MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak pertengahan 2014, demam batu cincin melanda. Hampir di tiap sudut wilayah di Medan sekitarnya, berdiri tempat penjualan batu. Bahkan, di pusat perbelanjaan juga sudah dirambah pengusaha batu. Praktik gosok batu bahkan menjamur hingga ke gang-gang.
“Awas keluar jinnya wak,” celoteh seorang pengunjung yang menemani rekannya menggosok batu cincin di Jl. Sei Belutu. Tiap hari, sedikitnya 50 pengunjung meminta jasa gosok batu, membeli batu atau mencari ring sebagai sarang batu berbentuk cincin.
Menurut Ketua Asosiasi Pecinta Batu Batu Permata Sumatera Utara (APBSU), Marojan Batubara didamping humasnya, Bedul, mengungkapkan bahwa tingkat permintaan tertinggi masyarakat terhadap batu masih ‘dipegang’ batu Bacan. “Sampai sekarang masih ngincar batu Bacan,” ucap Marojan.
Tingkat kedua permintaan batu ditempati oleh batu Sunge Dareh. Nah, batu inilah yang masih dipakai oleh mantan presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono dan memberikan sebagai kenang-kenangan kepada Presiden Amerika, Barack Obama. Peringkat ketiga adalah Solar Aceh dan disusul Idocrase Aceh.
Soal harga bervariasi. Mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta bahkan miliaran. Semua itu tergantung dari tiga faktor. Yakni warna, kristal dan ukurannya. “Beningnya gimana, kristalnya terus size-nya berapa,” ujar Bedul. “Baru sekaranglah banyak penambang batu akik,” ucap Marojan lagi.
Seorang pecinta batu terlihat menyenterkan cahaya menembus batu warna hijau yang dipegangnya dengan jari telunjuk dan jempol. “Ini batu bio Solar dari Aceh,” kata Agus Syahputra (64), mantan Dirut PJTKI Medan.
Baru beberapa bulan ini ia meninggalkan jabatanya sebagai direktur dan kini sibuk mengurusi bongkahan-bongkahan batu yang kini menjadi tren. Ketika itu ia sempat berkunjung ke Pasar Rawa Bening, Jati Negara, Jawa Timur. Di sanalah pusat penjualan batu yang membuatnya tertarik untuk ikut berbisnis batu juga.
Berbagai info dari teman-teman yang juga sudah pernah terjun ke bisnis batu, dari sebuah batu saja, pemiliknya bisa meraup keuntungan besar. “Harga penjualannya cukup memuaskan,” katanya. Alasan itulah yang menyebabkan Agus berani ikut nimbrung dalam bisnis ini.
Memang, masih jalan hampir empat bulan, bisnis btu ini digelutinya. Namun, sudah bisa ia rasakan bahwa batu ini membawa rezeki yng berlimpah untuknya. “Batu ini bukan sembarang batu,” katanya. Setiap akhir bulan ia bisa mendapat omzet sekitar 30 juta.
Menurut Agus, harga batu ini juga tidak bisa dipatokkan dan dibandrol. Harganya adalah sesuai kepuasan dari si calon pembeli. Semakin tinggi rasa sukanya terhadap batu ini maka semakin tinggi pula harga batu ini. Apalagi batu itu Kembali ke Marojan. Dia berharap pecinta batu pemula, haruslah pandai membedakan mana batu yang asli dan mana yang palsu. Terlebih di pasaran sudah banyak muncul pembisnis batu dadakan dan hanya ingin meraup untuk dengan menipu pembeli. “Harus bisa juga bedain mana yang asli dan yang palsu,”ujarnya
Untuk membedakan antara batu yang asli dan yang palsu memang tidak mudah. Sederhananya, batu akik yang asli akan terasa berat bila dipegang dibanding dengan yang palsu. Coba aja tempelkan batu itu di kulit, pipi atau lengan, suhunya akan terasa lebih dingin. “Coba ditempel dikulit, pasti akan terasa dingin,” jelasnya.
Secara kasat mata juga dapat dilihat dari serat batu akik yang asli. “Perhatikan baik-baik, jika ada gelembung di dalamnya, berarti batu itu sintetis dan palsu. Sebab gelembung itu adalah udara yang mengumpul saat pembuatan batu tiruan. Sedangkan pada batu akik yang asli, serat terlihat bening,” jelasnya lagi.
Anda punya batu akik? Silahkan ikuti ajangnya di kontes batu akik yang diadakan oleh Indonesia Gamestone dan Asosiasi Pecinta Batu Permata Sumatera Utara. Kriteria lomba yang ditandingkan pada tanggal 22 hingga 25 Januari mendatang adalah kelas Chrystocolla/Bacan Pro, Kelas Chrystocolla/Bacan Amatir, Sungai Dareh, Bio Solar, Lumut Aceh, Kelas Bebas, Kelas Chlcedony, Picture Agate Kristal dan Picture Agate Badar.
“Mau ikut lomba, datang aja langsung ke sekratariat,”Kata Humas APBPSU, Bedul di secretariat Jl. Kapten Maulana Lubis, Grand Palladium Lt.2 ss-32 No. 1 Medan. (cr3/trg)