25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Salah Transfusi Darah, Badan Pasien Kuning

 

Foto: Manahan/PM Hariani, korban salah transfusi darah.
Foto: Manahan/PM
Hariani, korban salah transfusi darah. Darahnya disebut AM, ternyata B.

BATANGKUIS, SUMUTPOS.CO – Salah menentukan golongan darah berakibat salah mendapat transfusi darah. Akibatnya, pasien demam, menggigil, gatal-gatal, bahkan bisa gagal ginjal. Hal itulah yang dialami Hariani (52) warga Batang Kuis, Deliserdang. Kesalahan diduga dilakukan pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

Kejadian bermula saat Hariani yang menderita sakit penyakit lambung tukak (bocor) dan HB darah rendah. Disebabkan kondisinya semakin menurun, akhirnya diputuskan dilakukan transfusi darah.

Tim medis pun melakukan uji coba sampel darah Hariani di laboratorium RS Grand Medistra. Sekira 30 menit setelah pemeriksaan di laboratorium golongan darah Heriani diketahui AB.

Mengetahui orang tuanya, Hariani membutuhkan donor darah, Bambang (31) serta Teguh (23) menawarkan diri menjadi pendonor. Namun sayang, niat kedua anak Hariani terpaksa diurungkan. Sebab berdasarkan hasil pemeriksaan medis golongan darah keduanya adalah B.

Mengetahui golongan darah mereka tidak sesuai dengan golongan darah ibunya akhirnya pihak keluarga meminta bantuan kepada pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam untuk menyediakan darah.

Karena pihak rumah sakit tidak menyediakan darah, pihak rumah sakit memutuskan meminta donor darah ke Palang Merah Indonesia (PMI) Lubuk Pakam. Pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam mendapatkan donor darah sebanyak 4 kantung, dengan ukuran 250 cc per kantungnya sesuai kebutuhan Hariani.

Setelah transfusi darah selama 2 hari, akhirnya 4 kantung darah yang tersedia pun habis. Biaya perawatan yang mencapai Rp 6 juta dalam waktu 2 hari 3 malam, hingga keluarga memutuskan untuk membawa pulang Hariani.

Di rumah, seorang dokter dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Setelah 1 bulan mendapatkan perawatan di rumah, kondisi Hariani semakin melemah. Pihak keluarga lantas memutuskan membawa Hariani ke RS Haji Medan pada 30 September 2013.

Saat berada di RS Haji Medan, Heriani didiagnosa menderita penyakit yang sama saat diperiksa di RS Grand Medistra Lubuk Pakam dan membutuhkan transfusi darah.

Seperti proses sebelumnya, sampel darah Hariani pun diperiksa dan diketahui bahwa golongan darah Hariani adalah golongan darah B bukannya AB seperti hasil pemeriksaan di RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

Perbedaan itu membuat pihak keluarga terperanjat. Beberapa kali memastikan, golongan darah Hariani tetap B, bukan AB. Tak juga puas, Bambang membawa sampel darah ibunya ke PMI Unit Transfusi Darah di Jalan Kampung Durian untuk dilakukan pemeriksaan serta mengambil darah yang dibutuhkan Heriani.

Ternyata hasil pemeriksaan PMI golongan darah Heriani B. Bambang pun mencoba bertukar fikiran dengan petugas PMI dengan mempertanyakan hasil pemeriksaan golongan darah ibunya yang dinyatakan AB.

Dengan alasan pihak PMI Kampung Durian masih ragu dengan golongan darah Hariani, PMI Kampung Durian tidak memberikan darah yang dibutuhkan. Akhirnya Bambang membawa sampel darah Hariani ke PMI Lubuk Pakam. Hasil pemeriksaan PMI Lubuk Pakam ternyata golongan darah Hariani juga B. PMI Lubuk Pakam pun bersedia memberikan darah yang dibutuhkan Hariani.

Tidak terima dengan kelalaian yang dilakukan tim medis RS Grand Medistra sehingga diyakininya berdampak buruk pada kondisi kesehatan ibunya. Pihak RS Haji Medan sendiri sempat kewalahan menangani kondisi Hariani yang semakin lemah dan membuat pihak keluarga semakin cemas.

Bambang akhirnya memilih melaporkan dugaan malapraktik di RS Grand Medistra Lubuk Pakam ke Majelis Kehormatan Dokter Indonesia (MKDI) awal Oktober 2013. Laporan yang dikirimkan Bambang melalui fax pun langsung ditanggapi MKDI.

Setelah melapor ke MKDI, Bambang pun mendatagi RS Grand Medistra Lubuk Pakam dan bertemu dengan Humas RS Grand Medistra Lubuk Pakam, Emra Sinaga. Saat bertemu dengan Bambang, Emra membenarkan bahwa ada petugas MKDI yang datang ke RS Grand Medistra Lubuk Pakam melakukan pemeriksaan. Namun Bambang kecewa dengan sikap Emra yang tidak ada mengutarakan permintaan maaf dan terkesan lepas tanggungjawab. Akhirnya MKDI melakukan sidang dengan memakai gedung Dinas Kesehatan Sumut pada Senin (9/6) pagi.

 

SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

Kondisi Hariani kian hari semakin memprihatinkan. Wajahnya tambah pucat, malah kulitnya mulai menguning. Hal itu membuat Bambang semakin khawatir. Terlebih informasi yang diterimanya saat di PMI Unit Transfusi Darah di Jalan Kampung Durian, menyebutkan kesalahan transfusi darah dapat berakibat fatal.

”Setahu aku salah transfusi darah seperti yang dialami ibuku berakibat fatal bagi kesehatannya dan organ dalam tubuh ibuku. Cara mengatasinya harus cuci darah,” ungkap Bambang.

Sementara pengakuan Hariani, akibat salah transfusi darah yang diduga dilakukan RS Grand Medsitra Lubuk Pakam, dirinya mudah lelah dan kepalanya selalu pusing. Hal ini tentu saja berdampak pada dirinya tidak dapat beraktifitas sepertinya biasanya, sebagai petani. Dirinya pun hanya bias berdiam diri didalam rumah dan tidak bisa melakukan aktifitas yang menguras tenaga. ”Aktifitas ku jadi terbatas, selain itu aku mudah lelah dan kepalaku sering pening sejak kejadian salah transfusi darah yang dilakukan RS Grand Medistra Lubuk Pakam,” ungkapnya.

Terpisah Humas RS Grand Medistra Emra Sinaga yang mengakui pihaknya diperiksa MKDI tersebut pada Senin (9/6) lalu. Namun belum diputuskan bahwa RS Grand Medistra Lubuk Pakam dinyatakan bersalah. Emra juga membenarkan bahwa pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam yang meminta donor darah kepada PMI Lubuk Pakam dengan membawa sampel darah Heriani. ”Saya dan dr Heriyanto Tobing, dokter spesialis penyakit dalam yang menangani Hariani sudah diperiksa MKDI,” ungkapnya.

Namun Emra menolak jika RS Grand Medistra Lubuk Pakam dipersalahkan. Dengan alasan, jika RS Grand Medistra Lubuk Pakam melakukan kesalahan transfusi darah pasti Hariani sudah keracunan. Bahkan yang paling fatal Hariani bisa meninggal.

”Jika salah transfusi darah apalagi Hariani sudah 3 kali transfusi darah, pasti Hariani sudah keracunan. Bahkan paling fatal bisa meninggal,” dalih Emra.

Emra pun menolak berkomentar banyak terkait tuduhan salah transfusi darah disebabkan masih menunggu hasil pemeriksaan MKDI.

Pemeriksaan yang dilakukan MKDI juga dibenarkan Sekretaris Dinkes Sumut, Afwan. Pemeriksaan tersebut dijelaskannya terkait persidangan kode etik kedokteran yang dilakukan di kantor Dinas Kesehatan Sumut di Jalan Prof. HM Yamin, Medan pada Senin (9/6) sekira pukul 13.00 wib.

Namun dirinya tidak mengetahui detail mengenai persidangan tersebut dilangsungkan atas kasus apa. Afwan mengatakan pihak penyelenggara sidang hanya meminjam tempat sebagai tempat persidangan. “Jadi Dinkes Sumut secara resmi diminta sama mereka sebagai tempat sidang. Tetapi kami tidak ikut campur itu. Jadi nggak tahu sidangnya apa,” ujarnya. (cr-1/cr-2/bd)

 

Foto: Manahan/PM Hariani, korban salah transfusi darah.
Foto: Manahan/PM
Hariani, korban salah transfusi darah. Darahnya disebut AM, ternyata B.

BATANGKUIS, SUMUTPOS.CO – Salah menentukan golongan darah berakibat salah mendapat transfusi darah. Akibatnya, pasien demam, menggigil, gatal-gatal, bahkan bisa gagal ginjal. Hal itulah yang dialami Hariani (52) warga Batang Kuis, Deliserdang. Kesalahan diduga dilakukan pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

Kejadian bermula saat Hariani yang menderita sakit penyakit lambung tukak (bocor) dan HB darah rendah. Disebabkan kondisinya semakin menurun, akhirnya diputuskan dilakukan transfusi darah.

Tim medis pun melakukan uji coba sampel darah Hariani di laboratorium RS Grand Medistra. Sekira 30 menit setelah pemeriksaan di laboratorium golongan darah Heriani diketahui AB.

Mengetahui orang tuanya, Hariani membutuhkan donor darah, Bambang (31) serta Teguh (23) menawarkan diri menjadi pendonor. Namun sayang, niat kedua anak Hariani terpaksa diurungkan. Sebab berdasarkan hasil pemeriksaan medis golongan darah keduanya adalah B.

Mengetahui golongan darah mereka tidak sesuai dengan golongan darah ibunya akhirnya pihak keluarga meminta bantuan kepada pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam untuk menyediakan darah.

Karena pihak rumah sakit tidak menyediakan darah, pihak rumah sakit memutuskan meminta donor darah ke Palang Merah Indonesia (PMI) Lubuk Pakam. Pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam mendapatkan donor darah sebanyak 4 kantung, dengan ukuran 250 cc per kantungnya sesuai kebutuhan Hariani.

Setelah transfusi darah selama 2 hari, akhirnya 4 kantung darah yang tersedia pun habis. Biaya perawatan yang mencapai Rp 6 juta dalam waktu 2 hari 3 malam, hingga keluarga memutuskan untuk membawa pulang Hariani.

Di rumah, seorang dokter dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Setelah 1 bulan mendapatkan perawatan di rumah, kondisi Hariani semakin melemah. Pihak keluarga lantas memutuskan membawa Hariani ke RS Haji Medan pada 30 September 2013.

Saat berada di RS Haji Medan, Heriani didiagnosa menderita penyakit yang sama saat diperiksa di RS Grand Medistra Lubuk Pakam dan membutuhkan transfusi darah.

Seperti proses sebelumnya, sampel darah Hariani pun diperiksa dan diketahui bahwa golongan darah Hariani adalah golongan darah B bukannya AB seperti hasil pemeriksaan di RS Grand Medistra Lubuk Pakam.

Perbedaan itu membuat pihak keluarga terperanjat. Beberapa kali memastikan, golongan darah Hariani tetap B, bukan AB. Tak juga puas, Bambang membawa sampel darah ibunya ke PMI Unit Transfusi Darah di Jalan Kampung Durian untuk dilakukan pemeriksaan serta mengambil darah yang dibutuhkan Heriani.

Ternyata hasil pemeriksaan PMI golongan darah Heriani B. Bambang pun mencoba bertukar fikiran dengan petugas PMI dengan mempertanyakan hasil pemeriksaan golongan darah ibunya yang dinyatakan AB.

Dengan alasan pihak PMI Kampung Durian masih ragu dengan golongan darah Hariani, PMI Kampung Durian tidak memberikan darah yang dibutuhkan. Akhirnya Bambang membawa sampel darah Hariani ke PMI Lubuk Pakam. Hasil pemeriksaan PMI Lubuk Pakam ternyata golongan darah Hariani juga B. PMI Lubuk Pakam pun bersedia memberikan darah yang dibutuhkan Hariani.

Tidak terima dengan kelalaian yang dilakukan tim medis RS Grand Medistra sehingga diyakininya berdampak buruk pada kondisi kesehatan ibunya. Pihak RS Haji Medan sendiri sempat kewalahan menangani kondisi Hariani yang semakin lemah dan membuat pihak keluarga semakin cemas.

Bambang akhirnya memilih melaporkan dugaan malapraktik di RS Grand Medistra Lubuk Pakam ke Majelis Kehormatan Dokter Indonesia (MKDI) awal Oktober 2013. Laporan yang dikirimkan Bambang melalui fax pun langsung ditanggapi MKDI.

Setelah melapor ke MKDI, Bambang pun mendatagi RS Grand Medistra Lubuk Pakam dan bertemu dengan Humas RS Grand Medistra Lubuk Pakam, Emra Sinaga. Saat bertemu dengan Bambang, Emra membenarkan bahwa ada petugas MKDI yang datang ke RS Grand Medistra Lubuk Pakam melakukan pemeriksaan. Namun Bambang kecewa dengan sikap Emra yang tidak ada mengutarakan permintaan maaf dan terkesan lepas tanggungjawab. Akhirnya MKDI melakukan sidang dengan memakai gedung Dinas Kesehatan Sumut pada Senin (9/6) pagi.

 

SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

Kondisi Hariani kian hari semakin memprihatinkan. Wajahnya tambah pucat, malah kulitnya mulai menguning. Hal itu membuat Bambang semakin khawatir. Terlebih informasi yang diterimanya saat di PMI Unit Transfusi Darah di Jalan Kampung Durian, menyebutkan kesalahan transfusi darah dapat berakibat fatal.

”Setahu aku salah transfusi darah seperti yang dialami ibuku berakibat fatal bagi kesehatannya dan organ dalam tubuh ibuku. Cara mengatasinya harus cuci darah,” ungkap Bambang.

Sementara pengakuan Hariani, akibat salah transfusi darah yang diduga dilakukan RS Grand Medsitra Lubuk Pakam, dirinya mudah lelah dan kepalanya selalu pusing. Hal ini tentu saja berdampak pada dirinya tidak dapat beraktifitas sepertinya biasanya, sebagai petani. Dirinya pun hanya bias berdiam diri didalam rumah dan tidak bisa melakukan aktifitas yang menguras tenaga. ”Aktifitas ku jadi terbatas, selain itu aku mudah lelah dan kepalaku sering pening sejak kejadian salah transfusi darah yang dilakukan RS Grand Medistra Lubuk Pakam,” ungkapnya.

Terpisah Humas RS Grand Medistra Emra Sinaga yang mengakui pihaknya diperiksa MKDI tersebut pada Senin (9/6) lalu. Namun belum diputuskan bahwa RS Grand Medistra Lubuk Pakam dinyatakan bersalah. Emra juga membenarkan bahwa pihak RS Grand Medistra Lubuk Pakam yang meminta donor darah kepada PMI Lubuk Pakam dengan membawa sampel darah Heriani. ”Saya dan dr Heriyanto Tobing, dokter spesialis penyakit dalam yang menangani Hariani sudah diperiksa MKDI,” ungkapnya.

Namun Emra menolak jika RS Grand Medistra Lubuk Pakam dipersalahkan. Dengan alasan, jika RS Grand Medistra Lubuk Pakam melakukan kesalahan transfusi darah pasti Hariani sudah keracunan. Bahkan yang paling fatal Hariani bisa meninggal.

”Jika salah transfusi darah apalagi Hariani sudah 3 kali transfusi darah, pasti Hariani sudah keracunan. Bahkan paling fatal bisa meninggal,” dalih Emra.

Emra pun menolak berkomentar banyak terkait tuduhan salah transfusi darah disebabkan masih menunggu hasil pemeriksaan MKDI.

Pemeriksaan yang dilakukan MKDI juga dibenarkan Sekretaris Dinkes Sumut, Afwan. Pemeriksaan tersebut dijelaskannya terkait persidangan kode etik kedokteran yang dilakukan di kantor Dinas Kesehatan Sumut di Jalan Prof. HM Yamin, Medan pada Senin (9/6) sekira pukul 13.00 wib.

Namun dirinya tidak mengetahui detail mengenai persidangan tersebut dilangsungkan atas kasus apa. Afwan mengatakan pihak penyelenggara sidang hanya meminjam tempat sebagai tempat persidangan. “Jadi Dinkes Sumut secara resmi diminta sama mereka sebagai tempat sidang. Tetapi kami tidak ikut campur itu. Jadi nggak tahu sidangnya apa,” ujarnya. (cr-1/cr-2/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/