26.7 C
Medan
Tuesday, June 4, 2024

Siang Dihuni 2,8 Juta Jiwa, Malam Hanya 2 Juta

Pemko Medan Diminta Sikapi Komuterisasi

MEDAN – Perbedaaan jumlah warga  Kota Medan saat siang dan malam hari dikarenakan perpindahan penduduk  atau  disebut komuterisasi perlu disikapi oleh Pemerintah. Pasalnya, meskipun berdampak positif terhadap perkembangan pembangunan Kota Medan juga berdampak  terhadap kemacetan kota.
“Kita mencontohkan Kota Medan. Jumlah  penduduk Kota Medan pada siang hari dan malam itu sangat berbeda. Siang hari jumlah penduduk Medan bisa mencapai 2,8 juta jiwa sedangkan pada malam hari penduduknya hanya berjumlah sekitar 2 juta jiwa,” ujar  pengamat perkotaan M. Fitri Rahmadana yang juga Ketua Jurusan Ekonomi Unimed usai menjalani sidang Gelar Doktor Bidang Ilmu Perencanaan Wilayah, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) di gedung IMT-GT Biro Rektor USU, Senin (10/9).

Disebutkannya ini membuktikan bahwa jumlah penduduk kota Medan pada siang hari bukan merupakan penduduk asli yang berdomisili di Medan melainkan berasal dari kota lain yang ada di sekitar kawasan Medan seperti Deliserdang dan Binjai dan inilah disebut komuter. Jika pemerintah Kota Medan tidak menyikapi hal ini maka bisa menimbulkan hal yang kompleks.

Secara objektif, jelasnya, keberadaan komuter tidak selalu menyebabkan hal-hal negatif. Tetapi juga ada dampak positif terhadap pengembangan sebuah wilayah. Seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung perkantoran, dan perumahan, sebutnya, tidak terlepas dari para pekerja sektor informal.  Selain itu, beroperasinya pabrik di kawasan-kawasan industri yang terletak di daerah tujuan seperti Medan juga tidak terlepas dari komuter.

“Berkembangnya pusat-pusat jajanan, pusat hiburan, sekolah, rumah sakit di daerah tujuan belum tentu semua dinikmati oleh penduduk dalam daerah tujuan itu sendiri, namun kenyataannya juga dinikmati oleh para komuter. Kesemuanya itu memicu berkembangnya industri-industri tersebut dengan daya beli masyarakat baik yang tinggal di daerah tujuan maupun di interland-nya, “tuturnya.

Masih katanya, angka komuter ini juga bisa menyebabkan kemacetan, sehingga pemerintah harus membuat sebuah kebijakan strategis serta harus serius  mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, membangun konsep transportasi berkelanjutan dan kebijakan-kebijakan transportasi seperti moda transportasi nyaman dan murah.

Kedua, katanya, pemerintah perlu mengembangkan potensi yang ada di berbagai daerah khususnya daerah asal agar memperkecil ketimpangan pendapatan antardaerah sehingga kesejahteraan masyarakat juga dapat meningkat dan merata.

Ketiga, sambungnya, perlu adanya alokasi pendapatan ke wilayah asal komuter maupun tujuan komuter. Dimana, perlunya rancangan kebijakan yang berpihak pada usaha mikro, kecil dan menengah.

Kebijakan juga bisa mendorong terbentuknya kota-kota penyangga, perencanaan pembangunan antarwilayah yang integratif serta membuka kemungkinan pembentukan atau penyatuan wilayah-wilayah pertumbuhan yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan atau regional planning development.
“Sebenarnya kita sudah mempunyai konsep Mebidangro (Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo) tetapi implementasinya belum jelas kemana, sebab daerah yang masuk dalam konsep tersebut belum mengetahui apa tugas dan perannya,” pungkasnya. (uma)

Pemko Medan Diminta Sikapi Komuterisasi

MEDAN – Perbedaaan jumlah warga  Kota Medan saat siang dan malam hari dikarenakan perpindahan penduduk  atau  disebut komuterisasi perlu disikapi oleh Pemerintah. Pasalnya, meskipun berdampak positif terhadap perkembangan pembangunan Kota Medan juga berdampak  terhadap kemacetan kota.
“Kita mencontohkan Kota Medan. Jumlah  penduduk Kota Medan pada siang hari dan malam itu sangat berbeda. Siang hari jumlah penduduk Medan bisa mencapai 2,8 juta jiwa sedangkan pada malam hari penduduknya hanya berjumlah sekitar 2 juta jiwa,” ujar  pengamat perkotaan M. Fitri Rahmadana yang juga Ketua Jurusan Ekonomi Unimed usai menjalani sidang Gelar Doktor Bidang Ilmu Perencanaan Wilayah, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU) di gedung IMT-GT Biro Rektor USU, Senin (10/9).

Disebutkannya ini membuktikan bahwa jumlah penduduk kota Medan pada siang hari bukan merupakan penduduk asli yang berdomisili di Medan melainkan berasal dari kota lain yang ada di sekitar kawasan Medan seperti Deliserdang dan Binjai dan inilah disebut komuter. Jika pemerintah Kota Medan tidak menyikapi hal ini maka bisa menimbulkan hal yang kompleks.

Secara objektif, jelasnya, keberadaan komuter tidak selalu menyebabkan hal-hal negatif. Tetapi juga ada dampak positif terhadap pengembangan sebuah wilayah. Seperti pembangunan jalan, jembatan, gedung perkantoran, dan perumahan, sebutnya, tidak terlepas dari para pekerja sektor informal.  Selain itu, beroperasinya pabrik di kawasan-kawasan industri yang terletak di daerah tujuan seperti Medan juga tidak terlepas dari komuter.

“Berkembangnya pusat-pusat jajanan, pusat hiburan, sekolah, rumah sakit di daerah tujuan belum tentu semua dinikmati oleh penduduk dalam daerah tujuan itu sendiri, namun kenyataannya juga dinikmati oleh para komuter. Kesemuanya itu memicu berkembangnya industri-industri tersebut dengan daya beli masyarakat baik yang tinggal di daerah tujuan maupun di interland-nya, “tuturnya.

Masih katanya, angka komuter ini juga bisa menyebabkan kemacetan, sehingga pemerintah harus membuat sebuah kebijakan strategis serta harus serius  mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, membangun konsep transportasi berkelanjutan dan kebijakan-kebijakan transportasi seperti moda transportasi nyaman dan murah.

Kedua, katanya, pemerintah perlu mengembangkan potensi yang ada di berbagai daerah khususnya daerah asal agar memperkecil ketimpangan pendapatan antardaerah sehingga kesejahteraan masyarakat juga dapat meningkat dan merata.

Ketiga, sambungnya, perlu adanya alokasi pendapatan ke wilayah asal komuter maupun tujuan komuter. Dimana, perlunya rancangan kebijakan yang berpihak pada usaha mikro, kecil dan menengah.

Kebijakan juga bisa mendorong terbentuknya kota-kota penyangga, perencanaan pembangunan antarwilayah yang integratif serta membuka kemungkinan pembentukan atau penyatuan wilayah-wilayah pertumbuhan yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan atau regional planning development.
“Sebenarnya kita sudah mempunyai konsep Mebidangro (Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo) tetapi implementasinya belum jelas kemana, sebab daerah yang masuk dalam konsep tersebut belum mengetahui apa tugas dan perannya,” pungkasnya. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/