32.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

48 Persen Petani di Sumut Beralih Profesi, Edy: Miskin Terus

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 48 persen petani di Sumatera Utara (Sumut) sudah meninggalkan bertani dan beralih profesi, bekerja sebagai kuli bangunan hingga buruh pabrik. Hal tersebut menjadi kekhawatiran Gubernur Sumut Edy Rahyamadi, terhadap pasokan hortikultura untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Hal itu disampaikan Edy, saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional dengan tema ‘Membangun Keunggulan dan Daya Saing Perguruan Swasta di Sumatera Utara’, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Kota Medan, Senin (12/9) pagi.

“Desanya (pertanian) luar biasa dan terbuka lebar, ada kekhawatiran saya 48 persen petani-petani sudah tidak punya kepandaian (bertani). Karena, rata-rata dia datang ke kota, jadi pekerja bangunan, industri, dan lainnya,” ungkap Edy.

Edy juga menyoroti tentang kehidupanpetani jauh dari layak untuk pendapatan dan penghasilan. Sehingga untuk mencari pendapatan lebih, memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian.

“Cemana mau jadi petani, miskin terus. Tak kaya-kaya, tidak bisa sekolahkan anak,” katanya.

Menurutnya, dia pun sudah menekankan agar Bank Sumut memberikan pinjaman kepada petani sebagi modal pertanian, melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan bunga 2 persen per tahun. Hal itu, untuk mempermudah petani mengembangkan usaha pertaniannya.

“Dalam forum ini, kita perbaiki semua. Petani itu, tidak boleh miskin. Ributlah soal KUR. Bank Sumut itu, saya tekankan agar bunganya sampai 2 persen saja (untuk KUR). Tapi, petani kita itu, perlu koordinasi semua, tidak mau pakai KUR. Bukan tidak mau, tak ngerti, karena KUR melalui digital,” jelas Edy.

Dengan ketidaktahuan untuk mendapatkan KUR ini, menurut Edy, para petani jadi lebih memilih meminjam uang ke tengkulak dengan bunga 3 persen per hari. Bunga yang besar ini, membuat beban bagi petani dan hasil pertanian dikendalikan tengkulak.

“Akhirnya, lebih enak sama tengkulak. Ah beda 1 persen saja, tengkulak 3 persen. Dia tidak tahu, 3 persen per hari, kalau KUR 2 persen per tahun,” bebernya.

Karena itu, lanjut Edy, dana yang disiapkan Bank Sumut untuk KUR pada tahun ini, baru terserap 42 persen.

“Ada dana yang disiapkan, tapi hanya terserap 42 persen,” ujarnya.

Edy mengatakan, inflasi dan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok, tidak terlepas dari permainan tengkulak. Dia pun meminta tengkulak untuk tidak mengendalikan harga pangan.

Sebelumnya, Edy menyebutkan, kondisi inflasi di Sumut sudah mencapai 5,3 persen. Hal ini disebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi, yang memicu kenaikan harga kebutuhan pokok di Sumut.

“Saya harap tengkulak-tengkulak ini, minggir. Ini mengganggu inflasi saya. Ini pula masalah baru saya. Waktu saya tentara, tidak pakai ilmu (inflasi) begituan,” pungkasnya. (gus/saz)

Bagus Syahputra/Sumut Pos
ARAHAN: Gubernur Sumut Edy Rahyamadi, saat menyampaikan arahan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 48 persen petani di Sumatera Utara (Sumut) sudah meninggalkan bertani dan beralih profesi, bekerja sebagai kuli bangunan hingga buruh pabrik. Hal tersebut menjadi kekhawatiran Gubernur Sumut Edy Rahyamadi, terhadap pasokan hortikultura untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Hal itu disampaikan Edy, saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional dengan tema ‘Membangun Keunggulan dan Daya Saing Perguruan Swasta di Sumatera Utara’, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Kota Medan, Senin (12/9) pagi.

“Desanya (pertanian) luar biasa dan terbuka lebar, ada kekhawatiran saya 48 persen petani-petani sudah tidak punya kepandaian (bertani). Karena, rata-rata dia datang ke kota, jadi pekerja bangunan, industri, dan lainnya,” ungkap Edy.

Edy juga menyoroti tentang kehidupanpetani jauh dari layak untuk pendapatan dan penghasilan. Sehingga untuk mencari pendapatan lebih, memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian.

“Cemana mau jadi petani, miskin terus. Tak kaya-kaya, tidak bisa sekolahkan anak,” katanya.

Menurutnya, dia pun sudah menekankan agar Bank Sumut memberikan pinjaman kepada petani sebagi modal pertanian, melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan bunga 2 persen per tahun. Hal itu, untuk mempermudah petani mengembangkan usaha pertaniannya.

“Dalam forum ini, kita perbaiki semua. Petani itu, tidak boleh miskin. Ributlah soal KUR. Bank Sumut itu, saya tekankan agar bunganya sampai 2 persen saja (untuk KUR). Tapi, petani kita itu, perlu koordinasi semua, tidak mau pakai KUR. Bukan tidak mau, tak ngerti, karena KUR melalui digital,” jelas Edy.

Dengan ketidaktahuan untuk mendapatkan KUR ini, menurut Edy, para petani jadi lebih memilih meminjam uang ke tengkulak dengan bunga 3 persen per hari. Bunga yang besar ini, membuat beban bagi petani dan hasil pertanian dikendalikan tengkulak.

“Akhirnya, lebih enak sama tengkulak. Ah beda 1 persen saja, tengkulak 3 persen. Dia tidak tahu, 3 persen per hari, kalau KUR 2 persen per tahun,” bebernya.

Karena itu, lanjut Edy, dana yang disiapkan Bank Sumut untuk KUR pada tahun ini, baru terserap 42 persen.

“Ada dana yang disiapkan, tapi hanya terserap 42 persen,” ujarnya.

Edy mengatakan, inflasi dan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok, tidak terlepas dari permainan tengkulak. Dia pun meminta tengkulak untuk tidak mengendalikan harga pangan.

Sebelumnya, Edy menyebutkan, kondisi inflasi di Sumut sudah mencapai 5,3 persen. Hal ini disebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi, yang memicu kenaikan harga kebutuhan pokok di Sumut.

“Saya harap tengkulak-tengkulak ini, minggir. Ini mengganggu inflasi saya. Ini pula masalah baru saya. Waktu saya tentara, tidak pakai ilmu (inflasi) begituan,” pungkasnya. (gus/saz)

Bagus Syahputra/Sumut Pos
ARAHAN: Gubernur Sumut Edy Rahyamadi, saat menyampaikan arahan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/