27 C
Medan
Tuesday, October 22, 2024
spot_img

“Penghulu” Buah-buahan yang Sukar Lawan Rasa Penasaran

”Bayangkan kalau kita punya durian yang bisa berbuah sepanjang tahun, tidak bergantung musim,” ungkapnya.

Apakah itu bisa terwujud? ”Tidak ada yang tidak mungkin. Saya akan mencari caranya sampai ketemu,” ucapnya.

Lutfi memang tidak pernah bisa diam melawan rasa penasaran. Dia sudah menghabiskan 17 tahun (mulai 1998) hanya untuk meneliti berbagai buah hasil kawin silang.

Bersama seorang petani di Kabupaten Bulungan, Lutfi juga pernah mengukir prestasi. Yakni, membawa jambu madu hijau (zighu dalam bahasa Bulungan) menjadi juara nasional pada 2003. Jambu zighu punya banyak keunggulan.

”Jambu ini bisa tahan sampai sepuluh hari tidak busuk. Pohonnya juga tahan hama,” papar alumnus Sekolah Teknologi Pertanian Jember tersebut. Jambu air biasa hanya bisa tahan beberapa hari dan membusuk.

Berkat prestasi itu, Lutfi mendapat kesempatan untuk studi buah-buahan ke Thailand pada 2004 dan Jepang. Dia belum puas dengan hasil kawin silang jambu hingga 30 kultivar. Bahkan, rasa penasarannya terus membesar.

Selain jambu dan durian, Lutfi mengawinsilangkan beragam turunan semangka tanpa biji. Bahkan, pada 1998 dia mampu ’’melahirkan’’ semangka dalam berbagai bentuk. Awalnya dia menemukan sebuah semangka terjepit di pohon. Bentuknya kotak tidak beraturan.

Dari situ, Lutfi yakin semangka bisa dibentuk apa saja asal masih dalam batas pertumbuhannya. Cetakan pun lalu dibuat dengan beragam bahan. Mulai kaca, plastik, hingga fiber setebal 3 mm dan 8 mm. Sampai akhirnya, dia memperoleh plastik dengan ketebalan ideal 1 sentimeter.

”Nah, ini yang cocok. Tidak gampang pecah,” tuturnya.

Hanya, untuk itu, dia butuh biaya agak banyak. Dibantu Pemkab Bulungan, dia memesan fiber yang dia inginkan itu dari Tiongkok.

”Jadi, saya pesan langsung dari seorang teman di sana seharga Rp 57 juta,” kata dekan Fakultas Pertanian Universitas Kalimantan Utara (Kaltara) itu.

Hasilnya, kini di kebunnya tumbuh pohon semangka berbentuk kotak hingga berbentuk lambang cinta (love). Semangka jenis yang satu itu cocok untuk perayaan Valentine’sDay. Waktu itu, di antara 50 semangka cetak, yang betul-betul sempurna hanya 10 jenis, baik dari sisi bentuk simetrisnya maupun kepadatan isinya. Dia yakin semangka itu mampu menyaingi semangka kotak asal Jepang.

Masalahnya menyangkut harga jual. Dengan waktu tanam hingga panen kurang lebih 60 hari, apakah harganya cukup ekonomis di Indonesia? Sebab, di Jepang, orang mau membeli semangka dengan harga sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per buah.

”Di sini, kita mau jual berapa,” tambahnya.

Sampai sekarang Lutfi masih giat membimbing mahasiswanya di Universitas Kaltara untuk meneliti buah-buahan secara gratis. Gaji dari jabatan dekanlah yang dia relakan.

”Saya cuma butuh untuk memuaskan batin dan rasa penasaran saya. Cukup ke mana-mana naik motor,” tutur salah seorang kepala bidang di Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan itu, lantas tertawa. (*/c5/c10/ari)

”Bayangkan kalau kita punya durian yang bisa berbuah sepanjang tahun, tidak bergantung musim,” ungkapnya.

Apakah itu bisa terwujud? ”Tidak ada yang tidak mungkin. Saya akan mencari caranya sampai ketemu,” ucapnya.

Lutfi memang tidak pernah bisa diam melawan rasa penasaran. Dia sudah menghabiskan 17 tahun (mulai 1998) hanya untuk meneliti berbagai buah hasil kawin silang.

Bersama seorang petani di Kabupaten Bulungan, Lutfi juga pernah mengukir prestasi. Yakni, membawa jambu madu hijau (zighu dalam bahasa Bulungan) menjadi juara nasional pada 2003. Jambu zighu punya banyak keunggulan.

”Jambu ini bisa tahan sampai sepuluh hari tidak busuk. Pohonnya juga tahan hama,” papar alumnus Sekolah Teknologi Pertanian Jember tersebut. Jambu air biasa hanya bisa tahan beberapa hari dan membusuk.

Berkat prestasi itu, Lutfi mendapat kesempatan untuk studi buah-buahan ke Thailand pada 2004 dan Jepang. Dia belum puas dengan hasil kawin silang jambu hingga 30 kultivar. Bahkan, rasa penasarannya terus membesar.

Selain jambu dan durian, Lutfi mengawinsilangkan beragam turunan semangka tanpa biji. Bahkan, pada 1998 dia mampu ’’melahirkan’’ semangka dalam berbagai bentuk. Awalnya dia menemukan sebuah semangka terjepit di pohon. Bentuknya kotak tidak beraturan.

Dari situ, Lutfi yakin semangka bisa dibentuk apa saja asal masih dalam batas pertumbuhannya. Cetakan pun lalu dibuat dengan beragam bahan. Mulai kaca, plastik, hingga fiber setebal 3 mm dan 8 mm. Sampai akhirnya, dia memperoleh plastik dengan ketebalan ideal 1 sentimeter.

”Nah, ini yang cocok. Tidak gampang pecah,” tuturnya.

Hanya, untuk itu, dia butuh biaya agak banyak. Dibantu Pemkab Bulungan, dia memesan fiber yang dia inginkan itu dari Tiongkok.

”Jadi, saya pesan langsung dari seorang teman di sana seharga Rp 57 juta,” kata dekan Fakultas Pertanian Universitas Kalimantan Utara (Kaltara) itu.

Hasilnya, kini di kebunnya tumbuh pohon semangka berbentuk kotak hingga berbentuk lambang cinta (love). Semangka jenis yang satu itu cocok untuk perayaan Valentine’sDay. Waktu itu, di antara 50 semangka cetak, yang betul-betul sempurna hanya 10 jenis, baik dari sisi bentuk simetrisnya maupun kepadatan isinya. Dia yakin semangka itu mampu menyaingi semangka kotak asal Jepang.

Masalahnya menyangkut harga jual. Dengan waktu tanam hingga panen kurang lebih 60 hari, apakah harganya cukup ekonomis di Indonesia? Sebab, di Jepang, orang mau membeli semangka dengan harga sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per buah.

”Di sini, kita mau jual berapa,” tambahnya.

Sampai sekarang Lutfi masih giat membimbing mahasiswanya di Universitas Kaltara untuk meneliti buah-buahan secara gratis. Gaji dari jabatan dekanlah yang dia relakan.

”Saya cuma butuh untuk memuaskan batin dan rasa penasaran saya. Cukup ke mana-mana naik motor,” tutur salah seorang kepala bidang di Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan itu, lantas tertawa. (*/c5/c10/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/