adz)