Penghapusan Pelajaran Bahasa Inggris di Kurikulum SD
MEDAN-Terkait adanya rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk menyatukan mata pelajaran IPA dan IPS, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Medan M Rajab Lubis mengatakan hal itu masih sebatas wacana.
Meskipun begitu, jika nantinya wacana tersebut terealisasi, maka pihaknya akan tetap mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
“Kita siap sesuai isi kurikulum yang diterbitkan. Namun bagaimana nanti mekanismenya kita masih menunggu petunjuk dan pelaksanaannya (Juklak). Makanya saya belum bisa mengatakan bagimana kurikulum yang diterbitkan. Yang pasti tenaga guru kita sudah siap dengan segala perubahan yang dilakukan oleh Pemerintah pusat,”ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (11/10).
Begitu juga mengenai penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum di jenjang sekolah dasar (SD) yang telah disepakati pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Rajab menilai Bahasa Inggris lebih bagus jika diperkenalkan kepada siswa sejak menengah pertama (SMP). “Kalau diajarkan sejak SD memang kita nilai terlalu cepat. Seharusnya SD lebih kepada penekanan baca, tulis, dan menghitung,” ungkapnya.
Apalagi, siswa SD menurut Rajab, belum memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar. “Benahi dulu bahasa Indonesianya sejak dasar. Setelah itu barulah mulai mempelajari bahasa asing, seperti bahasa Inggris,”ungkap Rajab.
Sementara itu, Wakil Dewan Pendidikan Sumut Syaiful Sagala selaku pengamat pendidikan menyampaikan hal senada terkait penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris. “Jika mendikbud menghapuskan menteri Bahasa Inggris dalam kurikulum SD tidak masalah. Kalau sekolah menganggap mata pelajaran ini dibutuhkan dan ingin tetap memakainya, bisa saja asalkan di luar kurikulum,”tandasnya.
Sementara Rektor Universitas Negeri Medan (Unimed) Ibnu Hajar Damanik turut mendukung penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris. Menurutnya, kemampuan yang diperlukan di SD adalah membaca, menulis dan berhitung. Substansi keilmuan belum terlalu diperlukan.
“Pembelajaran di SD harus dikaitkan langsung dengan kondisi riil. Seperti menceritakan tentang lingkungannya, keadaan rumah, jalan raya, pasar, atau alam. Harus ada konteks yang riil di lapangan yang dilihat oleh siswa, sehingga mereka paham dengan ilmu yang diajarkan,”terangnya.
Masih menurut Ibnu, anak-anak usia SD, harus didekatkan terlebih dahulu dengan bahasa Ibu yakni Bahasa Indonesia. “Karena diusia tersebut, merupakan saat anak mengatur struktur kalimat yang benar dalam berbahasa. Jangan bebani anak dengan substansi ilmu yang padat. Sehingga minat baca bisa berkurang. Prinsip pembelajaran di SD harus joyfull (menyenangkan) dan kontekstual (konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari),” ucap dia.
Berbeda dengan Ibnu, Rektor Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Al Munawwarah Zulkarnain Lubis menyayangkan penghapusan mata pelajaran Bahasa Inggris dari kurikulum SD. Menurutnya, pengenalan dasar Bahasa Inggris sebagai bahasa universal kepada anak sangat dibutuhkan.
“Saya tidak setuju mata pelajaran Bahasa Inggris ini dihapuskan. Seharusnya, diperbaiki saja dengan cara kontekstual. Begitu juga dengan penyampaiannnya, sehingga sesuai untuk siswa tingkat dasar,” tuturnya. (uma)