26 C
Medan
Sunday, December 22, 2024
spot_img

Maret, Suhu di Medan Lebih Panas

FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS Seorang ibu bersama anaknya menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari cuaca panas yang melanda Kota Medan di jembatan gantung Stasiun Kereta Api Kota Medan, Selasa (11/2). Teriknya cuaca belakangan ini diakibatkan oleh awan konvektif yang menguap dari air laut. Maka terbentuklah awan konvektif mulai pagi hari hingga sore hari.
FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS
Seorang ibu bersama anaknya menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari cuaca panas yang melanda Kota Medan di jembatan gantung Stasiun Kereta Api Kota Medan, Selasa (11/2). Teriknya cuaca belakangan ini diakibatkan oleh awan konvektif yang menguap dari air laut. Maka terbentuklah awan konvektif mulai pagi hari hingga sore hari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Meteorologi Klematologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, suhu panas yang dirasakan warga Kota Medan saat ini masih terbilang normal. Meski di Februari ini memasuki puncak musim kemarau, namun suhu lebih panas akan terjadi pada Maret mendatang.

“Puncak kemarau memang di Februari, tetapi peluang suhu panas justru terjadi pada Maret, sebab posisi Matahari lebih dekat dengan bumi,’’ Kepala Bidang dan Data Informasi BMKG Balai Besar Wilayah I Medan Hendra Suwarta kepada Sumut Pos, Selasa (11/2).

Dengan pola cuaca seperti ini, menurut Hendra, suhu panas tidak hanya terjadi di Kota Medan, melainkan di seluruh wilayah Sumatera Utara. “Daerah lain di Sumatera Utara umumnya juga seperti itu,” katanya.

Disinggung penyebab suhu panas ini bisa terjadi, Hendra tidak dapat menjelaskan secara konkrit. “Ya memang pola cuacanya seperti sekarang ini. Rata-rata suhunya 31 sampai 33 derajat celcius. Untuk Medan, hari ini (kemarin, red) ada diangka 33 derajat celcius,” sebutnya.

Ia menilai, meski di Medan cuaca tampak terik, namun tetap ada hujan dalam skala rendah. “Medan lebih berawan dan tetap terjadi hujan ringan,” ujarnya.

Menurutnya, musim di Sumut berbeda seperti di Jawa. “Di Sumut ada dua puncak musim kemarau. Pada Februari dan Juni. Sementara Mei dan Oktober merupakan dua puncak musim hujan,” jelasnya.

Kemarau yang terjadi saat ini di Medan tidak ada hubungannya dengan erupsi Sinabung, karena titik skupnya masih kecil. Kalaupun nantinya ada ledakan besar, tidak serta merta membuat Medan menjadi panas. “Bahkan bisa jadi Medan basah atau hujan. Curah hujan tidak hanya dipengaruhi oleh satu unsur saja melainkan banyak unsur.  Misalnya karena adanya pengaruh global seperti adanya perbedaan suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat Sumatera dan Laut Timur Afrika,” ungkapnya.

Kemudian, pengaruh regional seperti di Medan, kalau pagi udara menjadi dingin dan berkabut. Hal ini disebabkan ada gelombang dingin di Asia Timur. “Jika kemarau melanda Medan, bukan berarti tidak akan ada hujan sama sekali. Tetap berpotensi hujan meski kecil,” tandasnya.

Waspadai 143 Titik Panas di Sumut

Sementara itu, Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kuala Namu menyebutkan, satelit Terra dan Aqua mendeteksi kemunculan 143 titik panas (hotspot) yang memungkinkan terjadinya kebakaran. Namun dari jumlah itu, tersebar 187 titik panas yang berada di Riau, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Akibat dari cuaca panas itu diduga ada terindikasi sebagai peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Sumut. Dari 143 titik panas tersebut Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Natal paling banyak hotspot mencapai 34 hotspot.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Kuala Namu, Mega Sirait (35) mengatakan kondisi cuaca di untuk daerah Sumut sudah memasuki musim kemarau. Dari bulan Januari sebenarnya dan ini akan berujung hingga bulan Maret nanti. Diperkirakan BMKG, bulan Februari suhu mampu mencapai 34 derajat Celcius paling tinggi.

“Pola cuaca kita (Sumatera) beda dengan Jawa karena berada di Utara diatas garis Ekuator. Itu polanya setiap tahun,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (11/2).

Menurut Mega, titik panas terbanyak terpantau di Kabupaten Mandailing Natal, yakni 34 titik api. Kemudian disusul Kabupaten Hasundutan, Kecamatan Doloksanggul sebanyak 24 titik api, Kabupaten Tapanuli Tengah Kecamatan Kolang dan Kabupaten Tapanuli Utara Kecamatan Siborong – borong sebanyak tujuh titik api serta Kabupaten Karo Kecamatan Mardinding yakni lima titik api.(mag-6/mag-9/sih)

FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS Seorang ibu bersama anaknya menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari cuaca panas yang melanda Kota Medan di jembatan gantung Stasiun Kereta Api Kota Medan, Selasa (11/2). Teriknya cuaca belakangan ini diakibatkan oleh awan konvektif yang menguap dari air laut. Maka terbentuklah awan konvektif mulai pagi hari hingga sore hari.
FOTO: AMINOER RASYID/SUMUT POS
Seorang ibu bersama anaknya menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari cuaca panas yang melanda Kota Medan di jembatan gantung Stasiun Kereta Api Kota Medan, Selasa (11/2). Teriknya cuaca belakangan ini diakibatkan oleh awan konvektif yang menguap dari air laut. Maka terbentuklah awan konvektif mulai pagi hari hingga sore hari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Meteorologi Klematologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, suhu panas yang dirasakan warga Kota Medan saat ini masih terbilang normal. Meski di Februari ini memasuki puncak musim kemarau, namun suhu lebih panas akan terjadi pada Maret mendatang.

“Puncak kemarau memang di Februari, tetapi peluang suhu panas justru terjadi pada Maret, sebab posisi Matahari lebih dekat dengan bumi,’’ Kepala Bidang dan Data Informasi BMKG Balai Besar Wilayah I Medan Hendra Suwarta kepada Sumut Pos, Selasa (11/2).

Dengan pola cuaca seperti ini, menurut Hendra, suhu panas tidak hanya terjadi di Kota Medan, melainkan di seluruh wilayah Sumatera Utara. “Daerah lain di Sumatera Utara umumnya juga seperti itu,” katanya.

Disinggung penyebab suhu panas ini bisa terjadi, Hendra tidak dapat menjelaskan secara konkrit. “Ya memang pola cuacanya seperti sekarang ini. Rata-rata suhunya 31 sampai 33 derajat celcius. Untuk Medan, hari ini (kemarin, red) ada diangka 33 derajat celcius,” sebutnya.

Ia menilai, meski di Medan cuaca tampak terik, namun tetap ada hujan dalam skala rendah. “Medan lebih berawan dan tetap terjadi hujan ringan,” ujarnya.

Menurutnya, musim di Sumut berbeda seperti di Jawa. “Di Sumut ada dua puncak musim kemarau. Pada Februari dan Juni. Sementara Mei dan Oktober merupakan dua puncak musim hujan,” jelasnya.

Kemarau yang terjadi saat ini di Medan tidak ada hubungannya dengan erupsi Sinabung, karena titik skupnya masih kecil. Kalaupun nantinya ada ledakan besar, tidak serta merta membuat Medan menjadi panas. “Bahkan bisa jadi Medan basah atau hujan. Curah hujan tidak hanya dipengaruhi oleh satu unsur saja melainkan banyak unsur.  Misalnya karena adanya pengaruh global seperti adanya perbedaan suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat Sumatera dan Laut Timur Afrika,” ungkapnya.

Kemudian, pengaruh regional seperti di Medan, kalau pagi udara menjadi dingin dan berkabut. Hal ini disebabkan ada gelombang dingin di Asia Timur. “Jika kemarau melanda Medan, bukan berarti tidak akan ada hujan sama sekali. Tetap berpotensi hujan meski kecil,” tandasnya.

Waspadai 143 Titik Panas di Sumut

Sementara itu, Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kuala Namu menyebutkan, satelit Terra dan Aqua mendeteksi kemunculan 143 titik panas (hotspot) yang memungkinkan terjadinya kebakaran. Namun dari jumlah itu, tersebar 187 titik panas yang berada di Riau, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Akibat dari cuaca panas itu diduga ada terindikasi sebagai peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Sumut. Dari 143 titik panas tersebut Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Natal paling banyak hotspot mencapai 34 hotspot.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Kuala Namu, Mega Sirait (35) mengatakan kondisi cuaca di untuk daerah Sumut sudah memasuki musim kemarau. Dari bulan Januari sebenarnya dan ini akan berujung hingga bulan Maret nanti. Diperkirakan BMKG, bulan Februari suhu mampu mencapai 34 derajat Celcius paling tinggi.

“Pola cuaca kita (Sumatera) beda dengan Jawa karena berada di Utara diatas garis Ekuator. Itu polanya setiap tahun,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (11/2).

Menurut Mega, titik panas terbanyak terpantau di Kabupaten Mandailing Natal, yakni 34 titik api. Kemudian disusul Kabupaten Hasundutan, Kecamatan Doloksanggul sebanyak 24 titik api, Kabupaten Tapanuli Tengah Kecamatan Kolang dan Kabupaten Tapanuli Utara Kecamatan Siborong – borong sebanyak tujuh titik api serta Kabupaten Karo Kecamatan Mardinding yakni lima titik api.(mag-6/mag-9/sih)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru