32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Lahan Ada, Uang tak Ada

Soal Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit di Sumut

Medan-Membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak hanya soal keberadaan lahan. Faktor uang juga bisa menjadi unsur yang paling menentukan. Jika lahan ada tapi uang tak ada, sama juga bohong.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Wakil Ketua Kadin Su, Hervian Taher. “Berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun PKS? Ini bukan masalah lahan, melainkan uang,” ujarnya, kemarin.

Taher  mengakui bahwa Sumut kekurangan PKS untuk dibangun. Namun, perbankan tidak mau memberikan pembiayaan bila PKS tersebut tidak memiliki lahan atau kebun sawit. Hal ini untuk menghindari kekurangan stok sawit, yang dapat mengakibatkan operasional sawit tidak berjalan. “Kalau bergantung dengan sawit dari orang lain, maka PKS tidak mandiri, ini sama saja bank merugi. Karena itu untuk membuat sebuah PKS, bank memberikan berbagai persyarakat. Misalnya, letak PKS, luas kebun, dan lainnya,” jelas Taher.

Apalagi saat ini, lahan Sumut sudah sangat terbatas. “Kalau Sumut sudah bukan saatnya lagi untuk menanam sawit. Melainkan berpikir untuk membangun industri hilir. Sekarang ini, saatnya Sumut bertindak selayaknya negara eksportir. Mengelola sendiri CPO yang mereka miliki. Walau sebenarnya, CPO itu memiliki nilai tambah,” lanjutnya.

Industri hilir juga akan bisa menekan volume ekspor CPO terutama di tengah kondisi harga di pasar internasional yang kini hanya berkisar US$ 700 hingga US$ 800 per metrik ton dari sebelumnya US$ 1.100 per metrik ton. Sumut sebagai penghasil minyak sawit mentah terbesar di Indonesia bisa mengambil peluang ini dengan membangun industri hilir yang akan bisa menambah nilai produknya. Namun, pembangunan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, ada sejumlah regulasi yang harus diikuti. Selain itu, butuh waktu untuk menarik investor menanamkan modalnya di sektor ini. “Paling tidak, butuh waktu dua tahun untuk mengembangkan industri hilir di Sumut. Itu pun tidak bisa langsung sesuai dengan yang ditargetkan. Tapi jika sudah dimulai dari sekarang, dalam dua tahun ke depan akan bisa terlihat perkembangannya,” timpal Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Laksamana Adyaksa, di Medan.

Laksamana mengatakan, selama ini, serapan minyak sawit hanya sekitar 20-30 persen dari total produksi nasional yang mencapai 23 juta ton. Jika industri hilir berkembang akan bisa menyerap 50-60 persen yang otomatis akan meningkatkan jumlah produk hilirnya. (ram)

Soal Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit di Sumut

Medan-Membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak hanya soal keberadaan lahan. Faktor uang juga bisa menjadi unsur yang paling menentukan. Jika lahan ada tapi uang tak ada, sama juga bohong.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Wakil Ketua Kadin Su, Hervian Taher. “Berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun PKS? Ini bukan masalah lahan, melainkan uang,” ujarnya, kemarin.

Taher  mengakui bahwa Sumut kekurangan PKS untuk dibangun. Namun, perbankan tidak mau memberikan pembiayaan bila PKS tersebut tidak memiliki lahan atau kebun sawit. Hal ini untuk menghindari kekurangan stok sawit, yang dapat mengakibatkan operasional sawit tidak berjalan. “Kalau bergantung dengan sawit dari orang lain, maka PKS tidak mandiri, ini sama saja bank merugi. Karena itu untuk membuat sebuah PKS, bank memberikan berbagai persyarakat. Misalnya, letak PKS, luas kebun, dan lainnya,” jelas Taher.

Apalagi saat ini, lahan Sumut sudah sangat terbatas. “Kalau Sumut sudah bukan saatnya lagi untuk menanam sawit. Melainkan berpikir untuk membangun industri hilir. Sekarang ini, saatnya Sumut bertindak selayaknya negara eksportir. Mengelola sendiri CPO yang mereka miliki. Walau sebenarnya, CPO itu memiliki nilai tambah,” lanjutnya.

Industri hilir juga akan bisa menekan volume ekspor CPO terutama di tengah kondisi harga di pasar internasional yang kini hanya berkisar US$ 700 hingga US$ 800 per metrik ton dari sebelumnya US$ 1.100 per metrik ton. Sumut sebagai penghasil minyak sawit mentah terbesar di Indonesia bisa mengambil peluang ini dengan membangun industri hilir yang akan bisa menambah nilai produknya. Namun, pembangunan ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, ada sejumlah regulasi yang harus diikuti. Selain itu, butuh waktu untuk menarik investor menanamkan modalnya di sektor ini. “Paling tidak, butuh waktu dua tahun untuk mengembangkan industri hilir di Sumut. Itu pun tidak bisa langsung sesuai dengan yang ditargetkan. Tapi jika sudah dimulai dari sekarang, dalam dua tahun ke depan akan bisa terlihat perkembangannya,” timpal Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Laksamana Adyaksa, di Medan.

Laksamana mengatakan, selama ini, serapan minyak sawit hanya sekitar 20-30 persen dari total produksi nasional yang mencapai 23 juta ton. Jika industri hilir berkembang akan bisa menyerap 50-60 persen yang otomatis akan meningkatkan jumlah produk hilirnya. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru