26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Taksi Online Tak Patuhi Permenhub 188, 15 Ribuan Angkot Ancam Mogok Massal

Angkot yang melintas di Jalan Yos Sudarso Medan. Dalam waktu dekat, 15 ribu angkot akan mogok massal di Medan.
SUTAN SIREGAR/SUMUT POS ANGKOT: Angkot yang melintas di Jalan Yos Sudarso Medan. Dalam waktu dekat, 15 ribu angkot akan mogok massal di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Angkutan kota (angkot) yang ada di Medan mengancam akan melakukan aksi mogok massal beroperasi dalam waktu dekat. Selain di Medan, angkot di Binjai, Deli Serdang dan Karo juga dikabarkan melakukan aksi yang sama.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe mengatakan, ancaman aksi mogok massal tersebut dilakukan lantaran taksi online di Medan tak mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 118/2018 tentang penyelenggaraan angkutan sewa khusus. Artinya, aturan yang ditandatangani Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tanggal 18 Desember 2018 tersebut tidak berjalan maksimal.

Dikatakan Gomery, aksi mogok massal nantinya akan dilakukan beberapa hari ke depan. Rencananya, aksi dilakukan pada 17-19 Juli karena di masa itu anak sekolah sudah mulai aktif kembali belajar. Namun, masih sebatas rencana dan perlu pematangan.

“Kami sepakat rencana mau gelar aksi mogok massal, ada sekitar 15 ribuan angkot di Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo yang akan berhenti beroperasi karena ketidaktegasan pemerintah. Namun, tanggal dan harinya belum pasti kapan karena masih mau dirapatkan kembali untuk dimatangkan. Sebab, saat ini saya juga masih di luar kota,” ujar Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe yang dihubungi Sumut Pos, Rabu (10/7).

Menurut dia, berdasarkan Permenhub 118, seluruh taksi online harus memiliki Kartu Pengawasan (KPS) dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumut. Selain itu, taksi online juga harus terdaftar di badan usaha. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. “Kami minta aturan yang ada ditaati,” ucapnya.

Kata Gomery, aksi yang akan dilakukan juga masih menunggu kesepakatan atau MoU antara Dishub Sumut dengan pihak aplikator (Grab dan Gojek) dalam melaksanakan Permenhub 118. Sebab, informasinya pada 12 Juli MoU itu dilakukan.

“Tanggal 12 Juli ini aplikator dan Dishub Sumut akan menandatangani MoU tentang pelaksanaan Permenhub 118. Kita lihat apakah MoU itu berjalan atau tidak? Kalau tidak, maka aksi mogok massal akan kami lakukan sebagai bentuk protes. Jadi, kita tunggulah,” cetusnya.

Disinggung mengenai adanya informasi rencana diresmikannya layanan Grab di Bandara Kualanamu Internasional oleh tiga menteri yakni Menhub Budi Karya Sumadi, Menpar Arief Yahya dan Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Panjaitan pada Kamis (11/7), Gomery menilai menyalahi aturan. “Tadinya yang mau dilengkapi kendaraannya dengan aplikasi adalah angkutan taksi pemadu moda konvensional plat kuning. Tapi, ini malah taksi plat hitam, jadi disalahgunakan,” katanya lagi.

Dia mengungkapkan, saat ini penghasilan angkutan pemadu moda resmi yang ada di bandara tidak memadai lagi. Hal ini dikarenakan maraknya angkutan liar di bandara, termasuk angkutan online plat hitam.

Gomery mengatakan, diresmikannya layanan Grab di Bandara Kualanamu karena ada MoU yang dibuat PT Angkasa Pura (AP) II Bandara Kualanamu dengan Grab dan vendor sebagai pengelola angkutan taksi bandara. MoU tersebut berbunyi, memfasilitasi angkutan taksi resmi bandara plat kuning dengan akses aplikasi yang dibuat oleh Grab dengan jumlah kuota yang disepakati 344 unit kendaraan taksi resmi bandara.

“Tapi, pada pelaksanaannya MoU itu sepertinya disalahgunakan vendor dan Grab. Di mana, taksi resmi bandara plat kuning yang difasilitasi dengan aplikasi masih berjumlah 86 unit dari jumlah 344 unit. Sisanya, Grab membonceng angkutan online, seperti Avanza Xenia dan lain-lain yang plat hitam difasilitasi aplikasi Grab Bandara. Inilah yang menjadi biang kegaduhan dan merugikan sopir-sopir taksi resmi bandara,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, angkutan berplat hitam itu juga melanggar peraturan angkutan online atau angkutan sewa khusus. “Sudah jelas diatur dalam Permenhub 118, angkutan sewa khusus atau angkutan online hanya bisa beroperasi kalau dia punya izin penyelengaraan angkutan sewa khusus atau KPS. Artinya, setiap angkutan harus dilengkapi KPS,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Dishub Sumut, Abdul Haris Lubis yang dikonfirmasi belum berhasil. Ketika dihubungi nomor selulernya, tak kunjung menjawab.

Diberitakan sebelumnya, Dishub Sumut saat ini sedang melakukan pendataan ulang terhadap para vendor transportasi online, kuota maupun perizinan angkutan sewa khusus. Hal ini guna menindaklanjuti revisi surat perintah pelaksanaan Permenhub 118. “Ya benar, kondisi saat ini kita masih melakukan pendataan ulang,” kata Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Sumut, Darwin Purba.

Dia menjelaskan, surat edaran tersebut sudah disampaikan ke seluruh gubernur di Indonesia. Mengingat sehubungan batas waktu penyelenggaraan terhadap Permenhub 118 yang berakhir pada 13 Juni 2019.

“Untuk itu disampaikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi agar segera melakukan evaluasi terhadap jumlah kebutuhan (kuota) kendaraan bermotor angkutan sewa khusus dan perizinannya. Sebab untuk pertama kalinya, evaluasi kuota dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah kendaraan angkutan sewa khusus yang sudah beroperasi (yang sudah terdaftar pada perusahaan aplikasi), baik yang sudah berizin maupun yang belum, disamping manperhitungkan jumlah kebutuhan jasa angkutan sewa khusus di wilayah perkotan yang telah ditetapkan,” terangnya.

Setelah evaluasi dilaksanakan, lanjutnya, maka baik pemerintah pusat maupun provinsi hanya berpedoman pada kuota yang telah dievaluasi sebagai pertimbangan utama dalam mengeluarkan izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus.

Lalu tidak diperlukan rekomendasi dari perusahaan aplikasi ataupun adanya nota kesepahaman (MoU) antara pemohon izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dengan perusahaan aplikasi untuk mendapatkan izin yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemprov.

“Perusahaan aplikasi hanya dapat bermitra dengan perusahaan angkutan sewa khusus (badan hukum dan pelaku usaha mikro atau pelaku usaha kecil), yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan dari pemerintah pusat maupun provinsi,” kata Darwin. (ris/ila)

Angkot yang melintas di Jalan Yos Sudarso Medan. Dalam waktu dekat, 15 ribu angkot akan mogok massal di Medan.
SUTAN SIREGAR/SUMUT POS ANGKOT: Angkot yang melintas di Jalan Yos Sudarso Medan. Dalam waktu dekat, 15 ribu angkot akan mogok massal di Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Angkutan kota (angkot) yang ada di Medan mengancam akan melakukan aksi mogok massal beroperasi dalam waktu dekat. Selain di Medan, angkot di Binjai, Deli Serdang dan Karo juga dikabarkan melakukan aksi yang sama.

Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe mengatakan, ancaman aksi mogok massal tersebut dilakukan lantaran taksi online di Medan tak mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 118/2018 tentang penyelenggaraan angkutan sewa khusus. Artinya, aturan yang ditandatangani Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tanggal 18 Desember 2018 tersebut tidak berjalan maksimal.

Dikatakan Gomery, aksi mogok massal nantinya akan dilakukan beberapa hari ke depan. Rencananya, aksi dilakukan pada 17-19 Juli karena di masa itu anak sekolah sudah mulai aktif kembali belajar. Namun, masih sebatas rencana dan perlu pematangan.

“Kami sepakat rencana mau gelar aksi mogok massal, ada sekitar 15 ribuan angkot di Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo yang akan berhenti beroperasi karena ketidaktegasan pemerintah. Namun, tanggal dan harinya belum pasti kapan karena masih mau dirapatkan kembali untuk dimatangkan. Sebab, saat ini saya juga masih di luar kota,” ujar Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe yang dihubungi Sumut Pos, Rabu (10/7).

Menurut dia, berdasarkan Permenhub 118, seluruh taksi online harus memiliki Kartu Pengawasan (KPS) dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sumut. Selain itu, taksi online juga harus terdaftar di badan usaha. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. “Kami minta aturan yang ada ditaati,” ucapnya.

Kata Gomery, aksi yang akan dilakukan juga masih menunggu kesepakatan atau MoU antara Dishub Sumut dengan pihak aplikator (Grab dan Gojek) dalam melaksanakan Permenhub 118. Sebab, informasinya pada 12 Juli MoU itu dilakukan.

“Tanggal 12 Juli ini aplikator dan Dishub Sumut akan menandatangani MoU tentang pelaksanaan Permenhub 118. Kita lihat apakah MoU itu berjalan atau tidak? Kalau tidak, maka aksi mogok massal akan kami lakukan sebagai bentuk protes. Jadi, kita tunggulah,” cetusnya.

Disinggung mengenai adanya informasi rencana diresmikannya layanan Grab di Bandara Kualanamu Internasional oleh tiga menteri yakni Menhub Budi Karya Sumadi, Menpar Arief Yahya dan Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Panjaitan pada Kamis (11/7), Gomery menilai menyalahi aturan. “Tadinya yang mau dilengkapi kendaraannya dengan aplikasi adalah angkutan taksi pemadu moda konvensional plat kuning. Tapi, ini malah taksi plat hitam, jadi disalahgunakan,” katanya lagi.

Dia mengungkapkan, saat ini penghasilan angkutan pemadu moda resmi yang ada di bandara tidak memadai lagi. Hal ini dikarenakan maraknya angkutan liar di bandara, termasuk angkutan online plat hitam.

Gomery mengatakan, diresmikannya layanan Grab di Bandara Kualanamu karena ada MoU yang dibuat PT Angkasa Pura (AP) II Bandara Kualanamu dengan Grab dan vendor sebagai pengelola angkutan taksi bandara. MoU tersebut berbunyi, memfasilitasi angkutan taksi resmi bandara plat kuning dengan akses aplikasi yang dibuat oleh Grab dengan jumlah kuota yang disepakati 344 unit kendaraan taksi resmi bandara.

“Tapi, pada pelaksanaannya MoU itu sepertinya disalahgunakan vendor dan Grab. Di mana, taksi resmi bandara plat kuning yang difasilitasi dengan aplikasi masih berjumlah 86 unit dari jumlah 344 unit. Sisanya, Grab membonceng angkutan online, seperti Avanza Xenia dan lain-lain yang plat hitam difasilitasi aplikasi Grab Bandara. Inilah yang menjadi biang kegaduhan dan merugikan sopir-sopir taksi resmi bandara,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, angkutan berplat hitam itu juga melanggar peraturan angkutan online atau angkutan sewa khusus. “Sudah jelas diatur dalam Permenhub 118, angkutan sewa khusus atau angkutan online hanya bisa beroperasi kalau dia punya izin penyelengaraan angkutan sewa khusus atau KPS. Artinya, setiap angkutan harus dilengkapi KPS,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Dishub Sumut, Abdul Haris Lubis yang dikonfirmasi belum berhasil. Ketika dihubungi nomor selulernya, tak kunjung menjawab.

Diberitakan sebelumnya, Dishub Sumut saat ini sedang melakukan pendataan ulang terhadap para vendor transportasi online, kuota maupun perizinan angkutan sewa khusus. Hal ini guna menindaklanjuti revisi surat perintah pelaksanaan Permenhub 118. “Ya benar, kondisi saat ini kita masih melakukan pendataan ulang,” kata Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Sumut, Darwin Purba.

Dia menjelaskan, surat edaran tersebut sudah disampaikan ke seluruh gubernur di Indonesia. Mengingat sehubungan batas waktu penyelenggaraan terhadap Permenhub 118 yang berakhir pada 13 Juni 2019.

“Untuk itu disampaikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi agar segera melakukan evaluasi terhadap jumlah kebutuhan (kuota) kendaraan bermotor angkutan sewa khusus dan perizinannya. Sebab untuk pertama kalinya, evaluasi kuota dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah kendaraan angkutan sewa khusus yang sudah beroperasi (yang sudah terdaftar pada perusahaan aplikasi), baik yang sudah berizin maupun yang belum, disamping manperhitungkan jumlah kebutuhan jasa angkutan sewa khusus di wilayah perkotan yang telah ditetapkan,” terangnya.

Setelah evaluasi dilaksanakan, lanjutnya, maka baik pemerintah pusat maupun provinsi hanya berpedoman pada kuota yang telah dievaluasi sebagai pertimbangan utama dalam mengeluarkan izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus.

Lalu tidak diperlukan rekomendasi dari perusahaan aplikasi ataupun adanya nota kesepahaman (MoU) antara pemohon izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dengan perusahaan aplikasi untuk mendapatkan izin yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemprov.

“Perusahaan aplikasi hanya dapat bermitra dengan perusahaan angkutan sewa khusus (badan hukum dan pelaku usaha mikro atau pelaku usaha kecil), yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan dari pemerintah pusat maupun provinsi,” kata Darwin. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/