29 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Mahasiswa Perantauan tak Bisa Memilih di Kota Medan, Pulang Kampung atau Tak Memilih

markus pasaribu/sumut pos
MEMBELUDAK: Masyarakat yang mengurus formulir A5 untuk pindah memilih di KPU Medan membeludak di hari terakhir, Rabu (10/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mahasiswa perantauan yang kuliah di Kota Medan harus menelan kecewa, karena tidak bisa mengurus formulir A5 untuk pindah memilih atau pindah TPS. Pasalnya, mereka tidak termasuk kategori yang dapat mengurus formulir A5 berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Jika ingin menggunakan hak pilihnya, mereka terpaksa pulang ke kampung halaman masing-masing.

TAK sedikit mahasiswa yang hendak mengurus formulir A5 di KPU Medan menelan kecewa. Pasalnya, mereka dinilai tidak memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan dalam keputusan MK. Diketahui, pelayanan A5 awalnya hanya dilayani sampai 17 Maret 2019. Setelah putusan MK yang mengabulkan uji materi Pasal 210 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu terkait pemilih yang ingin pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS), pelayanan A5 diperpanjang sampai 10 April 2019.

Namun putusan MK itu hanya berlaku untuk kategori pemilih yang sakit, tertimpa bencana alam, sedang menjalani hukuman tahanan, dan menjalankan tugas belajar pada saat Pemilu berlangsung.

“Nggak bisa dapat A5, penjelasan dari KPU, katanya sih sesuai dari keputusan MK, saya mahasiswa reguler nggak ada surat penugasan dari kampus. Jadi tidak bisa dapat A5,” kata Kiki (22), seorang mahasiswa semester IV salah satu perguruan tinggid di Medan.

Kiki mengaku sudah mengantre untuk mengurus A5 sejak siang hingga sore hari pada Rabu (10/5) lalu. Tapi dia harus menelan kecewa karena tak mendapat A5. Lantas, apakah dia akan pulang kampung untuk menyoblos pada 17 April nanti, atau tidak memilih atau golput? Menurutnya, jika pulang kampung hanya untuk menyoblos, tidak hanya menghabiskan biaya untuk ongkos, tapi juga waktunya akan terbuang. “Ya mau nggak maulah, saya tidak memilih,” katanya.

Menyikapi ini, pengamat sosial politik dari USU, Agus Suriadi mengatakan, banyaknya masyarakat yang tidak bisa mendapatkan formulir A5 merupakan salah satu risiko dari regulasi yang berlaku. “Syarat itukan merupakan putusan MK, sebelumnya ada 9 kriteria yang boleh mengurus formulir A5, tapi sekarang dipersempit menjadi tinggal 4 kriteria. Tentu ini akan menjadi hal yang membuat banyak masyarakat tidak mendapatkan formulir itu,” ujar Agus.

Tetapi Agus menambahkan, dirinya juga tidak menyalahkan MK yang memberikan keputusan tersebut. Menurutnya, regulasi itu tentu sudah atas pertimbangan yang matang. Hanya saja, pihaknya menyayangkan tidak ditemukannya solusi dari persoalan tersebut, begitu dengan masih kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat. “Regulasi itu tentu dibuat untuk kebaikan, agar semakin kecil kemungkinan terjadinya kecurangan. Namun, masyarakat juga minim akan informasi kriteria yang dimaksud. Sehingga banyak yang datang untuk mengurus formulir ini tetapi tidak bisa mengurusnya dan juga berakhir dengan tidak bisanya melakukan pencoblosan,” tutupnya.

Terpisah, Wakil Ketua PDI Perjuangan Sumut Djumiran Abdi mengakui, partai politik akan dirugikan karena banyaknya mahasiswa yang terpaksa tak memilih karena tak mendapat formulir A5. Meski begitu, ia tidak menyalahkan kinerja dan upaya KPU dalam menggaransi hak pilih setiap warga negara.

“Yang salah juga parpol karena kurang gencar menyosialisasikan tentang tahapan pindah memilih ini. Tentunya yang rugi juga adalah parpol, karena itu berpotensi berkurangnya masyarakat untuk memilih. Kami pikir kawan-kawan penyelenggara sudah bekerja ekstra keras untuk itu,” ujarnya kepada Sumut Pos, Kamis (11/4).

Terkadang, imbuh dia, masyarakat kurang proaktif dalam hal ini. Selalu saja disaat-saat akhir penutupan tahapan pengurusan A5, baru datang ke kantor KPU. Padahal waktu yang diberikan sudah lama dan jauh-jauh hari sebelum pencoblosan. “Sebenarnya banyak faktor kenapa hal ini selalu terjadi. Kesadaran masyarakat kita akan pentingnya hak pilih, kerap abai untuk melakukan pengurusan. Parpol juga demikian, kurang fokus untuk melakukan sosialisasi karena memikirkan target kemenangan,” ucapnya.

Ia menyarankan, ke depan jangan dibuat satu momen antara Pileg dan Pilpres. Sebab kedua even pemilihan tersebut, menurutnya beda konteks dan cenderung membuat dinamika pesta demokrasi menjadi pincang. “Sebaiknya memang dipisah. Pileg itu waktunya tersendiri dengan Pilpres. Kalau Pilpres dengan Pilkada mungkin bisa serentak, karena sama-sama memilih eksekutif. Jadi memang banyak sekali faktor penyebab golput pada pemilu kali ini,” pungkasnya.

Senada, Sekretaris Partai Gerindra Sumut, Robert Lumban Tobing mengatakan, parpol menjadi pihak yang dirugikan dalam edisi Pemilu 2019 mengingat potensi golput yang masih tinggi terjadi nantinya. “Satu suara pun sangat menentukan dan berharga. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi tentu akan memengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia,” katanya.

Menurut dia, penting juga bagi parpol membantu kinerja penyelenggara pemilu guna meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih. Dan bagi Gerindra, seluruh kader dan caleg sudah diamanahkan untuk ikut menyosialisasikan pentingnya menggunakan hak pilih dari setiap even pemilu. “Seluruh caleg kami hingga sebelum masa tenang senantiasa mengajak agar masyarakat tidak golput dan datang ke TPS, disamping menyosialisasikan program kerja partai serta menerima keluhan dan aspirasi masyarakat di dapilnya masing-masing,” katanya.

Unimed, USU dan UMSU Libur

Sementara, untuk mendukung suksesnya Pemilu serentak 2019, perguruan tinggi negeri dan swasta di Medan meliburkan aktivitas perkuliah dan administrasi pada 17 April 2019. Apalagi, hari tersebut sudah ditetapkan sebagai libur nasional. Bahkan Unimed sudah mengeluarkan suara edaran Nomor : 001230/UN33/SE/2019 kepada seluruh mahasiswa, staf pengajar dan pegawai tentang hari pemungutan suara pemilihan umum tahun 2019 sebagai hari libur nasional. “Unimed melalui surat edaran tersebut, mengimbau agar seluruh mahasiswa Unimed dapat menggunakan hak pilihnya pada 17 April,” ucap Kepala Humas Unimed, M Surip kepada Sumut Pos, Kamis (11/4) siang.

Surip mengatakan, aktivitas perkuliah di Unimed akan kembali normal seperti biasa pada Kamis, 20 April 2019. Untuk itu, ia mengharapkan agar mahasiswa secepatnya mengatur waktu bila melakukan pencoblosan di kampung halamannya di luar kota Medan.

Ia juga mengungkapkan, di Unimed tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang disediakan. “Kalau Jumat libur lagi (Wafat Isa Almasi), mau libur lagi hari Kamis bisa kordinasi langsung sama dosen-dosen lah,” tutur Surip.

Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Humas USU, Elvi Sumanti. Ia mengatakan, pihak USU menyampaikan surat edaran tersebut dimasing-masing Fakultas di Kampus USU. “17 April libur dan sudah kita sampaikan ke mahasiswa, staff pengajar dan pegawai kita. Hal itu, agar mereka dapat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019,” tutur Elvi sembari mengatakan di USU juga tidak ada TPS disediakan.

Sementara UMSU meliburkan hampir sepekan. Kepala Humas UMSU, Ribut Priadi mengatakan, UMSU libur sejak tanggal 15 hingga 20 April 2019. Pada 22 April 2019 aktivitas perkuliah kembali normal. “Kita libur sedikit panjang, karena ketempatan baru usai melaksana Ujian Tengah Semester (UTS) dan ada libur juga pada hari Jumat itu,” kata Ribut.

Untuk aktivitas administrasi, Ribut mengatakan libur sejak 16 hingga 20 April 2019. Kembali bekerja pada hari Seninnya. Ia mengimbau mahasiswa UMSU untuk menggunakan hak pilihnya pada hari Rabu pekan depan itu. Surat edaran dan himbauan itu, dilakukan untuk menekan angka Golput di kalangan mahasiswa. Dengan itu, aktivitas perkampusan di libur secara serentak se-Indonesia. Begitu juga, mahasiswa di luar kota Medan sudah mempersiapkan diri untuk pulang kampung. (mag-1/prn/gus)

markus pasaribu/sumut pos
MEMBELUDAK: Masyarakat yang mengurus formulir A5 untuk pindah memilih di KPU Medan membeludak di hari terakhir, Rabu (10/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mahasiswa perantauan yang kuliah di Kota Medan harus menelan kecewa, karena tidak bisa mengurus formulir A5 untuk pindah memilih atau pindah TPS. Pasalnya, mereka tidak termasuk kategori yang dapat mengurus formulir A5 berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Jika ingin menggunakan hak pilihnya, mereka terpaksa pulang ke kampung halaman masing-masing.

TAK sedikit mahasiswa yang hendak mengurus formulir A5 di KPU Medan menelan kecewa. Pasalnya, mereka dinilai tidak memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan dalam keputusan MK. Diketahui, pelayanan A5 awalnya hanya dilayani sampai 17 Maret 2019. Setelah putusan MK yang mengabulkan uji materi Pasal 210 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu terkait pemilih yang ingin pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS), pelayanan A5 diperpanjang sampai 10 April 2019.

Namun putusan MK itu hanya berlaku untuk kategori pemilih yang sakit, tertimpa bencana alam, sedang menjalani hukuman tahanan, dan menjalankan tugas belajar pada saat Pemilu berlangsung.

“Nggak bisa dapat A5, penjelasan dari KPU, katanya sih sesuai dari keputusan MK, saya mahasiswa reguler nggak ada surat penugasan dari kampus. Jadi tidak bisa dapat A5,” kata Kiki (22), seorang mahasiswa semester IV salah satu perguruan tinggid di Medan.

Kiki mengaku sudah mengantre untuk mengurus A5 sejak siang hingga sore hari pada Rabu (10/5) lalu. Tapi dia harus menelan kecewa karena tak mendapat A5. Lantas, apakah dia akan pulang kampung untuk menyoblos pada 17 April nanti, atau tidak memilih atau golput? Menurutnya, jika pulang kampung hanya untuk menyoblos, tidak hanya menghabiskan biaya untuk ongkos, tapi juga waktunya akan terbuang. “Ya mau nggak maulah, saya tidak memilih,” katanya.

Menyikapi ini, pengamat sosial politik dari USU, Agus Suriadi mengatakan, banyaknya masyarakat yang tidak bisa mendapatkan formulir A5 merupakan salah satu risiko dari regulasi yang berlaku. “Syarat itukan merupakan putusan MK, sebelumnya ada 9 kriteria yang boleh mengurus formulir A5, tapi sekarang dipersempit menjadi tinggal 4 kriteria. Tentu ini akan menjadi hal yang membuat banyak masyarakat tidak mendapatkan formulir itu,” ujar Agus.

Tetapi Agus menambahkan, dirinya juga tidak menyalahkan MK yang memberikan keputusan tersebut. Menurutnya, regulasi itu tentu sudah atas pertimbangan yang matang. Hanya saja, pihaknya menyayangkan tidak ditemukannya solusi dari persoalan tersebut, begitu dengan masih kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat. “Regulasi itu tentu dibuat untuk kebaikan, agar semakin kecil kemungkinan terjadinya kecurangan. Namun, masyarakat juga minim akan informasi kriteria yang dimaksud. Sehingga banyak yang datang untuk mengurus formulir ini tetapi tidak bisa mengurusnya dan juga berakhir dengan tidak bisanya melakukan pencoblosan,” tutupnya.

Terpisah, Wakil Ketua PDI Perjuangan Sumut Djumiran Abdi mengakui, partai politik akan dirugikan karena banyaknya mahasiswa yang terpaksa tak memilih karena tak mendapat formulir A5. Meski begitu, ia tidak menyalahkan kinerja dan upaya KPU dalam menggaransi hak pilih setiap warga negara.

“Yang salah juga parpol karena kurang gencar menyosialisasikan tentang tahapan pindah memilih ini. Tentunya yang rugi juga adalah parpol, karena itu berpotensi berkurangnya masyarakat untuk memilih. Kami pikir kawan-kawan penyelenggara sudah bekerja ekstra keras untuk itu,” ujarnya kepada Sumut Pos, Kamis (11/4).

Terkadang, imbuh dia, masyarakat kurang proaktif dalam hal ini. Selalu saja disaat-saat akhir penutupan tahapan pengurusan A5, baru datang ke kantor KPU. Padahal waktu yang diberikan sudah lama dan jauh-jauh hari sebelum pencoblosan. “Sebenarnya banyak faktor kenapa hal ini selalu terjadi. Kesadaran masyarakat kita akan pentingnya hak pilih, kerap abai untuk melakukan pengurusan. Parpol juga demikian, kurang fokus untuk melakukan sosialisasi karena memikirkan target kemenangan,” ucapnya.

Ia menyarankan, ke depan jangan dibuat satu momen antara Pileg dan Pilpres. Sebab kedua even pemilihan tersebut, menurutnya beda konteks dan cenderung membuat dinamika pesta demokrasi menjadi pincang. “Sebaiknya memang dipisah. Pileg itu waktunya tersendiri dengan Pilpres. Kalau Pilpres dengan Pilkada mungkin bisa serentak, karena sama-sama memilih eksekutif. Jadi memang banyak sekali faktor penyebab golput pada pemilu kali ini,” pungkasnya.

Senada, Sekretaris Partai Gerindra Sumut, Robert Lumban Tobing mengatakan, parpol menjadi pihak yang dirugikan dalam edisi Pemilu 2019 mengingat potensi golput yang masih tinggi terjadi nantinya. “Satu suara pun sangat menentukan dan berharga. Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi tentu akan memengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia,” katanya.

Menurut dia, penting juga bagi parpol membantu kinerja penyelenggara pemilu guna meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memilih. Dan bagi Gerindra, seluruh kader dan caleg sudah diamanahkan untuk ikut menyosialisasikan pentingnya menggunakan hak pilih dari setiap even pemilu. “Seluruh caleg kami hingga sebelum masa tenang senantiasa mengajak agar masyarakat tidak golput dan datang ke TPS, disamping menyosialisasikan program kerja partai serta menerima keluhan dan aspirasi masyarakat di dapilnya masing-masing,” katanya.

Unimed, USU dan UMSU Libur

Sementara, untuk mendukung suksesnya Pemilu serentak 2019, perguruan tinggi negeri dan swasta di Medan meliburkan aktivitas perkuliah dan administrasi pada 17 April 2019. Apalagi, hari tersebut sudah ditetapkan sebagai libur nasional. Bahkan Unimed sudah mengeluarkan suara edaran Nomor : 001230/UN33/SE/2019 kepada seluruh mahasiswa, staf pengajar dan pegawai tentang hari pemungutan suara pemilihan umum tahun 2019 sebagai hari libur nasional. “Unimed melalui surat edaran tersebut, mengimbau agar seluruh mahasiswa Unimed dapat menggunakan hak pilihnya pada 17 April,” ucap Kepala Humas Unimed, M Surip kepada Sumut Pos, Kamis (11/4) siang.

Surip mengatakan, aktivitas perkuliah di Unimed akan kembali normal seperti biasa pada Kamis, 20 April 2019. Untuk itu, ia mengharapkan agar mahasiswa secepatnya mengatur waktu bila melakukan pencoblosan di kampung halamannya di luar kota Medan.

Ia juga mengungkapkan, di Unimed tidak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang disediakan. “Kalau Jumat libur lagi (Wafat Isa Almasi), mau libur lagi hari Kamis bisa kordinasi langsung sama dosen-dosen lah,” tutur Surip.

Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Humas USU, Elvi Sumanti. Ia mengatakan, pihak USU menyampaikan surat edaran tersebut dimasing-masing Fakultas di Kampus USU. “17 April libur dan sudah kita sampaikan ke mahasiswa, staff pengajar dan pegawai kita. Hal itu, agar mereka dapat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019,” tutur Elvi sembari mengatakan di USU juga tidak ada TPS disediakan.

Sementara UMSU meliburkan hampir sepekan. Kepala Humas UMSU, Ribut Priadi mengatakan, UMSU libur sejak tanggal 15 hingga 20 April 2019. Pada 22 April 2019 aktivitas perkuliah kembali normal. “Kita libur sedikit panjang, karena ketempatan baru usai melaksana Ujian Tengah Semester (UTS) dan ada libur juga pada hari Jumat itu,” kata Ribut.

Untuk aktivitas administrasi, Ribut mengatakan libur sejak 16 hingga 20 April 2019. Kembali bekerja pada hari Seninnya. Ia mengimbau mahasiswa UMSU untuk menggunakan hak pilihnya pada hari Rabu pekan depan itu. Surat edaran dan himbauan itu, dilakukan untuk menekan angka Golput di kalangan mahasiswa. Dengan itu, aktivitas perkampusan di libur secara serentak se-Indonesia. Begitu juga, mahasiswa di luar kota Medan sudah mempersiapkan diri untuk pulang kampung. (mag-1/prn/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru