MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anak Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, yakni Yamitema Tirtajaya Laoly, dan istri Wali Kota Medan nonaktif, Rita Maharani, dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi, Senin (11/11). Namun yang datang hanya Rita, sementara Yamitema tidak datang. Alasannya, belum menerima surat panggilan secara resmi.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Yamitema dan Rita dipanggil sebagai saksi untuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Medan nonaktif, Isya Ansyari, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Wali Kota Medan, HT Dzulmi Eldin.
Yamitema sedianya akan diperiksa sebagai saksi dalam tindak pidana suap proyek jabatan di Pemerintah Kota Medan. “(Diperiksa) sebagai saksi tindak pidana korupsi suap terkait proyek jabatan Pemerintah Kota Medan pada 2019,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK, Chrystelina GS, lewat keterangan tertulis kepada wartawan.
Dalam agenda pemeriksaan KPK, Tema, panggilan Yamotema, akan diperiksa selaku Direktur PT Kani Jaya Sentosa. Chrystelina tidak menjelaskan lebih lanjut alasan pemeriksaan Yamitema. Namun, saat ditelusuri dari Linkedin Yemitema, Kani Jaya beralamat di Medan dan bergerak di bidang kontraktor proyek jalan dan sekolah.
Terpisah, Menkumham Yasonna Laoly mengaku, meminta anaknya Yamitema Tirtajaya Laoly untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan KPK. Alasannya, surat panggilan yang dilayangkan KPK belum diterima langsung oleh anaknya.
“Hard copy panggilan itu belum sampai sama dia. Baru dari Pemko, dan hanya di-screenshot sama dia (Pemko), ada panggilan. Dia (Yamitema) berdiskusi gimana,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/11).
Sementara saat ini Yamitema sedang berada di Jakarta.
Karena itu, Yasonna menyarankan agar anaknya tak memenuhi panggilan KPK dan menunggu sampai mendapat surat resmi. Untuk sementara Yasonna meminta anaknya cukup mengirim surat ke komisi antikorupsi. “Saya bilang, sudah kirimi saja surat ke KPK, mendapat informasi begini, nanti kalau dapat panggilan yang dapat hard copy-nya dia akan datang. Mungkin klarifikasi ya,” ujarnya.
Yasonna menyebut anaknya memang memiliki usaha di Medan. Namun, ia sudah lama tidak terlibat dalam urusan proyek yang dilaksanakan Pemkot Medan. “Dia dipanggil karena dia kan business man juga, tapi selama tiga tahun ini dia dalam urusan di Kota Medan, dia enggak banyak terlibat,” ujar politisi PDI-P ini.
Ditanya apakah anaknya akan memenuhi panggilan, Yasonna mengatakan akan datang. “Iya pasti dong (datang bila sudah terima surat panggilan KPK). Warga negara yang baik harus seperti itu,” imbuh Yasonna.
Rita Diperiksa 10 Jam
Selain Yamitema, KPK juga memeriksa istri Dzulmi, Rita Maharani Dzulmi Eldin. Rita yang berstatus sebagai saksi untuk Isya itu diperiksa selama hampir 10 jam. Pantauan di KPK, Rita masuk ke Gedung KPK sekitar pukul 09.55 WIB dan baru keluar pada pukul 19.35 WIB.
Awak media sempat menanyakan sejumlah hal terkait pemeriksaan dan kasus suap jabatan yang menyeret nama suaminya. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulut Rita.
Sejak keluar dari lobi Gedung KPK, Rita hanya diam. Matanya menatap lurus ke depan. Meski disapa wartawan, Rita diam dan tidak tampak melempar senyum. Dia hanya fokus mencari kendaraan yang membawanya pergi dari Gedung KPK.
Menurut Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Chrystelina GS, penyidik KPK mendalami informasi seputar perjalanan dinas ke Jepang yang diikuti Rita. “Penyidik juga mendalami siapa-siapa saja pihak yang membiayai perjalanan dinas tersebut,” tambah Chrystelina.
Dzulmi Eldin dijerat KPK sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 15 Oktober lalu. Selain Eldin, KPK menetapkan Kadis PUPR Kota Medan, Isa Anshari dan Kasubbag Protokoler Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka. Syamsul ditetapkan sebagai perantara suap.
Eldin diduga menerima suap total Rp380 juta dalam berbagai kesempatan, sejak Isya dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR pada Februari hingga September 2019. Pemberian itu terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa pun ditangarai menyetor uang Rp 50 juta kepada Dzulmi.
Duit itu diduga untuk menutupi kelebihan biaya perjalanan dinas ke Jepang yang ditagih kepadanya. Kelebihan dana Rp 800 juta itu diduga timbul lantaran istri dan anak serta pihak lain yang tak berkepentingan turut ikut ke Jepang.
“Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya pada Rabu lalu, 16 Oktober 2019.
Setelah menetapkan sejumlah tersangka, KPK menggeledah sejumlah tempat, di antaranya Rumah Dinas Wali Kota Medan, Kantor Dinas PUPR, Kantor Dinas Perhubungan, rumah pribadi Wali Kota Medan, dan Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan. Semuanya dilakukan pada 19 Oktober 2019.
Dari sana KPK menyita sejumlah barang bukti, seperti dokumen proyek dan barang bukti elektronik.
KPK kemudian memeriksa sejumlah saksi yakni kepala dinas, keluarga Dzulmi, dan anggota DPRD Kota Medan. Pada 5 November 2019, KPK mencekal ke luar negeri anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Paratai Golkar Akbar Himawan Buchari. (gus/bbs)