30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Terik Matahari Ancam Kanker Kulit

Foto: Gatha Ginting/PM Seorang anak perempuan tampak menunggu angkutan umum di Kota Medan. Ia melindungi dirinya dengan payung karena teriknya matahari.
Foto: Gatha Ginting/PM
Seorang anak perempuan tampak menunggu angkutan umum di Kota Medan. Ia melindungi dirinya dengan payung karena teriknya matahari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suhu udara di kota Medan dalam sepekan terakhir terasa sangat panas dan menyemgat. Udara panas mulai terasa sejak pukul 10.00 WIB hingga siang menjelang sore. Pada Sabtu (7/6) dan Jumat (8/6) Juni lalu, cuaca mencapai 36 derajat celcius. Hal ini dikhawatirkan memicu kanker kulit dan berbagai penyakit lainnya.

Hal itu disampaikan dr. Meldawati, AIFM.M.Biomed, kemarin (9/6). Dijelaskannya, bahwa kulit merupakan salah satu pelindung tubuh manusia, terutama dari sinar matahari. Sinar Matahari itu sendiri merupakan sumber radiasi yang dapat merusak sel-sel tubuh, dimana pemaparan yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang singkat dapat menyebabkan luka bakar dan kanker kulit.

Hanya saja, jika pemaparan tersebut berlangsung dalam jangka panjang akan menimbulkan penebalan jaringan epidermis (lapisan kulit paling atas) dan peningkatan pembentukan melanin (pigmen) oleh sel-sel penghasil pigmen (melanosit). “Apalagi lapisan ozon kita udah bolong sehingga tidak bisa menyaring sinar matahari tersebut,” ungkapnya.

Melanin menurutnya berfungsi mencegah sinar ultraviolet masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam. Kepekaan terhadaap sinar matahari dipengaruhi oleh ras/bangsa, pemaparan sebelumnya dan keadaan kulit secara keseluruhan. Orang yang berkulit gelap mengandung pigmen melanin yang lebih banyak sehingga lebih tahan kepada efek matahari yang berbahaya, seperti luka bakar karena matahari, penuaan dini di kulit dan kanker kulit. Orang berkulit putih, tidak memiliki melanin sehingga lebih gampang terkena luka bakar yang serius.

“Jadi jangan salah, orang yang berkulit hitam itu punya ketahanan yang lebih kuat terhadap sinar matahari dibanding yang berkulit putih. Jadi saya sarangkan kalau mau berkulit putih itu maksimal ikuti warna kulit tubuh yang tertutup. Jangan lewat dari itu,” ungkapnya.

Bagi penderita vitiligo yang tidak memproduksi melanin sehingga timbul bercak-bercak putih dikulitnya akan gampang terkena luka bakar yang parah. Luka bakar karena matahari terjadi akibat pemaparan sinar ultraviolet B (UVB) yang berlebihan. Gejala yang timbul tergantung kepada pigmen kulit yang dimiliki dan banyaknya pemaparan. Misal, kulit menjadi merah, membengkak dan terasa nyeri dalam 1 jam sampai 1 hari setelah pemaparan. Lalu terbentuk lepuhan-lepuhan dan kulit bisa mengelupas. Beberapa penderita mengalami demam, menggigil dan lemah. Lalu pada luka bakar hebat bisa terjadi syok.

 

EFEK JANGKA PANJANG SINAR MATAHARI

Pemaparan sinar matahari selama bertahun-tahun menyebabkan penuaan kulit, tetapi yang paling merusak adalah pemaparan sebelum usia 18 tahun. Kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam menyebabkan keriput dan perubahan warna menjadi kuning.

Sinar matahari juga menyebabkan penipisan kulit dan bisa merangsang pertumbuhan prekanker (keratosis aktinik, keratosis solaris). Pertumbuhan ini tampak sebagai daerah bersisik dan berlapis-lapis yang tidak membaik; juga warnanya menjadi lebih gelap atau kelabu serta teraba keras.

“Terlalu lama berada di bawah sinar matahari langsung bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit (karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal dan melanoma maligna),” ujarnya.

Diperlukan waktu beberapa saat untuk terjadinya luka bakar dan kerusakan kulit karena matahari, tetapi beberapa orang memiliki reaksi yang tidak biasa yang terjadi setelah hanya beberapa menit berada di bawah sinar matahari. Reaksi ini berupa kemerahan, pengelupasan kulit, kaligata, lepuhan-lepuhan dan bercak-bercak penebalan yang bersisik.

“Banyak faktor yang mendukung terjadinya kepekaan terhadap sinar matahari (fotosensitivitas). Penyebab yang paling sering ditemukan adalah pemakaian obat-obat tertentu (misalnya beberapa antibiotik, diuretik dan obat anti-jamur),” ungkapnya.

Reaksi fotosensitivitas juga bisa terjadi karena pemakaian obat, minyak wangi, batubara yang digunakan untuk mengobati ketombe dan eksim serta bahan-bahan yang terkandung dalam tanaman. Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan porfiria) juga bisa menyebabkan reaksi fotosensitivitas.

 

PENCEGAHAN

Cara terbaik untuk mencegah kerusakan kulit akibat sinar matahari adalah menghindari sinar matahari yang kuat secara langsung. Pakaian dan kaca jendela yang biasa bisa menyaring sinar-sinar yang bersifat merusak.

Sebelum terpapar sinar matahari yang kuat, sebaiknya gunakan tabir surya, bisa berupa salep atau krim yang mengandung bahan kimia yang melindungi kulit dengan cara menyaring sinar UVA dan UVB. Banyak tabir surya yang juga bersifat waterproof (tahan air). Kekuatan tabir surya dikelompokkan berdasarkan angka SPF (sun protection factor).

Makin tinggi angka SPFnya maka makin kuat perlindungannya. Tabir surya dengan SPF 15 atau lebih bisa menghalangi sebagian besar sinar UV Kebanyakan tabir surya cenderung hanya menghalangi sinar UVB meskipun sinar UVA juga bisa menyebabkan kerusakan kulit Pengobatan.

Kesemutan atau kemerahan merupakan pertanda harus segera menghindari sinar matahri. Kompres air dingin bisa menenangkan kulit yang panas, demikian pula halnya dengan lotion atau salep. Kulit yang rusak karena sinar matahari tidak mampu menghalangi terjadinya infeksi dan jika terjadi infeksi maka penyembuhannya akan lebih lama. sebaiknya segera kunjungi dokter bila sudah ada keluhan ini. “Selain itu coba pakai payung juga kalau keluar rumah,” ujarnya.

Kunci dari pengobatan adalah menghindari sinar matahari. Tetapi kerusakan yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki. Krim pelembab dan makeup bisa menyembunyikan keriput. Pertumbuhan prekanker bisa berkembang menjadi kanker kulit.

 

SUMUT DILANDA MUSIM KEMARAU

Hendra Suarta, Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Sumut menjelaskan, bahwa bulan Maret dan Mei hingga Juli, Sumut memasuki masa musim kemarau. Dan puncaknya terjadi pada bulan Maret, Juni dan Juli. Sedangkan pada Agustus hingga Desember terjadi perubahan musim ke penghujan.

“Tapi peluang hujan masih ada di musim kemarau ini, hanya intensitasnya saja yang berkurang,” ujarnya.

Hendra menjelaskan sepekan ini cuaca mencapai 36 derajat celcius, karenanya wajar banyak masyarakat mengeluhkan udara panas. Bahkan di malam hari sekali pun, perasaan gerah masih meliputi tubuh. Hanya saja suhu tersebut merupakan angka maksimum yang akan terjadi. “Itu yang perlu diantisipasi masyarakat. Tapi kami lihat maksimum itu 36 derajat celcius. Namun hari ini, Senin (9/6) panas turun dua derajat dari kemarin, jadi 34 derajat celcius,” ungkapnya sambil mengatakan bahwa puncaknya suhu cuaca terjadi di sekitar pukul 13.00-14.00 wib.

Meski pada umumnya Sumut saat ini mengalami musim kemarau, namun ada beberapa daerah di Sumut yang tidak mengalami musim kemarau. Ada sebagian besar daerah di sumut yang tidak jelas musim penghujan dan musim kemarau. Misalnya di daerah pantai Barat yang memiliki musim penghujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Kondisi ini terjadi setiap tahunnya.

“Iklim di Sumut berbeda dengan Jawa. Itulah rumitnya iklim ini karena tidak sama merata. Topografi di Sumut kan ada yang di dataran tinggi dan dataran rendah. Misalnya di Berastagi dan Medan itu memiliki suhu cuaca yang berbeda. Kalau di Medan maksimum 36 derajat celcius, di Berastagi maksimum 30 derajat celcius. Tapi itu pun udah panas kali di sana,” ujarnya.

Selain harus meningkatkan kewaspadaan terhadap panasnya cuaca dari segi kesehatan, Hendra juga mengingatkan bahwa masyarakat harus mewaspadai adanya angin kencang dan angin puting beliung di Sumut. Disebutkannya, kecepatan anginnya bisa mencapai 48 KM/Jam. Meski musim kemarau, angin kencang berpotensi hadir karena adanya perbedaan suhu, topografi dan sebagainya. “Perbedaan suhu yang tinggi makin nambah angin kencangnya. Angin datang dari arah yang berbeda-beda. Saat ini sedang berhembus angin dari barat, barat daya atau orang bilang dari baratan,” ujarnya. (cr2/bd)

Foto: Gatha Ginting/PM Seorang anak perempuan tampak menunggu angkutan umum di Kota Medan. Ia melindungi dirinya dengan payung karena teriknya matahari.
Foto: Gatha Ginting/PM
Seorang anak perempuan tampak menunggu angkutan umum di Kota Medan. Ia melindungi dirinya dengan payung karena teriknya matahari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suhu udara di kota Medan dalam sepekan terakhir terasa sangat panas dan menyemgat. Udara panas mulai terasa sejak pukul 10.00 WIB hingga siang menjelang sore. Pada Sabtu (7/6) dan Jumat (8/6) Juni lalu, cuaca mencapai 36 derajat celcius. Hal ini dikhawatirkan memicu kanker kulit dan berbagai penyakit lainnya.

Hal itu disampaikan dr. Meldawati, AIFM.M.Biomed, kemarin (9/6). Dijelaskannya, bahwa kulit merupakan salah satu pelindung tubuh manusia, terutama dari sinar matahari. Sinar Matahari itu sendiri merupakan sumber radiasi yang dapat merusak sel-sel tubuh, dimana pemaparan yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang singkat dapat menyebabkan luka bakar dan kanker kulit.

Hanya saja, jika pemaparan tersebut berlangsung dalam jangka panjang akan menimbulkan penebalan jaringan epidermis (lapisan kulit paling atas) dan peningkatan pembentukan melanin (pigmen) oleh sel-sel penghasil pigmen (melanosit). “Apalagi lapisan ozon kita udah bolong sehingga tidak bisa menyaring sinar matahari tersebut,” ungkapnya.

Melanin menurutnya berfungsi mencegah sinar ultraviolet masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam. Kepekaan terhadaap sinar matahari dipengaruhi oleh ras/bangsa, pemaparan sebelumnya dan keadaan kulit secara keseluruhan. Orang yang berkulit gelap mengandung pigmen melanin yang lebih banyak sehingga lebih tahan kepada efek matahari yang berbahaya, seperti luka bakar karena matahari, penuaan dini di kulit dan kanker kulit. Orang berkulit putih, tidak memiliki melanin sehingga lebih gampang terkena luka bakar yang serius.

“Jadi jangan salah, orang yang berkulit hitam itu punya ketahanan yang lebih kuat terhadap sinar matahari dibanding yang berkulit putih. Jadi saya sarangkan kalau mau berkulit putih itu maksimal ikuti warna kulit tubuh yang tertutup. Jangan lewat dari itu,” ungkapnya.

Bagi penderita vitiligo yang tidak memproduksi melanin sehingga timbul bercak-bercak putih dikulitnya akan gampang terkena luka bakar yang parah. Luka bakar karena matahari terjadi akibat pemaparan sinar ultraviolet B (UVB) yang berlebihan. Gejala yang timbul tergantung kepada pigmen kulit yang dimiliki dan banyaknya pemaparan. Misal, kulit menjadi merah, membengkak dan terasa nyeri dalam 1 jam sampai 1 hari setelah pemaparan. Lalu terbentuk lepuhan-lepuhan dan kulit bisa mengelupas. Beberapa penderita mengalami demam, menggigil dan lemah. Lalu pada luka bakar hebat bisa terjadi syok.

 

EFEK JANGKA PANJANG SINAR MATAHARI

Pemaparan sinar matahari selama bertahun-tahun menyebabkan penuaan kulit, tetapi yang paling merusak adalah pemaparan sebelum usia 18 tahun. Kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam menyebabkan keriput dan perubahan warna menjadi kuning.

Sinar matahari juga menyebabkan penipisan kulit dan bisa merangsang pertumbuhan prekanker (keratosis aktinik, keratosis solaris). Pertumbuhan ini tampak sebagai daerah bersisik dan berlapis-lapis yang tidak membaik; juga warnanya menjadi lebih gelap atau kelabu serta teraba keras.

“Terlalu lama berada di bawah sinar matahari langsung bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit (karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal dan melanoma maligna),” ujarnya.

Diperlukan waktu beberapa saat untuk terjadinya luka bakar dan kerusakan kulit karena matahari, tetapi beberapa orang memiliki reaksi yang tidak biasa yang terjadi setelah hanya beberapa menit berada di bawah sinar matahari. Reaksi ini berupa kemerahan, pengelupasan kulit, kaligata, lepuhan-lepuhan dan bercak-bercak penebalan yang bersisik.

“Banyak faktor yang mendukung terjadinya kepekaan terhadap sinar matahari (fotosensitivitas). Penyebab yang paling sering ditemukan adalah pemakaian obat-obat tertentu (misalnya beberapa antibiotik, diuretik dan obat anti-jamur),” ungkapnya.

Reaksi fotosensitivitas juga bisa terjadi karena pemakaian obat, minyak wangi, batubara yang digunakan untuk mengobati ketombe dan eksim serta bahan-bahan yang terkandung dalam tanaman. Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan porfiria) juga bisa menyebabkan reaksi fotosensitivitas.

 

PENCEGAHAN

Cara terbaik untuk mencegah kerusakan kulit akibat sinar matahari adalah menghindari sinar matahari yang kuat secara langsung. Pakaian dan kaca jendela yang biasa bisa menyaring sinar-sinar yang bersifat merusak.

Sebelum terpapar sinar matahari yang kuat, sebaiknya gunakan tabir surya, bisa berupa salep atau krim yang mengandung bahan kimia yang melindungi kulit dengan cara menyaring sinar UVA dan UVB. Banyak tabir surya yang juga bersifat waterproof (tahan air). Kekuatan tabir surya dikelompokkan berdasarkan angka SPF (sun protection factor).

Makin tinggi angka SPFnya maka makin kuat perlindungannya. Tabir surya dengan SPF 15 atau lebih bisa menghalangi sebagian besar sinar UV Kebanyakan tabir surya cenderung hanya menghalangi sinar UVB meskipun sinar UVA juga bisa menyebabkan kerusakan kulit Pengobatan.

Kesemutan atau kemerahan merupakan pertanda harus segera menghindari sinar matahri. Kompres air dingin bisa menenangkan kulit yang panas, demikian pula halnya dengan lotion atau salep. Kulit yang rusak karena sinar matahari tidak mampu menghalangi terjadinya infeksi dan jika terjadi infeksi maka penyembuhannya akan lebih lama. sebaiknya segera kunjungi dokter bila sudah ada keluhan ini. “Selain itu coba pakai payung juga kalau keluar rumah,” ujarnya.

Kunci dari pengobatan adalah menghindari sinar matahari. Tetapi kerusakan yang telah terjadi tidak dapat diperbaiki. Krim pelembab dan makeup bisa menyembunyikan keriput. Pertumbuhan prekanker bisa berkembang menjadi kanker kulit.

 

SUMUT DILANDA MUSIM KEMARAU

Hendra Suarta, Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Sumut menjelaskan, bahwa bulan Maret dan Mei hingga Juli, Sumut memasuki masa musim kemarau. Dan puncaknya terjadi pada bulan Maret, Juni dan Juli. Sedangkan pada Agustus hingga Desember terjadi perubahan musim ke penghujan.

“Tapi peluang hujan masih ada di musim kemarau ini, hanya intensitasnya saja yang berkurang,” ujarnya.

Hendra menjelaskan sepekan ini cuaca mencapai 36 derajat celcius, karenanya wajar banyak masyarakat mengeluhkan udara panas. Bahkan di malam hari sekali pun, perasaan gerah masih meliputi tubuh. Hanya saja suhu tersebut merupakan angka maksimum yang akan terjadi. “Itu yang perlu diantisipasi masyarakat. Tapi kami lihat maksimum itu 36 derajat celcius. Namun hari ini, Senin (9/6) panas turun dua derajat dari kemarin, jadi 34 derajat celcius,” ungkapnya sambil mengatakan bahwa puncaknya suhu cuaca terjadi di sekitar pukul 13.00-14.00 wib.

Meski pada umumnya Sumut saat ini mengalami musim kemarau, namun ada beberapa daerah di Sumut yang tidak mengalami musim kemarau. Ada sebagian besar daerah di sumut yang tidak jelas musim penghujan dan musim kemarau. Misalnya di daerah pantai Barat yang memiliki musim penghujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Kondisi ini terjadi setiap tahunnya.

“Iklim di Sumut berbeda dengan Jawa. Itulah rumitnya iklim ini karena tidak sama merata. Topografi di Sumut kan ada yang di dataran tinggi dan dataran rendah. Misalnya di Berastagi dan Medan itu memiliki suhu cuaca yang berbeda. Kalau di Medan maksimum 36 derajat celcius, di Berastagi maksimum 30 derajat celcius. Tapi itu pun udah panas kali di sana,” ujarnya.

Selain harus meningkatkan kewaspadaan terhadap panasnya cuaca dari segi kesehatan, Hendra juga mengingatkan bahwa masyarakat harus mewaspadai adanya angin kencang dan angin puting beliung di Sumut. Disebutkannya, kecepatan anginnya bisa mencapai 48 KM/Jam. Meski musim kemarau, angin kencang berpotensi hadir karena adanya perbedaan suhu, topografi dan sebagainya. “Perbedaan suhu yang tinggi makin nambah angin kencangnya. Angin datang dari arah yang berbeda-beda. Saat ini sedang berhembus angin dari barat, barat daya atau orang bilang dari baratan,” ujarnya. (cr2/bd)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/