30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Waspadai Wabah Difteri di Sumut

Risiko Kematian Tinggi Cegah dengan Imunisasi

MEDAN-Kepala Seksi Bimbingan dan Pengendalian Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Suhadi, mengatakan jika wabah difteri merupakan penyakit yang sangat menular dan berisiko kematiannya cukup tinggi. “Tahun 2011 akhir ditemukan suspect difteri di Sumut. Satu di Pakpak Bharat dan satu lagi di Binjai. Namun setelah diperiksa, hasilnya negatif,” kata Suhadi saat dikonfirmasi Rabu (11/7).

Meski Provinsi Sumatera Utara belum menemukan adanya laporan kasus difteri, namun kejadian luar biasa (KLB) difteri yang terjadi wilayah Jawa Timur telah menewaskan 91 anak, sehingga kewaspadaan ini perlu diantisipasi oleh pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut).
Apalagi sambungnya, hasil imunisasi untuk bayi di provinsi ini dalam tiga tahun terakhir belum menunjukkan pencapaian yang memuaskan.

Artinya, peran imunisasi sangat penting dalam pencegahan difteri.
“Target Sumut setiap tahunnya 96 persen. Sedangkan cakupan imunisasi DPT/HB3 pada tahun 2009 sebanyak 85,9 persen, tahun 2010 sebanyak 91,8 persen dan cakupan tahun 2011 sebanyak 93,4 persen,” ungkapnya.

Sedangkan untuk bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), belum dilaksanakan oleh semua kabupaten/kota karena ketidaktersediaan dana operasional di kabupaten/kota. Pencapaian imunisasi ini hanya 60 persen dari target 96 persen. “Pencegahannya sendiri seperti penyuluhan dan imunisasi. Kalau penyuluhan sudah sering kita lakukan setiap pertemuan yang ada. Hanya saja, kita berharap dukungan pemerintah kabupaten/kota dalam merealisasikannya,” ujarnya.

Suhadi juga menjelaskan, difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, dan hidung. Sebagai penyebabnya adalah corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius. Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan terutama menyerang anak-anak berumur dibawah 15 tahun yang belum diimunisasi.

“Faktor risiko yang dapat mendasari terjadinya infeksi difteri dikalangan orang dewasa adalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi pada waktu bayi, tidak lengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang tidak jelas,” ucapnya.

Sementara itu, Pengamat Kesehatan Sumatera Utara, dr Umar Zein menyebutkan, bakteri difteri menginfeksi tenggorokan dan mengeluarkan racun (toxin) sehingga terjadinya penyempitan. “Penularannya melalui udara dan biasanya yang sering terinfeksi itu anak-anak khususnya yang tidak mendapatkan imunisasi,” kata Umar Zein.

Untuk pencegahan bilang Umar, difteri  dapat dicegah melalui imunisasi khususnya pada usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Kemudian dilanjutkan pada kelas I SD dan kelas V SD.
Dalam kesempatan itu, Umar meminta kepada pemerintah kabupaten/kota untuk dapat memberikan penyuluhan imunisasi.(uma)

Risiko Kematian Tinggi Cegah dengan Imunisasi

MEDAN-Kepala Seksi Bimbingan dan Pengendalian Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Suhadi, mengatakan jika wabah difteri merupakan penyakit yang sangat menular dan berisiko kematiannya cukup tinggi. “Tahun 2011 akhir ditemukan suspect difteri di Sumut. Satu di Pakpak Bharat dan satu lagi di Binjai. Namun setelah diperiksa, hasilnya negatif,” kata Suhadi saat dikonfirmasi Rabu (11/7).

Meski Provinsi Sumatera Utara belum menemukan adanya laporan kasus difteri, namun kejadian luar biasa (KLB) difteri yang terjadi wilayah Jawa Timur telah menewaskan 91 anak, sehingga kewaspadaan ini perlu diantisipasi oleh pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut).
Apalagi sambungnya, hasil imunisasi untuk bayi di provinsi ini dalam tiga tahun terakhir belum menunjukkan pencapaian yang memuaskan.

Artinya, peran imunisasi sangat penting dalam pencegahan difteri.
“Target Sumut setiap tahunnya 96 persen. Sedangkan cakupan imunisasi DPT/HB3 pada tahun 2009 sebanyak 85,9 persen, tahun 2010 sebanyak 91,8 persen dan cakupan tahun 2011 sebanyak 93,4 persen,” ungkapnya.

Sedangkan untuk bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), belum dilaksanakan oleh semua kabupaten/kota karena ketidaktersediaan dana operasional di kabupaten/kota. Pencapaian imunisasi ini hanya 60 persen dari target 96 persen. “Pencegahannya sendiri seperti penyuluhan dan imunisasi. Kalau penyuluhan sudah sering kita lakukan setiap pertemuan yang ada. Hanya saja, kita berharap dukungan pemerintah kabupaten/kota dalam merealisasikannya,” ujarnya.

Suhadi juga menjelaskan, difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, dan hidung. Sebagai penyebabnya adalah corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius. Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan terutama menyerang anak-anak berumur dibawah 15 tahun yang belum diimunisasi.

“Faktor risiko yang dapat mendasari terjadinya infeksi difteri dikalangan orang dewasa adalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi pada waktu bayi, tidak lengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang tidak jelas,” ucapnya.

Sementara itu, Pengamat Kesehatan Sumatera Utara, dr Umar Zein menyebutkan, bakteri difteri menginfeksi tenggorokan dan mengeluarkan racun (toxin) sehingga terjadinya penyempitan. “Penularannya melalui udara dan biasanya yang sering terinfeksi itu anak-anak khususnya yang tidak mendapatkan imunisasi,” kata Umar Zein.

Untuk pencegahan bilang Umar, difteri  dapat dicegah melalui imunisasi khususnya pada usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Kemudian dilanjutkan pada kelas I SD dan kelas V SD.
Dalam kesempatan itu, Umar meminta kepada pemerintah kabupaten/kota untuk dapat memberikan penyuluhan imunisasi.(uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/