MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2009 tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Balita (KIBBLA) diharapkan bisa maksimal dilaksanakan sebagai upaya melindungi generasi di Kota Medan. Perda yang disahkan pada Juli 2009 masih belum sepenuhnya dipahami dan dirasakan warga Kota Medan terutama terkait perlindungan ibu hamil dan bayi baru lahir.
“Perda ini sejatinya merupakan perlindungan bagi generasi penerus khusus di Kota Medan. Perda ini menjadi bukti keberpihakan dan kepedulian pemerintah akan kesehatan generasi penerus,” ungkap Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Nanda Ramli saat Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 6 Tahun 2009 tentang Kesehatan Ibu, Bayi baru lahir dan Balita (KIBBLA) di Jalan Antariksa/Polonia, Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia, Minggu (11/11).
Dijelaskan Nanda, dalam perda tersebut diatur dengan jelas apa tujuan dibentuknya perda dan apa saja yang bisa didapatkan masyarakat terutama ibu hamil. Seperti tertera pada pasal tiga, tujuan dibentuknya perda ini salah satunya adalah terwujudnya kualitas pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan bayi serta anak balita.
“Dalam Perda ini juga diatur dengan jelas apa yang menjadi hak setiap ibu di Kota Medan. Seperti tercantum pada pasal 4 diatur sejumlah hak yang bisa diterima oleh setiap ibu hamil di Kota Medan.
Antara lain, mendapatkan pelayanan kesehatan selama kehamilan, mendapatkan persalinan dari tenaga kesehatan yang terlatih dan bersih, mendapat pelayanan kesehatan masa nifas, penanganan kesulitan persalinan adekuat, mendapatkan kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi ibu, menolak pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya dan anaknya oleh tenaga dan sarana yang tidak memiliki sertifikasi, mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan cukup kalori bagi ibu yang memberikan ASI eksklusif dan ASI sampai anak berusia dua tahun terutama bagi ibu dari keluarga miskin,” terangnya.
Tidak hanya itu, pada pasal 5 dan pasal 6 diatur dengan jelas setiap anak baru lahir berhak mendapatkan sejumlah pelayanan kesehatan seperti imunisasi dasar ASI, Air Susu Kolustrum dan lainnya termasuk kondisi lingkungan. “Jadi sudah sangat jelas,” ucapnya.
Pada perda ini juga diatur dengan tegas soal kewajiban penyedia jasa pelayanan medis, kewajiban masyarakat dan pemerintah. Perda yang berisi 11 BAB dan 42 Pasal berisi aturan tegas soal perlindungan untuk ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan balita serta pengaturan soal penyedia jasa pelayanan medis.
“Selain soal hak dan kewajiban, diatur juga soal sanski yang akan dilakukan pemerintah terhadap penyedia jasa pelayanan medis yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi administratif atau teguran hingga pencabutan izin,” jelasnya.
Nanda melanjutkan, bahwa anggaran pelayanan KIBBLA dibebankan kepada APBN, APBD dan partisipasi swasta serta masyarakat (pasal 33). Dan untuk pengawasan pada pasal 35, disebutkan bahwa Kepala Daerah melalui Dinas Kesehatan melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan KIBBLA yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta dan Mandiri.
“Pengawasan dimaksud antara lain: perijinan, standar kinerja KIBBLA, standar sarana pelayanan kesehatan KIBBLA dan standar operasional prosedur pelayanan KIBBLA, juka melanggar akan dikenakan sanksi administrasi berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (pasal 37), termasuk bila terjadi malpraktek (pasal 38),” tuturnya.
Jadi, lanjutnya, Ketua PDK Kosgoro 1957 Medan itu berharap tidak ada lagi ditemukan anak kurang gizi di kota Medan. “Sebab untuk anggaran kesehatan Pemko Medan alokasikan anggaran sebesar 30 persen dari alokasi APBD Medan untuk KIBBLA dari anggaran kesehatan yakni sebesar Rp 1,7 Triliun” pungkasnya.
Sementara, Lurah Sari Rejo Nurainun Usman mengusulkan kepada DPRD untuk terus melakukan sosialisasi perda-perda yang ada di Kota Medan sehingga masyarakat menjadi paham. (ris/ila)