25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Program Jampersal Belum Maksimal

MEDAN- Anggota DPD RI asal Sumut Prof DR Ir Hj Darmayanti Lubis menilai, program Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dianggap belum maksimal.

Pasalnya, dana yang dianggarkan pusat sekitar Rp1,56 triliun, hanya terserap sekitar 40 persen. Di Sumut, serapan anggaran Jampersal hanya 50 persen dari Rp27 miliar. Sisanya dikembalikan ke pusat. “Hal ini tidak maksimal hingga harus menyisakan anggaran yang cukup besar,” ujar Darmayanti saat menyampaikan materinya dalam dialog publik tentang pemanfaatan sosialisasi Jampersal, di Medan, Kamis (10/1).

Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Widwiono mengakui, masih adanya kendala dalam program KB Jampersal. Banyak ibu bersalin dengan pembiayaan Jampersal yang akhirnya menolak menggunakan kontrasepsi walaupun pertama kali mendaftar telah setuju.

Darmayanti menilai, ada kesan bahwa masih banyak masyarakat, khususnya kalangan ekonomi ke bawah tidak tersentuh Jampersal atau tidak tahu adanya program tersebut. “Ada 4 aspek yang menghambat kesuksesan program ini. Yaitu, aspek regulasi, kepesertaan, pendanaan dan pengelolaan. Regulasi Kemenkes dan kementerian lainnya, seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan Jampersal dinyatakan Darmayanti tidak sinkron,” terang Darmayanti.

Selain itu, pemerintah juga belum memiliki data lengkap yang komprehensif tentang jumlah penduduk miskin sebagai target Jampersal. Aspek lainnya, kata Darmayanti, manajemen pengelolaan Jampersal yang tidak independen. Pengelolaan Jampersal masih menggunakan tim yang sama dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

Keterbatasan sumber daya manusia, pelaporan yang berbeda dan beban kerja berlebihan serta keberadaan puskesmas, perizinan dan perjanjian kerjasama pelayanan menambah daftar kendala dalam mensukseskan program ini. “Untuk itu, kita harus mendesak pemerintah daerah melakukan penguatan sistem manajemen pengelolaan Jampersal, penguatan sistim rujukan, kompetensi pengelolaan keuangan dan integrasi lintas sektoral,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Widwiono mengakui, masih adanya kendala di lapangan dalam program KB Jampersal. Seperti masih banyak ibu bersalin dengan pembiayaan Jampersal yang akhirnya menolak menggunakan kontrasepsi walaupun pertama kali mendaftar telah setuju. Untuk itu, dirinya berharap kepada peserta diskusi agar turut lebih aktip berperan dalam program KB Jampersal.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr RR SH Surjantini M Kes mengatakan, pihaknya berharap bagaimana agar pelaksanaan jampersal bisa maksimal. Dirinya mengharapkan setiap kepala daerah di kabupaten/kota harus memiliki data jumlah orang miskin di daerahnya masing-masing karena Provinsi tidak punya wilayah. “Daerah juga diharapkan memberikan laporan ke pemerintah provinsi terkait pelayanan Jampersal yang sudah dilakukan,” harap Surjantini yang tampil sebagai nara sumber. (uma/mag2)

MEDAN- Anggota DPD RI asal Sumut Prof DR Ir Hj Darmayanti Lubis menilai, program Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dianggap belum maksimal.

Pasalnya, dana yang dianggarkan pusat sekitar Rp1,56 triliun, hanya terserap sekitar 40 persen. Di Sumut, serapan anggaran Jampersal hanya 50 persen dari Rp27 miliar. Sisanya dikembalikan ke pusat. “Hal ini tidak maksimal hingga harus menyisakan anggaran yang cukup besar,” ujar Darmayanti saat menyampaikan materinya dalam dialog publik tentang pemanfaatan sosialisasi Jampersal, di Medan, Kamis (10/1).

Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Widwiono mengakui, masih adanya kendala dalam program KB Jampersal. Banyak ibu bersalin dengan pembiayaan Jampersal yang akhirnya menolak menggunakan kontrasepsi walaupun pertama kali mendaftar telah setuju.

Darmayanti menilai, ada kesan bahwa masih banyak masyarakat, khususnya kalangan ekonomi ke bawah tidak tersentuh Jampersal atau tidak tahu adanya program tersebut. “Ada 4 aspek yang menghambat kesuksesan program ini. Yaitu, aspek regulasi, kepesertaan, pendanaan dan pengelolaan. Regulasi Kemenkes dan kementerian lainnya, seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan Jampersal dinyatakan Darmayanti tidak sinkron,” terang Darmayanti.

Selain itu, pemerintah juga belum memiliki data lengkap yang komprehensif tentang jumlah penduduk miskin sebagai target Jampersal. Aspek lainnya, kata Darmayanti, manajemen pengelolaan Jampersal yang tidak independen. Pengelolaan Jampersal masih menggunakan tim yang sama dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

Keterbatasan sumber daya manusia, pelaporan yang berbeda dan beban kerja berlebihan serta keberadaan puskesmas, perizinan dan perjanjian kerjasama pelayanan menambah daftar kendala dalam mensukseskan program ini. “Untuk itu, kita harus mendesak pemerintah daerah melakukan penguatan sistem manajemen pengelolaan Jampersal, penguatan sistim rujukan, kompetensi pengelolaan keuangan dan integrasi lintas sektoral,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Widwiono mengakui, masih adanya kendala di lapangan dalam program KB Jampersal. Seperti masih banyak ibu bersalin dengan pembiayaan Jampersal yang akhirnya menolak menggunakan kontrasepsi walaupun pertama kali mendaftar telah setuju. Untuk itu, dirinya berharap kepada peserta diskusi agar turut lebih aktip berperan dalam program KB Jampersal.

Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr RR SH Surjantini M Kes mengatakan, pihaknya berharap bagaimana agar pelaksanaan jampersal bisa maksimal. Dirinya mengharapkan setiap kepala daerah di kabupaten/kota harus memiliki data jumlah orang miskin di daerahnya masing-masing karena Provinsi tidak punya wilayah. “Daerah juga diharapkan memberikan laporan ke pemerintah provinsi terkait pelayanan Jampersal yang sudah dilakukan,” harap Surjantini yang tampil sebagai nara sumber. (uma/mag2)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/