“Siapa bilang jumlahnya ratusan, cuma ada 44 kamar. Jadi kalau kita akumulasi, pendapatan dari uang sewa itu per bulan Rp3.900.000. Jika dikali 12 bulan jadinya Rp46,8 juta. Tentukan gak cukup untuk menutup gaji pegawai kami,” katanya.
Lantaran tak kuat menanggung biaya perawatan yang tak seimbang dengan pendapatan yang diperoleh itu, pihaknya sudah melayangkan surat ke Dinas Perkim-PR untuk pengalihan hak kelola Rusunawa Kayuputih.
“Sama halnya seperti rusunawa yang di Labuhan itu. Kan Dinas Perkim yang sekarang kelola. Sehingga biaya perawatannya ditanggung APBD. Kita sedang tunggu balasan suratnya dari mereka,” katanya.
Pihaknya berharap dengan peralihan pengelolaan itu, ke depan jika ingin dilakukan pengembangan atas bangunan rusunawa bisa menggunakan dana APBN.
“Kalau Perkim yang kelola mereka bisa usulkan anggaran ke pusat. Sehingga tidak membebankan APBD Medan lagi. Kalau masih kita yang kelola, tak sanggup kita. Jangankan dari pendapatan biaya sewa penghuni di sana, bayar pajaknya pertahun dan perawatan gedung saja anggaran kami tak ada. Selalu melalui penyertaan modal dari Pemko,” paparnya.
Aset lahan Rusunawa Kayuputih diakuinya juga masih milik Pemko Medan. Sedangkan pihaknya hanya melaporkan neraca keuangan saja setiap tahun ke bagian perlengkapan dan aset. “Jadi itulah harapan kita. Dengan peralihan pengelolaan nantinya kondisinya bisa menjadi lebih baik,” tutup Putrama. (ris/prn/azw)