30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Dokter Penyakit Paru Tutup Praktik karena Tak Ada Pasien

Tidak semua daerah berhasil menerapkan peraturan kawasan tertib rokok. Banyak kendala yang menghadang. Mulai warga yang tidak disiplin hingga godaan penerimaan dana dari perusahaan rokok. Tapi, semua kendala itu tak berlaku di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat

Zalzilatul Hikmia, Padang Panjang

MEMASUKI kawasan Padang Panjang, mata akan langsung dimanjakan oleh keindahan alam. Suasana sejuk semakin menambah rasa betah untuk berlama-lama berada di kota terkecil di Sumatera Barat itu. Bukan hanya karena berada di daerah perbukitan, suasana sejuk tersebut muncul lantaran tak ada asap rokok yang diembuskan sembarangan.

TEMPAT KHUSUS: Tempat merokok disediakan khusus di depan rumah di kompleks Rumah Pangan Lestari, Pasar Usang, Kota Padang Panjang.
TEMPAT KHUSUS: Tempat merokok disediakan khusus di depan rumah di kompleks Rumah Pangan Lestari, Pasar Usang, Kota Padang Panjang.

Kota Padang Panjang bukan kota tanpa rokok. Tapi, kota tersebut telah berhasil membentuk warganya untuk taat tidak merokok di sembarang tempat. Pemerintah, melalui Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2009, telah membagi kawasan mana saja yang menjadi kawasan tanpa asap rokok dan kawasan tertib rokok.

Misalnya, ketika Jawa Pos (Grup Sumut Pos) menjejakkan kaki di kompleks Rumah Pangan Lestari RT 11, Kelurahan Pasar Usang, Kota Padang Panjang, Rabu siang (21/5). Pemandangan tak biasa akan langsung disuguhkan. Hampir di setiap rumah ada stiker berukuran besar yang bertulisan “Kawasan Dilarang Merokok”. Bukan hanya itu. Di samping stiker tersebut ditempel pula stiker bertulisan “Rumah Tangga Sehat”. “Indikator Perilaku Hidup Bersih Sehat”pun dipasang hampir di setiap gang-gang kecil.

Stiker larangan tersebut bukan hanya hiasan dinding di rumah warga. Stiker tersebut menandakan bahwa warga dilarang merokok di area itu. Sang empunya rumah pun tidak diperbolehkan untuk mengisap rokok di rumah mereka sendiri.

Meski demikian, pemerintah daerah tidak serta-merta mengebiri hak warganya untuk merokok. Pemerintah tetap menyediakan area merokok bagi mereka. Kawasan itu biasa disebut kawasan tertib rokok. Kawasan tersebut biasanya hanya terdapat di kawasan wisata, pasar, restoran, rumah makan, terminal, kantor pemerintah, kantor swasta, serta pabrik dan industri lainnya. Itu pun, perokok tetap tidak bisa merokok di sembarang tempat. Ada pos-pos tersendiri yang disiapkan untuk smoking area.

Di RT 11 itu ada dua rumah yang dijadikan base camp untuk merokok. Salah satu base camp ditempatkan persis di dekat pintu masuk kompleks. Hal tersebut bertujuan memudahkan para tamu jika ingin merokok. “Di sini juga masih ada yang merokok. Ado sekitar delapan bapak-bapak. Karena itu, disediakan dua tempat, di depan rumah warga,” tutur Ketua RT 11 Selfi Werti dengan logat Minang.

Selfi mengatakan, tak ada sanksi khusus yang diterapkan kepada mereka yang merokok sembarangan. Menurut dia, komitmen bersama seluruh warga untuk hidup sehatlah yang mendorong mereka untuk tertib dalam merokok. Anak-anak turut dalam aksi tertib rokok itu. Mereka mendapat sosialisasi dari sekolah dan pesantren di desa.

“Jadi, bapak-bapaknya kalau ngerokok di dalam rumah langsung ditegur anak dan istri. Lama-lama mereka malu ditegur terus-terusan oleh anaknya. Akhirnya banyak yang memutuskan untuk berhenti,” ungkapnya.

Dia mengakui, tak mudah menjalankan aturan tertib rokok itu. Tak jarang, ada tamu atau warga yang merokok sembarangan. Namun, pengawasan yang dilakukan semua kalangan membuat aturan bisa terus dijalankan.

Selain terus melakukan pengawasan, para warga terutama ibu-ibu memiliki cara untuk membantu bapak-bapak untuk tetap bisa berhenti merokok. Kebiasaan melamun sambil merokok pun diganti dengan camilan-camilan. Para ibu mengolah hasil bumi dari pekarangan mereka. Mulai kacang tanah, ubi, hingga buah-buahan seperti stroberi dan melon. “Cukup efektif, mengingat biasanya kalau lagi ngelamun, nganggur biasanya kan ngerokok. Nah, ini kita ganti,” tandasnya.

Situasi itu sudah diterapkan hampir di seluruh wilayah Kota Padang Panjang saat ini. Wakil Wali Kota Padang Panjang Mawardi menuturkan, kondisi seperti itu memang tidak bisa diciptakan dalam waktu singkat. Menurut dia, diperlukan waktu dan niat yang kuat agar semua bisa tercapai.

Mawardi menceritakan, pada awal diberlakukannya peraturan kawasan tertib rokok itu, hanya 36 RT yang bersedia menerapkan. Tahun berikutnya, perkembangannya cukup signifikan, empat kelurahan di Kota Padang Panjang bersedia secara sukarela ikut bergabung menerapkan kawasan tertib rokok. “Kalau sepuluh tahun lalu, hampir semua pria, dari anak-anak sampai dewasa, merokok. Suhu udara yang dingin dijadikan alasan untuk menghangatkan badan,” ungkapnya.

Bukan hanya itu. Tradisi mengundang tamu dengan menggunakan rokok yang juga begitu kental dalam masyarakat Padang Panjang sempat menjadi penghalang. Karena itu, kata Mawardi, pemerintah harus perlahan dalam menerapkan perda yang telah disahkan pada 2009. Pendekatan ke kalangan-kalangan agamais, adat, dan masyarakat dilakukan secara halus, bukan dengan paksaan. “Bukan hanya saat mengundang, pulang dari hajatan pun biasanya diselipi dengan rokok. Ini yang tadinya cukup susah untuk diubah. Sudah menjadi tradisi,” ujarnya.

Pendekatan itu pun tak berjalan mulus dan langsung disetujui. Bukan hanya dari masyarakat setempat, namun juga dari kalangan pegawai pemerintah. Tak jarang, banyak protes yang diajukan.

Meski demikian, pemerintah tidak gentar. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, pemerintah akhirnya menetapkan untuk menolak semua iklan rokok di Kota Padang Panjang.

Mawardi yang saat itu menjabat kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang menuturkan bahwa pelarangan iklan rokok tersebut diterapkan untuk semua media promosi, baik billboard, spanduk, maupun reklame di toko dan jalanan. Bahkan, Pemkot Padang Panjang saat itu juga menolak produsen rokok untuk mensponsori acara apa pun, khususnya olahraga atau acara yang menargetkan anak muda.

Belum berjalan lama, keputusan itu mulai berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD). Pemkot harus menelan kerugian hingga ratusan juta rupiah karena penolakan tersebut. Meski demikian, pemerintah tetap kukuh tidak akan mengubah keputusannya.

Pemkot mulai memutar otak untuk menutupi dana yang hilang. Sebab, tak bisa dimungkiri, berkurangnya dana tersebut sangat berpengaruh pada pengoperasian roda pemerintahan. “Kami mulai mencari pemasukan lain, menerima iklan-iklan kesehatan dan berbagai produk lainnya,” jelas Mawardi.

Berdasar pantauan Jawa Pos, sejak masuk Kota Padang Panjang, memang tidak dijumpai satu pun iklan rokok di sepanjang jalan. Papan-papan reklame iklan rokok diganti dengan jejeran tiang dengan tulisan nama-nama baik bagi Allah SWT atau yang sering disebut asmaul-husna di sepanjang jalan utama kota. Sementara itu, spanduk iklan rokok digantikan oleh tulisan kawasan tertib rokok di sepanjang jalan. Padahal, biasanya, saat mengunjungi suatu kota, pemandangan iklan rokok atau promosi acara yang disponsori produsen merek rokok ternama tidak pernah luput dari pandangan mata.

Dengan semakin meluasnya kawasan tertib rokok itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang Yanuar mengungkapkan, masyarakat akhirnya bisa terbebas dari penyakit paru-paru hingga dokter pun jarang memiliki pasien. “Efek perda ini berjalan, dokter spesialis paru di sana sampai tidak punya pekerjaan lagi, jadi tidak laku karena tidak ada pasiennya,” ujar Yanuar, kemudian tertawa.

Mantan direkur utama RSUD Pandang Panjang itu menambahkan, efek perda kawasan tertib rokok tersebut berhasil menghapus penyakit paru-paru dari sepuluh besar penyakit terbanyak yang dilayani RSUD Pandang Panjang. RS yang dulu pernah dijadikan spesialisasi respirasi atau pernapasan itu kini tidak lagi sesak lantaran jumlah pasien paru-paru menurun drastis.

Bahkan, saking sedikitnya pasien yang datang, dokter spesialis paru RSUD Padang Pajang memutuskan pindah ke rumah sakit lain yang lebih memerlukan jasanya. “Dokter itu akhirnya menemui saya dan meminta izin pindah ke RS Batu Sangkar. Agar kemampuannya bisa lebih dimanfaatkan masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya. Meski begitu, lanjut Yanuar, posisi tersebut kini telah diisi dokter spesialis paru yang baru. Atas keberhasilan Pemkot Padang Panjang, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan penghargaan atas inisiatif pemda dalam memerangi rokok. (*/c10/kim/jpnn)

Tidak semua daerah berhasil menerapkan peraturan kawasan tertib rokok. Banyak kendala yang menghadang. Mulai warga yang tidak disiplin hingga godaan penerimaan dana dari perusahaan rokok. Tapi, semua kendala itu tak berlaku di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat

Zalzilatul Hikmia, Padang Panjang

MEMASUKI kawasan Padang Panjang, mata akan langsung dimanjakan oleh keindahan alam. Suasana sejuk semakin menambah rasa betah untuk berlama-lama berada di kota terkecil di Sumatera Barat itu. Bukan hanya karena berada di daerah perbukitan, suasana sejuk tersebut muncul lantaran tak ada asap rokok yang diembuskan sembarangan.

TEMPAT KHUSUS: Tempat merokok disediakan khusus di depan rumah di kompleks Rumah Pangan Lestari, Pasar Usang, Kota Padang Panjang.
TEMPAT KHUSUS: Tempat merokok disediakan khusus di depan rumah di kompleks Rumah Pangan Lestari, Pasar Usang, Kota Padang Panjang.

Kota Padang Panjang bukan kota tanpa rokok. Tapi, kota tersebut telah berhasil membentuk warganya untuk taat tidak merokok di sembarang tempat. Pemerintah, melalui Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2009, telah membagi kawasan mana saja yang menjadi kawasan tanpa asap rokok dan kawasan tertib rokok.

Misalnya, ketika Jawa Pos (Grup Sumut Pos) menjejakkan kaki di kompleks Rumah Pangan Lestari RT 11, Kelurahan Pasar Usang, Kota Padang Panjang, Rabu siang (21/5). Pemandangan tak biasa akan langsung disuguhkan. Hampir di setiap rumah ada stiker berukuran besar yang bertulisan “Kawasan Dilarang Merokok”. Bukan hanya itu. Di samping stiker tersebut ditempel pula stiker bertulisan “Rumah Tangga Sehat”. “Indikator Perilaku Hidup Bersih Sehat”pun dipasang hampir di setiap gang-gang kecil.

Stiker larangan tersebut bukan hanya hiasan dinding di rumah warga. Stiker tersebut menandakan bahwa warga dilarang merokok di area itu. Sang empunya rumah pun tidak diperbolehkan untuk mengisap rokok di rumah mereka sendiri.

Meski demikian, pemerintah daerah tidak serta-merta mengebiri hak warganya untuk merokok. Pemerintah tetap menyediakan area merokok bagi mereka. Kawasan itu biasa disebut kawasan tertib rokok. Kawasan tersebut biasanya hanya terdapat di kawasan wisata, pasar, restoran, rumah makan, terminal, kantor pemerintah, kantor swasta, serta pabrik dan industri lainnya. Itu pun, perokok tetap tidak bisa merokok di sembarang tempat. Ada pos-pos tersendiri yang disiapkan untuk smoking area.

Di RT 11 itu ada dua rumah yang dijadikan base camp untuk merokok. Salah satu base camp ditempatkan persis di dekat pintu masuk kompleks. Hal tersebut bertujuan memudahkan para tamu jika ingin merokok. “Di sini juga masih ada yang merokok. Ado sekitar delapan bapak-bapak. Karena itu, disediakan dua tempat, di depan rumah warga,” tutur Ketua RT 11 Selfi Werti dengan logat Minang.

Selfi mengatakan, tak ada sanksi khusus yang diterapkan kepada mereka yang merokok sembarangan. Menurut dia, komitmen bersama seluruh warga untuk hidup sehatlah yang mendorong mereka untuk tertib dalam merokok. Anak-anak turut dalam aksi tertib rokok itu. Mereka mendapat sosialisasi dari sekolah dan pesantren di desa.

“Jadi, bapak-bapaknya kalau ngerokok di dalam rumah langsung ditegur anak dan istri. Lama-lama mereka malu ditegur terus-terusan oleh anaknya. Akhirnya banyak yang memutuskan untuk berhenti,” ungkapnya.

Dia mengakui, tak mudah menjalankan aturan tertib rokok itu. Tak jarang, ada tamu atau warga yang merokok sembarangan. Namun, pengawasan yang dilakukan semua kalangan membuat aturan bisa terus dijalankan.

Selain terus melakukan pengawasan, para warga terutama ibu-ibu memiliki cara untuk membantu bapak-bapak untuk tetap bisa berhenti merokok. Kebiasaan melamun sambil merokok pun diganti dengan camilan-camilan. Para ibu mengolah hasil bumi dari pekarangan mereka. Mulai kacang tanah, ubi, hingga buah-buahan seperti stroberi dan melon. “Cukup efektif, mengingat biasanya kalau lagi ngelamun, nganggur biasanya kan ngerokok. Nah, ini kita ganti,” tandasnya.

Situasi itu sudah diterapkan hampir di seluruh wilayah Kota Padang Panjang saat ini. Wakil Wali Kota Padang Panjang Mawardi menuturkan, kondisi seperti itu memang tidak bisa diciptakan dalam waktu singkat. Menurut dia, diperlukan waktu dan niat yang kuat agar semua bisa tercapai.

Mawardi menceritakan, pada awal diberlakukannya peraturan kawasan tertib rokok itu, hanya 36 RT yang bersedia menerapkan. Tahun berikutnya, perkembangannya cukup signifikan, empat kelurahan di Kota Padang Panjang bersedia secara sukarela ikut bergabung menerapkan kawasan tertib rokok. “Kalau sepuluh tahun lalu, hampir semua pria, dari anak-anak sampai dewasa, merokok. Suhu udara yang dingin dijadikan alasan untuk menghangatkan badan,” ungkapnya.

Bukan hanya itu. Tradisi mengundang tamu dengan menggunakan rokok yang juga begitu kental dalam masyarakat Padang Panjang sempat menjadi penghalang. Karena itu, kata Mawardi, pemerintah harus perlahan dalam menerapkan perda yang telah disahkan pada 2009. Pendekatan ke kalangan-kalangan agamais, adat, dan masyarakat dilakukan secara halus, bukan dengan paksaan. “Bukan hanya saat mengundang, pulang dari hajatan pun biasanya diselipi dengan rokok. Ini yang tadinya cukup susah untuk diubah. Sudah menjadi tradisi,” ujarnya.

Pendekatan itu pun tak berjalan mulus dan langsung disetujui. Bukan hanya dari masyarakat setempat, namun juga dari kalangan pegawai pemerintah. Tak jarang, banyak protes yang diajukan.

Meski demikian, pemerintah tidak gentar. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya merokok, pemerintah akhirnya menetapkan untuk menolak semua iklan rokok di Kota Padang Panjang.

Mawardi yang saat itu menjabat kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang menuturkan bahwa pelarangan iklan rokok tersebut diterapkan untuk semua media promosi, baik billboard, spanduk, maupun reklame di toko dan jalanan. Bahkan, Pemkot Padang Panjang saat itu juga menolak produsen rokok untuk mensponsori acara apa pun, khususnya olahraga atau acara yang menargetkan anak muda.

Belum berjalan lama, keputusan itu mulai berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD). Pemkot harus menelan kerugian hingga ratusan juta rupiah karena penolakan tersebut. Meski demikian, pemerintah tetap kukuh tidak akan mengubah keputusannya.

Pemkot mulai memutar otak untuk menutupi dana yang hilang. Sebab, tak bisa dimungkiri, berkurangnya dana tersebut sangat berpengaruh pada pengoperasian roda pemerintahan. “Kami mulai mencari pemasukan lain, menerima iklan-iklan kesehatan dan berbagai produk lainnya,” jelas Mawardi.

Berdasar pantauan Jawa Pos, sejak masuk Kota Padang Panjang, memang tidak dijumpai satu pun iklan rokok di sepanjang jalan. Papan-papan reklame iklan rokok diganti dengan jejeran tiang dengan tulisan nama-nama baik bagi Allah SWT atau yang sering disebut asmaul-husna di sepanjang jalan utama kota. Sementara itu, spanduk iklan rokok digantikan oleh tulisan kawasan tertib rokok di sepanjang jalan. Padahal, biasanya, saat mengunjungi suatu kota, pemandangan iklan rokok atau promosi acara yang disponsori produsen merek rokok ternama tidak pernah luput dari pandangan mata.

Dengan semakin meluasnya kawasan tertib rokok itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang Yanuar mengungkapkan, masyarakat akhirnya bisa terbebas dari penyakit paru-paru hingga dokter pun jarang memiliki pasien. “Efek perda ini berjalan, dokter spesialis paru di sana sampai tidak punya pekerjaan lagi, jadi tidak laku karena tidak ada pasiennya,” ujar Yanuar, kemudian tertawa.

Mantan direkur utama RSUD Pandang Panjang itu menambahkan, efek perda kawasan tertib rokok tersebut berhasil menghapus penyakit paru-paru dari sepuluh besar penyakit terbanyak yang dilayani RSUD Pandang Panjang. RS yang dulu pernah dijadikan spesialisasi respirasi atau pernapasan itu kini tidak lagi sesak lantaran jumlah pasien paru-paru menurun drastis.

Bahkan, saking sedikitnya pasien yang datang, dokter spesialis paru RSUD Padang Pajang memutuskan pindah ke rumah sakit lain yang lebih memerlukan jasanya. “Dokter itu akhirnya menemui saya dan meminta izin pindah ke RS Batu Sangkar. Agar kemampuannya bisa lebih dimanfaatkan masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya. Meski begitu, lanjut Yanuar, posisi tersebut kini telah diisi dokter spesialis paru yang baru. Atas keberhasilan Pemkot Padang Panjang, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan penghargaan atas inisiatif pemda dalam memerangi rokok. (*/c10/kim/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/