Sekcam Medan Marelan Mengaku tak Tahu
MARELAN-Warga di Kelurahan Labuhandeli Kecamatan Medan Marelan resah. Mereka tak puas dengan beras miskin (raskin) yang mereka terima pada Jumat (9/11). Di dalam goni berisi raskin itu terdapat ulat dan bercampur kutu.
“Kami tadinya tak menyadari, tapi begitu goni beras yang baru diambil dari kantor kelurahan dibuka ditemukan kutu dan ulat di dalamnya bercampur dengan beras ini,” ujar Sri Wahyuni salah seorang warga sembari menunjukan raskin yang diterimanya.
Kualitas raskin yang jelek itu juga dikeluhkan beberapa warga lainnya. Meski baru kali ini terjadi, tapi warga berharap agar pemerintah benar-benar mengawasi pendistribusian jatah raskin ke masyarakat kurang mampu.
“Coba saja diperiksa berasnya, pasti ada kutu dan ulatnya. Jangan mentang-mentang kami ini warga miskin harus makan beras seperti ini,” kata Agus Salim (36) warga lainnya.
Lurah Labuhandeli Kecamatan Medan Marelan, Hamdani ketika dikonfirmasi tidak dapat ditemui karena sedang berada di luar kantor. Bahkan saat dihubungi Sumut Pos, telepon selularnya tidak aktif. Sementara, Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Medan Marelan, Ahmad BSC ketika dikonfirmasi sempat terkejut. “Saya belum dapat kabar, tapi tak mungkinlah Bulog mengirim raskin dengan kualitas seperti itu,” kata Ahmad.
Dia menambahkan, berdasarkan data jumlah warga miskin di Kelurahan Labuhandeli yang menerima jatah raskin sebanyak 1.590 Kepala Keluarga (KK) dan setiap KK mendapat jatah sebanyak 15 kilogram. “Dari seluruh jumlah warga penerima raskin itu kemarin memang masih ada kekurangan sekitar empat KK lagi. Sedangkan untuk harga raskin Rp1.600 per kilogram,” terangnya.
Sementara itu, Humas Bulog Divre I Sumut, Rusli, saat mendengar soal beras berulat dan berkutu itu langsung bertindak dengan menghubungi pihak kecamatan Medan Marelan. “Dan hingga saya menghubungi kecamatan, belum ada yang komplain terkait beras yang dibagikan tersebut,” ujarnya.
Perawatan Gudang Bulog Sebulan Sekali
Dijelaskannya, bahwa beras tersebut ada kemungkinan beras yang baru sampai dan langsung dibagikan tanpa terlebih dahulu dilakukan perawatan. “Begini, beras dalam kapal itu kan lama, sementara telur-telur kutu atau ulat itu menetas selama 3×24 jam. Jadi, sebelum kita rawat langsung dibagikan,” ujarnya.
Atau ada kemungkinan, saat dalam gudang, karung beras yang dibagikan bagian tengah. Sehingga belum sempat diperiksa. “Dalam gudang kita itu, banyak sekali menampung beras. Bahkan, dalam 1 tumpukan beras (ukurannya bisa mencapai 3 kamar) bisa berisi 300 ton beras. Nah, kita kan tidak tahu, apakah itu yang sudah dirawat atau belum. Karena itu, ada peraturan yang telah ditetapkan, ganti beras,” lanjutnya.
Rusli menyatakan, bahwa memang ada kemungkinan beras itu berulat atau berkutu. Karena itu, ada peraturan yang menyatakan bahwa beras tersebut bisa diganti bila mendapatkan beras yang tidak bagus. “Langsung adukan ke kelurahan. Dari kelurahan akan langsung berkoordinasi dengan kita. Dan akan langsung kita ganti, berapa karung yang dikembalikan, segitulah yang akan kita ganti,” lanjutnya.
“Yang pasti, kita bertanggung jawab. Kalau memang merasa tidak puas. Akan kita langsung ganti,” tambahnya.
Sedangkan untuk perawatan, setiap gudang akan dilakukan perawatan sebulan sekali. Dan akan dilakukan lebih, bila ternyata hama (ulat dan kutu) yang ada di beras termasuk hama berat. “Di empat gudang kita (Belawan, Labuhan, Mustafa, dan Mabar) selalu dilakukan perawatan minimal 1 bulan sekali. Kalau hama kan tergantung jenisnya. Apakah yang ringan atau tidak,” lanjutnya.
Sedangkan untuk penyaluran beras, tidak ditentukan dari gudang dari daerah mana. “Bisa dari gudang mana saja. Tidak harus ditetapkan. Kalau gudang ini yang banyak stoknya, ini yang dikeluarkan. Begitu sebaliknya,” lanjutnya. (mag-17/ram)