25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Dewan: Ganti Semua Direksi…

PDAM Tirtanadi
PDAM Tirtanadi

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Perjanjian kerjasama antara PDAM Tirtanadi dengan bank dan PT Pos Indonesia, selain tanpa diketahui Gubsu Gatot Pujo Nugroho, juga belum disampaikan ke Biro Perekonomian Setdaprovsu, sebagai mitra kerja PDAM Tirtanadi.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Bondaharo mengatakan, sampai hari ini pihaknya belum ada menerima draf perjanjian kerjasama yang dilakukan PDAM Tirtanadi sejak November 2014 lalu.

“Kalau soal itu belum ada kita terima,” akunya kepada Sumut Pos, Rabu (10/12).

Bondaharo juga tidak mengetahui persis, apakah draf perjanjian kerjasama itu sudah ditembuskan ke Gubsu. “Saya tidak tahu kalau itu,” katanya. Sebelumnya Bondaharo menyatakan sesuai Permendagri Nomor 50 tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Milik Daerah pada Pasal 8, direksi membutuhkan persetujuan Badan Pengawas dalam setiap melakukan perjanjian kerjasama. “Ya, kalau memang begitu bunyi peraturannya, berarti ada sesuatu yang dilanggar di situ,” ungkapnya.

Sementara anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Ikrimah Hamidi mengatakan, belum diserahkannya berkas kerjasama yang dilakukan Tirtanadi dengan sejumlah bank dan PT Pos Indonesia kepada Pemprovsu merupakan bukti kelemahan direksi yang ada. Sebab, tidak seharusnya berkas kerjasama itu tidak diketahui Gubernur.

“Artinya, itukan tidak ada koordinasi antara Tirtanadi dengan Dewas, sebelum sampai ke Gubernur. Kalau memang di Biro Perekonomian, tentu ini kelemahan direksi sebenarnya. Kenapa sampai tidak ada, kalau dikatakan mereka tidak mengetahui peraturan daerahnya, harusnya mereka kan konsultasi dulu dengan Dewas,” ujar Ikrimah, Rabu (10/12).

Bahkan dikatakannya, pelimpahan beban masalah ini kepada Gubernur sangat tidak pas. Sebab sebelum dilimpahkan, terlebih dahulu melalui pertimbangan Dewas. Artinya, Dewas harus bisa menyelesaikan masalah ini dan memeperbaiki direksi. Jika memang direksi dianggap tidak bekerja dengan baik, sudah sepantasnya diganti seluruhnya, sekaligus memilih direktur utama (dirut) yang juga diminta untuk dipercepat.

“Saya kira Dewas dulu yang bekerja sesuai dengan fungsinya, jangan semuanya itu dilimpahkan ke Gubernur. Kita harapkan Dewas segera menyelesaikan masalah ini dan perbaiki direksi. Kalau memang tidak bekerja dengan baik, ya sekalian saja diganti semua direksi yang ada,” sebutnya.

Sedangkan untuk sistem pembayaran online yang diberlakukan Tirtanadi, pada prinsipnya ia setuju dan hal itu merupakan keharusan. Sebab, ini berkaitan dengan efisiensi birokrasi seperti melalui perbankan. Hanya saja, untuk sistem ini, masih perlu sosialisasi yang lebih massif sebelum bisa diberlakukan secara menyeluruh. Sehingga sifatnya Tirtanadi perlu ‘jemput bola’ ke masyarakat yang belum membayar tagihan rekening sejak pemberlakuan sistem ini.

“Dengan kebijakan itu, berartikan tugas dan fungsi penagih itu sudah tidak ada atau di ‘non job’ kan, jadi harus lewat bank dan loket. Tetapi saya kira diperlukan sosialisasi yang masif lah. Sebelum itu, agar diberi waktu lagi lah. Jadi jika ada ada yang belum bayar, silahkan di datangi saja lah ke rumah (jemput bola), jangan menunggu mereka datang. Ini bisa dilakukan hingga satu-dua bulan,” pungkasnya.

Terpisah, Pimpinan Divisi Public Relation PDAM Tirtanadi, Amrun, mengatakan, perjanjian kerjasama tersebut tidak perlu disampaikan ke Gubsu, sebab bukan menyangkut aset. Menurutnya mengenai kerjasama sistem pembayaran air ini, cukup menjadi ranah direksi saja.

“Kan tidak semua hal harus diketahui Gubsu. Apalagi kan sudah ada dewan pengawas. Kalaulah itu dikerjakan Gubsu lagi, apa lagi yang mau dikerjakan direktur,” bebernya.

Soal ketentuan penyesuaian tarif seperti dipinta LAPK harus ada penurunan tarif air pelanggan, karena peralihan sistem pembayaran setengah dari anggaran berkurang, Amrun menyatakan hal itu tidak akan ada perubahan. Menurutnya, gaji juru tagih yang sebelumnya mengutip secara manual, masih dipergunakan dari alokasi dana tersebut.

“Kita masih berdayakan mereka (pegawai honorer). Meski tidak bekerja lagi sebagai juru tagih, tetapi kita fungsikan ditempat lain. Jadi dana 18 miliar seperti kata Pak Farid Wajdi itu masih kami pergunakan,” katanya.

Menurut Amrun, biaya Rp18 miliar itu sebelumnya termasuk untuk honor petugas pencatat meteran.

Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Direktur LAPK Farid Wajdi, yang menyebut biaya itu berbeda alokasinya. Pun begitu dijelaskannya, mengenai ketentuan penyesuaian tarif, ia akan menanyakan dahulu kepada tim penyesuaian tarif. “Atau bisa ditanyakan kepada Kepala Divisi Keuangan dengan Bapak Irsan Efendi Lubis,” katanya.(prn/bal/adz)

PDAM Tirtanadi
PDAM Tirtanadi

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Perjanjian kerjasama antara PDAM Tirtanadi dengan bank dan PT Pos Indonesia, selain tanpa diketahui Gubsu Gatot Pujo Nugroho, juga belum disampaikan ke Biro Perekonomian Setdaprovsu, sebagai mitra kerja PDAM Tirtanadi.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprovsu, Bondaharo mengatakan, sampai hari ini pihaknya belum ada menerima draf perjanjian kerjasama yang dilakukan PDAM Tirtanadi sejak November 2014 lalu.

“Kalau soal itu belum ada kita terima,” akunya kepada Sumut Pos, Rabu (10/12).

Bondaharo juga tidak mengetahui persis, apakah draf perjanjian kerjasama itu sudah ditembuskan ke Gubsu. “Saya tidak tahu kalau itu,” katanya. Sebelumnya Bondaharo menyatakan sesuai Permendagri Nomor 50 tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Milik Daerah pada Pasal 8, direksi membutuhkan persetujuan Badan Pengawas dalam setiap melakukan perjanjian kerjasama. “Ya, kalau memang begitu bunyi peraturannya, berarti ada sesuatu yang dilanggar di situ,” ungkapnya.

Sementara anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Ikrimah Hamidi mengatakan, belum diserahkannya berkas kerjasama yang dilakukan Tirtanadi dengan sejumlah bank dan PT Pos Indonesia kepada Pemprovsu merupakan bukti kelemahan direksi yang ada. Sebab, tidak seharusnya berkas kerjasama itu tidak diketahui Gubernur.

“Artinya, itukan tidak ada koordinasi antara Tirtanadi dengan Dewas, sebelum sampai ke Gubernur. Kalau memang di Biro Perekonomian, tentu ini kelemahan direksi sebenarnya. Kenapa sampai tidak ada, kalau dikatakan mereka tidak mengetahui peraturan daerahnya, harusnya mereka kan konsultasi dulu dengan Dewas,” ujar Ikrimah, Rabu (10/12).

Bahkan dikatakannya, pelimpahan beban masalah ini kepada Gubernur sangat tidak pas. Sebab sebelum dilimpahkan, terlebih dahulu melalui pertimbangan Dewas. Artinya, Dewas harus bisa menyelesaikan masalah ini dan memeperbaiki direksi. Jika memang direksi dianggap tidak bekerja dengan baik, sudah sepantasnya diganti seluruhnya, sekaligus memilih direktur utama (dirut) yang juga diminta untuk dipercepat.

“Saya kira Dewas dulu yang bekerja sesuai dengan fungsinya, jangan semuanya itu dilimpahkan ke Gubernur. Kita harapkan Dewas segera menyelesaikan masalah ini dan perbaiki direksi. Kalau memang tidak bekerja dengan baik, ya sekalian saja diganti semua direksi yang ada,” sebutnya.

Sedangkan untuk sistem pembayaran online yang diberlakukan Tirtanadi, pada prinsipnya ia setuju dan hal itu merupakan keharusan. Sebab, ini berkaitan dengan efisiensi birokrasi seperti melalui perbankan. Hanya saja, untuk sistem ini, masih perlu sosialisasi yang lebih massif sebelum bisa diberlakukan secara menyeluruh. Sehingga sifatnya Tirtanadi perlu ‘jemput bola’ ke masyarakat yang belum membayar tagihan rekening sejak pemberlakuan sistem ini.

“Dengan kebijakan itu, berartikan tugas dan fungsi penagih itu sudah tidak ada atau di ‘non job’ kan, jadi harus lewat bank dan loket. Tetapi saya kira diperlukan sosialisasi yang masif lah. Sebelum itu, agar diberi waktu lagi lah. Jadi jika ada ada yang belum bayar, silahkan di datangi saja lah ke rumah (jemput bola), jangan menunggu mereka datang. Ini bisa dilakukan hingga satu-dua bulan,” pungkasnya.

Terpisah, Pimpinan Divisi Public Relation PDAM Tirtanadi, Amrun, mengatakan, perjanjian kerjasama tersebut tidak perlu disampaikan ke Gubsu, sebab bukan menyangkut aset. Menurutnya mengenai kerjasama sistem pembayaran air ini, cukup menjadi ranah direksi saja.

“Kan tidak semua hal harus diketahui Gubsu. Apalagi kan sudah ada dewan pengawas. Kalaulah itu dikerjakan Gubsu lagi, apa lagi yang mau dikerjakan direktur,” bebernya.

Soal ketentuan penyesuaian tarif seperti dipinta LAPK harus ada penurunan tarif air pelanggan, karena peralihan sistem pembayaran setengah dari anggaran berkurang, Amrun menyatakan hal itu tidak akan ada perubahan. Menurutnya, gaji juru tagih yang sebelumnya mengutip secara manual, masih dipergunakan dari alokasi dana tersebut.

“Kita masih berdayakan mereka (pegawai honorer). Meski tidak bekerja lagi sebagai juru tagih, tetapi kita fungsikan ditempat lain. Jadi dana 18 miliar seperti kata Pak Farid Wajdi itu masih kami pergunakan,” katanya.

Menurut Amrun, biaya Rp18 miliar itu sebelumnya termasuk untuk honor petugas pencatat meteran.

Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Direktur LAPK Farid Wajdi, yang menyebut biaya itu berbeda alokasinya. Pun begitu dijelaskannya, mengenai ketentuan penyesuaian tarif, ia akan menanyakan dahulu kepada tim penyesuaian tarif. “Atau bisa ditanyakan kepada Kepala Divisi Keuangan dengan Bapak Irsan Efendi Lubis,” katanya.(prn/bal/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/