Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyatakan potensi teror di akhir tahun masih terdeteksi. Pihaknya pun sudah memetakan wilayah mana saja yang dianggap masuk zona merah terorisme. Diantaranya, Banten, Bandung (Jawa Barat) dan sebagian Jawa Tengah.
Pertimbangan zona rawan itu berdasar pada sebaran narapidana (napi) terorisme. Para napi tersebut dianggap berpotensi kembali mengulangi perbuatan atau setidaknya menyebarkan paham radikal kepada orang-orang terdekat. ”Kami selalu melakukan pendekatan kepada pihak keluarga (napi terorisme),” kata Wawan saat dihubungi Jawa Pos (Grup Sumut Pos), kemarin.
Wawan menjelaskan, teroris pendatang baru (newcomers) sejatinya paling berpotensi melakukan aksi. Mereka biasanya belajar menyusun skenario teror dari situs di internet. Termasuk membuat bom dan cara-cara melakukan teror. Aksi yang dilakukan pun umumnya sendirian ataulone wolf. ”Sekarang banyak yang seperti itu (aksi lone wolf, Red),” ungkapnya.
Terkait sasaran, Wawan menyebut polisi masih menjadi objek serangan teroris. Itu menyusul kepolisian, khususnya Densus 88 Antiteror, dianggap sebagai musuh yang selalu menghalangi niat terorisme melakukan aksi. ”Karena memang mereka (polisi) yang selama ini menjadi garda terdepan pemberantasan terorisme,” ucapnya. Karena itu, polisi tidak boleh sendirian saat bertugas di lapangan.
Untuk antisipasi, BIN meminta peran serta masyarakat. Setidaknya, komunikasi antara masyarakat, bintara pembina desa (babinsa) serta bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas) terus dilakukan agar ancaman teror bisa dicegah sejak tingkat akar rumput (grass root). ”Sistem lapor cepat (bila ada potensi teror, Red) juga terus didorong,” ujarnya.