MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang perkara gratifikasi Rp61,8 miliar kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut, dengan terdakwa mantan Gubernur Gatot Pujo Nugroho, kembali digelar, Kamis (12/1). Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan enam saksi. Mereka adalah mantan anggota DPRD Sumut Hardi Mulyono, Evi Diana Sitorus, Ali Jabbar Napitupulu, dan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019, Yulizar Parlugutan Lubis, Aduhot Simamora, dan Muchrid Nasution.
Dari keenam saksi yang dihadirkan, empat saksi mengaku menerima ‘uang ketok’ dan gratifikasi atas pembatalan hak interpelasi dari Gatot, yakni Hardi Mulyono, Evi Diana Sitorus, Aduhot Simamora, dan Ali Jabbar Napitupulu. Sedangkan dua saksi lainnya, Yulizar Parlagutan, dan Muchrid Nasution mengaku tidak menerima.
Dalam kesaksiannya, Hardi Mulyono yang kini menjabat Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi, mengaku menerima ‘uang ketok’ dan hak interpelasi tersebut dalam tiga termin. Pertama, menerima sebesar Rp10 juta pada akhir 2013, kedua Rp50 juta pada Maret 2013, dan terakhir Rp15 juta.
“Ada tiga termin yang saya terima langsung dari Bendahara DPRDSU Ali Nafiah. Namun semuanya telah saya kembalikan ke KPK,” ujar Hardi Mulyono di hadapan majelis hakim yang diketui Didik Setyo Handono di ruang Cakra I di gedung Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (12/1) siang.
Bahkan sebelumnya, kata Hardi, mereka dijanjikan menerima Rp300 juta untuk pengesahan APBD dan kemudian Rp200 juta. “Akan tetapi, hal itu tidak ada sampai akhir 2015,” terang politisi Partai Golkar ini.
Namun Hardi mengaku, yang menjanjikan bukanlah Gatot Pujo Nugroho yang saat itu menjabat Gubsu, melainkan Bendahara DPRD Sumut Ali Nafiah dan sejumlah petinggi di DPRD Sumut seperti Kamaluddin Harahap, Randiman Tarigan, dan lainnya. “Untuk persoalan dana berasal dari mana, menurut mereka dana tersebut berasal dari SKPD,” lanjut Hardi.